Mengulang dan Melanjutkan Kenangan Masa Kecil Dari Mama

x
0

“Ada apa sih sayang… pulang kuliah koq kamu keliatan murung begitu… gak seperti biasanya…” tegur mama, dengan melongokan wajahnya dari sisi pintu kamar yang dibuka separuh. Namun aku yang tergolek malas ditempat tidur kamarku, tak menjawab pertanyaan mama itu, kecuali tadi hanya melirik sebentar kearah wajahnya.

Melihat reaksiku itu, mama segera masuk menghampiriku.

“Sakit..?” seraya ditempelkan telapak tangannya pada keningku. Yang aku jawab dengan gelengan lemah.

“Kalau gitu ada apa… cerita dong..” desak mama, sambil menghempaskan bokongnya yang masih terbungkus rok seragam pegawai salah satu instansi pemerintah diatas bibir ranjangku.

“Mmm… so’al cewek…? Si Ririn lagi..?” tebak mama, yang aku jawab dengan menarik nafas panjang… dengan reaksiku yang hanya seperti itu, sepertinya mama telah mendapatkan jawaban yang kongkrit bahwa tebakannya itu adalah benar.

“Bertengkar lagi…? Ribut..?”

“Malah sudah bubaran mah… putus..” jawabku dengan nada putus asa, seraya merubah posisi tubuhku kearah dinding, sehingga punggungku membelakangi mama.

Kali ini mama yg menarik nafas panjang, seraya mungusap-usap bagian belakang kepalaku.

“Ya sudah… mungkin dia bukan jodohmu… kamu gak perlu murung seperti itu… kamu laki-laki, kamu juga ganteng dan pinter… sejak jauh hari mama memang sudah kurang begitu sreg dengan Ririn.. mama ingin ngomong sama kamu, tapi mama kawatir kamu salah terima dan menuduh mama yang tidak-tidak…

“Ririn tidak layak mendapatkan kamu gus… dan kamu, terlalu bagus untuk Ririn…” ujar mama, sambil menutup pintu kamar, lalu menghilang dibalik daun pintu yang bertempelkan poster seorang musisi rock mancanegara.

Mungkin apa yang dikatakan mama ada benarnya. Tapi Ririn.. Ah, aku begitu mencintainya. Sudah sejak SMA aku menjalin hubungan dengan Ririn. Bagiku, Ririn telah begitu dalam berada didalam relung-relung jiwaku. Hubungan kami juga sudah begitu jauh. Ya, begitu jauh, sehingga kamipun sudah terbiasa melakukan hubungan suami istri.

Disinilah, dikamar inilah aku dan Ririn biasa memadu cinta… dan birahi. Itu kami lakukan disaat mama sedang bekerja dikantornya. Karna memang aku dan mama hanya tinggal berdua dirumah ini semenjak papa meninggal 4 tahun lalu karna serangan jantung. Dan semenjak itulah mama menjadi seorang single parent dalam membesarkan aku.

Aku sebetulnya masih mempunyai seorang kakak perempuan yang usianya terpaut 4 tahun lebih tua dariku. Namun 1 tahun sebelum ayah meninggal, kakakku itu telah menikah dan tinggal bersama suaminya, karna suaminya itu memang termasuk laki-laki yang sudah mapan secara ekonomi. Dengan pertimbangan itu pulalah orang tuaku merestui Kak Indah menikah muda, yaitu selepas lulus SMA, tepatnya diusia 18 tahun, karna orang tuaku menganggap tanpa kak Indah harus bekerjapun, ekonomi suaminya sudah mampu menopang segala kebutuhannya, toh merekapun sudah terlanjur saling cinta, begitupun dari pihak keluarga bedar suami Kak Indah memang sudah mendesak agar mereka segera menikah.

Begitu halnya kak Indah, mamapun dulu menikah dengan papa pada usia 18 tahun, namun bedanya mama tetap kuliah walau statusnya sudah sebagai ibu rumah tangga. Menurut cerita salah satu family yang mulutnya agak ember, katanya sih mama “kecelakaan” duluan saat dulu pacaran dengan ayah, sehingga terpaksa harus dinikahkan beberapa hari setelah lulus-lulusan SMA, itupun dengan kandungan yang sudah berumur 4 bulan.

Sepeninggalan papa, mamapun sepertinya tidak memiliki niat untuk mencari pengganti papa, padahal waktu papa meninggal, usia mama juga belum terlalu tua, masih sekitar 38 tahunan dan masih cantik.

Kini usia mama sudah menginjak 42 tahun. Nama lengkap mama Dian herlina, biasa dipanggil ibu Dian. kak Indah 23 tahun, nama lengkapnya, Indah panorama, sedangkan aku Bagus Budi pekerti, 19 tahun.

Diusia mama yang menginjak 42 tahun itu, mama masih terlihat cantik dan menarik. Kulitnya yang putih bersih masih terlihat licin bercahaya, tak ada terlihat gurat-gurat tua sedikitpun, apalagi keriput. Dengan tinggi badannya yg sekitar 168 cm dan berat 85kg, memang tidak bisa dikatakan langsing. Bahkan cenderung bisa disebut gemuk atau subur, istilah bulenya chubby.

Namun itu justru terlihat padat berisi, montok dan juga seksi. Buah dadanya masih terlihat kencang dan tidak kendor. Namun yang paling istimewa dari mama adalah bokong atau pantatnya. Bokong mama begitu besar dan menantang, bentuknya bak gitar spanyol. Walaupun begitu perut mama tidak terlihat besar atau buncit sebagaimana layaknya orang-orang gemuk kebanyakan, sehingga kesan gembrot tidak bisa disematkan pada diri mama.

Justru kesan seksi lah yang lebih mengemuka. Mungkin memang mama rajin berolahraga dan senam yang teratur sehingga penampilan mama masih terlihat menarik. Tak heran, banyak teman-temanku yang dengan konyolnya menggodaku dengan celotehan “nyokap elu masih boleh ya gus…” “Gile, nyokap elu seksi abis gus..

Pantatnya yg gua gak tahan.. kalah tuh bedug mesjid..” brengsek memang teman-temanku itu… bahkan ada juga yang kurang ajar dengan mengatakan “Gus, gua kadang-kadang kalau lagi coli suka bayangin nyokap elu..” namun aku tidak pernah merasa tersinggung dengan ocehan teman-temanku itu. Toh mereka berkomentar seperti itu karna kami memang sudah sedemikian akrabnya.

Ah, kembali pikiranku tertuju pada Ririn. Sial benar, tak kusangka setelah begitu dalam aku mencintainya, dan hubungan kamipun sudah sedemikian jauh, begitu gampangnya dia meninggalkan aku dengan alasan-alasan yang menurutku kurang relevan dan terlalu dibuat-buat. Dan biang kerok penyebab itu semua, siapa lagi kalau bukan anak pakultas kedokteran yang katanya putra pejabat itu.

“Bagus… bangun gus… udah mahgrib nih… eh.. Bagus… bangun dong, kamu kan belum makan sayang…”

Ah, teriakan mama membuatku terjaga. Rupanya aku ketiduran tadi.

Dengan malas aku terbangun dan duduk ditepi ranjang, sementara mama masih melongok dari tepi daun pintu yang terbuka separuh.

“Ayo, kamu mandi dulu sana… setelah itu kita makan” ajak mama, seraya berlalu dari situ. Dan beberapa saat kemudian akupun beranjak untuk menuruti perintah mama.

Setelah mandi, akupun kembali masuk kedalam kamar. Sepertinya perasaan hatiku masih kurang plong. Rasa kecewa dan kesal kehilangan kekasih masih menyelimuti sanubari ini, yang bahkan membuatku malas untuk makan malam yang telah disiapkan mama diatas meja makan.

“Baguuuusss… aduuh… ayo kita makan dulu dong… kamu ini.. mama udah beliin ayam geprek kesukaan kamu nih…” teriak mama dari arah meja makan. Yang mau tidak mau, dengan rasa malas kulangkahkan juga kakiku menuju meja makan. Kulihat mama sudah duduk sambil menyendokan nasi pada piringnya.

“Kamu tu, cemen banget sih… laki-laki koq diputusin cewek aja sampai kayak gitu… “ejek mama, seraya kugeser kebelakang kursi yang masih menghimpit rapat pada meja makan, dan aku duduk tepat dihadapan mama.

“Bagus.. bagus… mama aja yang cewek, dulu waktu SMA juga pernah ditinggalin sama cowok mama… tapi mama enggak gitu-gitu amat kaya’ kamu…” ujar mama sambil menyuap nasi kedalam mulutnya. Sedangkan aku baru mulai menyendok nasi pada piringku.

Sepanjang makan malam itu, bahkan aku tidak membuka suara sama sekali. Hanya menyaksikan mulut mama yang mengunyah makanan sambil tak hentinya menasehati aku, atau lebih tepatnya meng’olok-olok aku. Mulut yang dikatakan oleh temanku mulut nafsuin, karna mulut mama memang agak lebar, serta bibirnya yang sedikit penuh.

Mama memang selalu berjilbab saat keluar rumah, namun saat berada dirumah, walaupun ada teman-temanku berkunjung, mama tidak pernah mengenakan jilbab, sehingga teman-temanku juga bisa melihat rambut mama yang hitam kecoklatan panjang sebahu itu. Apalagi mama juga sering mengenakan legging ketat sehingga bokong mama tambah terlihat menantang teman-temanku itu.

Hanya beberapa sendok saja makanan yang berhasil masuk mengisi lambungku, setelah itu akupun kembali masuk kedalam kamar.

Sekitar satu jam setelah aku berada di dalam kamar, selesai makan malam tadi, kulihat mama memasuki kamarku. Dan seperti biasa, dimalam hari biasanya mama selalu mengenakan daster tipis tanpa lengan. Tipisnya kain itu membuat aku dapat melihat dengan jelas celana dalam dan beha mama, bahkan sering juga mama tidak mengenakan beha sehingga buah dadanya bisa terlihat jelas walau terbungkus daster.

“Maafkan mama ya gus… kayaknya tadi mama keterluan mengolok-olok kamu… sebetulnya sih mama enggak bermaksud begitu… mama cuma enggak mau kalau kamu itu larut terus dalam kesedihan…” ujar mama dengan lembut, saraya mama membaringkan tubuhnya disampingku. Mama berbaring miring kearahku, sambil tangan kanannya mengelus-elus kepalaku, layaknya seorang ibu yang tengah mengeloni anak bayinya agar tertidur.

Berbeda saat kami makan malam tadi, dimana kata-kata mama banyak yang mengandung unsur mengejek atau mencemo’oh, kini perkataan mama lebih banyak menghiburku serta memberikan suport mental kepadaku, sehingga membuat hatiku serasa teduh karnanya. Yang tentunya membuat perasaankupun menjadi lebih plong.

Momen itu berlangsung sekitar 15 menit, sebelum akhirnya mama meminta diri dan menyuruhku segera tidur.

“Sudah ya gus, mama juga mau istirahat dulu… kamu juga tidur ya… biar besok pagi bisa lebih fresh… baik badan kamu maupun pikiran kamu yang sedari tadi kusut itu…” ujar mama, seraya mengecup lembut keningku.

“Maa…” panggilku, saat mama melangkah keluar kamar.
“Apa lagi gus…?”mama menghentikan langkahnya dan kembali berbalik kearahku.
“Mmmm… mama mau enggak temenin aku malam iniiii aja ma…” mohonku.
“Ah, kamu ini… udah besar koq tidur minta ditemenin mama…” protes mama.
“Ya sudah kalau gitu ma…” ujarku, dengan wajah cemberut.

“Iya deh… mama temenin kamu, tapi malam ini aja ya…” setuju mama, mungkin karna melihat reaksiku yang terkesan ngambek tadi.

“Makasih ya ma… aku betul-betul butuh mama saat ini…”

“Jadi, kamu minta dikelonin mama nih…?” Aku hanya menjawab dengan senyum malu. Seraya mama kembali membaringkan tubuhnya disampingku.

“Ih, gak tau malu… udah perjaka masih minta dikelonin sama mamanya…” goda mama sambil tangan kirinya memencet hidungku, sedang tangan kanannya membelai kepalaku. Aku hanya menggelinjang manja menyikapi candaan mama itu, persis seperti anak kecil aleman yang tidak bisa jauh dengan ibunya.

Sejak kecil aku memang sering ditemani mama saat menjelang tidur. Seperti sekarang inilah cara mama mengeloni aku. Berbaring miring dengan tangan kanannya mengelus-elus kepalaku. Bedanya waktu kecil dulu terkadang tangan kiri mama menepuk-nepuk pelan bokong bagian pinggirku, sambil dari mulutnya bersenandung pelan.

Kini, disaat perasaanku tengah galau dan kecewa akibat Ririn yang meninggalkan aku, lalu mama datang mendinginkan perasaanku dengan cara ini, atau bisa jadi apa yang dilakukan mama itu sekedar mengungkapkan rasa sesalnya karna sebelumnya mama lebih banyak mencemo’oh aku ketimbang memberikan simpatinya.

Tapi apa yang dilakukan mama itu sungguh memberikan rasa nyaman sebagai mana masa kecilku dulu, namun jujur ada sesuatu rasa yang beda disaat sekarang ini. Dulu aku merasakannya sebatas rasa nyaman seorang anak yang merasa terlindungi orang tuanya. Kini rasa itu telah bercampur. Ya bercampur dengan rasa seorang laki-laki yang didekap oleh wanita yang menggairahkan.

Rasa cinta seorang anak terhadap ibunya bercampur dengan nafsu birahi akan lawan jenis. Memang kuakui saat aku memasuki kelas 2 SMP, aku sempat nemiliki perasaan tertarik secara seksual dengan mama. Sering aku mengintip mama ketika ia sedang mandi atau berganti pakaian dikamarnya. Bahkan beberapa kali aku pernah mengintip mama sedang berhubungan suami istri dengan almarhum papa.

Namun beruntung, rasa yang secara akhlak itu adalah tidak lumrah dan memalukan berhasil aku singkirkan saat aku mengenal Ririn. Hatiku benar-benar secara utuh aku tambatkan kepada Ririn, gadis yang telah “meng’akomodir” semua kebutuhanku, baik cinta dan kasih sayang, maupun nafsu birahi.

Ya, selama aku menjalin kasih dengan Ririn, memang yang terjadi pada kami sudah layaknya sebagai pasangan suami istri saja. Mungkin dikarnakan rumahku ini disaat siang hari selalu kosong itulah yang mendukung semuanya. Dan semenjak itu pula, nafsu terlarangku terhadap mama seolah sirna, aku tidak pernah lagi ada rasa ketertarikan secara birahi terhadap mama.

Namun disaat tadi mama mengeloni aku, rasa itu seolah kembali muncul. Entahlah, apakah itu sekedar suatu bentuk pelarian karna aku kehilangan Ririn, atau karna memang sudah lebih dari satu bulan ini aku tidak melakukan hubungan badan, sehingga rasa itu kini berkecamuk, menagih untuk disalurkan. Karna memang dalam satu bulan lebih ini, semenjak hubungan kami mulai kurang harmonis, Ririn tak pernah lagi mau berkunjung kerumahku, sebelum akhirnya aku ketahui dia dekat dengan seorang mahasiswa kedokteran sialan itu, yang akhirnya dia memutuskan mengakhiri hubungannya denganku.

Padahal dulu, paling tidak dua kali dalam seminggu kami saling bergumul dalam gejolak birahi dikamarku ini. Ah, sudahlah.. untuk apa aku mengingat-ingat Ririn lagi. Seperti kata mama tadi, aku ini laki-laki, tidak pantas seorang laki-laki terus larut dalam kesedihan hanya karna diputuskan kekasihnya.

Yang pasti tadi batang penisku berdiri, terutama saat buah dada mama menghimpit dipipiku. Ingin rasanya kupeluk tubuh montok dan berisi itu. Dan tentu saja aku merasa kecewa saat mama memutuskan untuk mengakhiri kelonannya dan kembali kekamarnya. Beruntung jurus ngambek yang kugunakan cukup manjur, kini mama kembali mengeloni aku, setidaknya untuk malam ini, begitu katanya tadi.

“Ma, pantat aku ditepu-tepuk dong kayak dulu waktu aku masih kecil…” rengekku.

“Kamu itu masih inget aja sih… perasaan semenjak kelas 1 SD kamu udah enggak mau lagi ditepuk-tepuk pantatmu, jadi semenjak itu ya seperti ini saja mama ngelonin kamunya, sambil ngelus-elus kepalamu ini…” terang mama.

“Ya, gak apa-apa deh ma… itung-itung nostalgia…”

“Ah, macem-macem aja kamu… pakai nostalgia segala, nanti lama-lama kamu minta nete’ juga kalau alasannya nostalgia…” ujar mama sambil mulai tangan kirinya itu menepuk-nepuk bokong sebelah kananku.

“Ih, mama nih ada-ada aja.. Masa’ udah gede gini minta nete’ sih ma… Emangnya dulu aku mulai berhenti nete’ sama mama waktu umur berapa sih ma…?”

“Sekitar 2 tahunan kayanya sih… ya persis seperti sekarang ini posisi mama kalau lagi nete’in kamu dulu…”

Betul juga sih apa yang dikatakan mama, dengan posisi mama yang mengeloni aku seperti ini, praktis buah dadanya mengarah kewajahku, bahkan sampai menempel pada pipi sebelah kiriku, hanya saja buah dada mama sekarang ini masih terbungkus daster berbahan tipis.

“Maa…” tanyaku
“Apa lagi..?” jawab mama sambil masih menepuk-nepuk bokongku.

“Mmmm… gak jadi deh ma…” jawabku, karna aku ragu mengutarakan maksud konyol yang ada dipikiranku.

“Ah, kamu itu… jadi laki-laki itu harus tegas dong… jangan ragu-ragu begitu…”
“Mmm… enggak koq, Cuma.. aku mau minta sesuatu tapi kawatir mama marah sih…”
“Emang minta apa sih…?” tanya mama penasaran.
“Enggak apa-apa koq..”
“Enggak apa-apa koq kawatir mama marah… gimana sih kamu..”

“Ah, sudahlah ma… lupakan aja…” usulku.

“Ya udah, kalau kamu gak kasih tau kamu sebenarnya mau minta apa, mama keluar aja deh…” ancam mama, yang kini mulai berhenti menepuk-nepuk bokongku.

“Eh, jangan dong ma… iya deh, Bagus akan terus terang, tapi mama janji ya jangan marah…” terangku.

“Iya sudah… apa sih, mama jadi penasaran…”

“Begini ma… tapi bener jangan marah ya ma… mmmm.. Bagus tuh pingin sekali deh ma.. mmm.. ne.. ne.. netek sama mama…” jawabku, ragu-ragu dan sedikit kawatir.

“Ih, kamu tuh… ngawur ah, masa’ udah gede gitu mau minta nete’ sama mamanya sih… gak malu apa… lagian kan sekarang tete’ mama gak ada air susunya gus…”

Ah, sukurlah hanya seperti itu reaksi mama, tadinya aku sempat kawatir mama akan menamparku atau minimal memakiku dengan mengatakan anak berpikiran bejat gak tau diri. Ternyata reaksi mama tidak menunjukan rasa marah sedikitpun.

“Abis omongan mama sendiri sih yang tadi menginspirasi Bagus untuk minta itu… padahal sebelumnya Bagus enggak punya pikiran kesana…” terangku, tentu saja aku berbohong, karena memang semenjak tadi aku ingin sekali melumat tete’ mama yang montok itu.

“Iiihh… koq jadi mama yang disalahin… mama kan cuma bilang, kamu itu minta pantatnya ditepok-tepok alasannya untuk nostalgia masa kecil dulu, nanti lama-lama kamu juga minta nenen sama mama dengan alasan yang sama…” protes mama.

“Ya udah ma… kalau mama gak mau enggak apa-apa koq ma… yang penting kan mama enggak marah…” ujarku, kembali seperti tadi dengan wajah sedikit murung, karna aku paham betul mama tidak bisa melihat aku murung, apalagi murungnya disebabkan karena dirinya.

“Bukan begitu gus… bukan mama enggak memperbolehkan kamu untuk nenen sama mama, tapi kan kamu sudah besar gus… sudah gak pantes… lagian itu tidak baik, dosa gus…“terang mama, sambil kembali menepuk-nepuk bokongku dan membelai kepalaku.

“Iya ma, enggak papa.. Bagus paham koq…” jawabku, namun kali ini wajahku sengaja kuarahkan kesamping kanan, sehingga terkesan membuang muka kepada mama, dan tentu saja raut wajahku semakin kubuat semurung mungkin.

Tak sampai lima menit teknik akal-akalan itu kujalankan, tiba-tiba mama membuka pembicaraan.

“Gus, memang kamu kepingin betul ya nenen sama mama…” yes, pikirku. Segera wajahku kembali kuarahkan menghadap mama.

“Iya ma… Bagus pingiiin sekali…” jawabku.

“Mmmm… ya udah demi anak mama sih… mmm.. sebetulnya gak boleh gus kalau anak sudah dewasa seperti kamu nenen sama mamanya… tapi dari pada mama ngeliat kamu ngambek terus kayak gitu, ya gak papa deh…” pasrah mama.

“Horeeeee… mama memang sangat pengertian dan baiiik.. sekali… makasih sebelumnya ya ma…” sorakku, serayu kukecup pipi mama secara srpontan.

“Ih, dasar kamu… ya udah, dasternya mama turunin dulu ya, biar kamu enak nenennya…” terang mama, seraya bangkit dan duduk sejenak untuk menurunkan daster bagian atasnya hingga sebatas perut, sehingga terpampanglah dua buah gunung kembar mama yang montok dan putih. Tentu saja pemandangan itu membuatku terbelalak untuk sesaat sambil beberapa kali menelan ludah.

Sambil tersipu-sipu malu karena sikapku yang terlihat bernafsu itu, mama kembali berbaring miring seperti tadi, namun kali ini dengan buah dada yang sudah tidak lagi terbungkus daster.

“Ayo anak nakal, katanya mau nenen sama mama… anak mama sudah haus kan pingin mimi’ cucu… hi.. hi.. hi..” goda mama, karena melihat aku masih terbengong menatap gunung kembar mama.

Tanpa pikir panjang, segera kukulum puting susu mama yang sebesar kelereng berwarna coklat kehitaman itu. Kukenyot-kenyot dengan rakus secara bergantian, kiri dan kanan.

“Zzzzzzzz… Aaaaaaahhhhhhh… gleghh…” dengus mama sambil meremas-remas rambutku. Kedua mata mama sesekali kulihat terpejam sambil mulutnya menganga.

Posisiku yang sebelumnya telentang, kini miring menghadap mama. Tangan kananku merangkul punggung mama, sedangkan tangan kiriku meremas-remas buah dada mama.

“Uuuuhhhgggg… mmmmm… Agak digigit-gigit sayang… aaahhh… Aaauuu… pelan-pelan dong sayang… nah, gitu.. uuuhhhhh…” gumam mama. Sepertinya mama telah larut dan menikmati permainanku. Nafasnya begitu memburu, hembusan nafasnya juga bertambah panas kurasakan menerpa dikeningku.

Tubuh mama menggelinjang-gelinjang, bahkan tubuhnya dirapatkan pada tubuhku. Bukan itu saja, kaki kirinya membelit bokongku, sehingga paha mulusnya yang montok terpampang jelas bahkan celana dalamnyapun otomatis terlihat karna mau tidak mau mama harus mengangkat terlebih dulu daster bagian bawahnya.

Dengan keadaan seperti itu, praktis batang penisku yang berdiri tegak dan hanya terbungkus sempak model boxer, kini bersentuhan dengan vagina mama yang yang juga masih terbungkus celana dalamnya.

“Aaaaahhhh… Baguuuuusss… kamu koq pinter sekali sih… mmmmmm… nanti kalo mama ketagihan bagaima.. na.. guu.. uuuss… zzzz… aahhh…” racau mama.

Yah, sepertinya mama sudah begitu menikmatinya dengan sepenuh hati, bahkan cenderung lupa diri. Itu dapat kuyakinkan dari pantat mama yang bergerak-gerak menggesek-gesekan vaginanya pada penisku. Ah, sayangnya keduanya masih terbungkus dalam celana dalam, kalau tidak sudah pasti telah terjadi penetrasi antara kontolku dan memek mama.

Sepertinya mama semakin menggila, karena kini pantatnya bukan sekedar menggesek-gesek, tapi bergerak maju mundur dengan keras, sehingga efek benturannya menimbulkan bunyi puk.. puk.. puk…

“Aaaaahhhh… guuss… bangsat kamu gus… udah lama banget mama enggak digini’in tau… aaaagghhh…” racau mama, setengah tak sadar.

Hingga pada puncaknya, mama bangkit seraya menyingkap keatas dasternya, kemudian duduk mengangkangi tubuhku yang telentang. Praktis posisi kami layaknya pasangan yang bersetubuh dengan posisi WOT.

“Kenyotin tetek mama begini aja gus… kenyot-kenyot yang kenceng sayang… jangan lupa sambil digigit-gigit ya… ayo nenen anakku sayang… aaassahhhhhhh…” racau mama setengah histeris sambil menundukan tubuhnya dengan maksud menyodorkan buah dadanya kewajahku, yang langsung aku sambut dengan penuh nafsu karna memang akupun sudah “on fire” sebagaimana mama, apalagi sudah sebulan lebih kontolku tidak merasakan hangatnya lobang memek.

Sambil menyusu tetek mama, kedua tanganku kini merangkul erat tubuh mama. Sementara bokongku hanya diam pasif karena pinggul mama bergoyang-goyang liar layaknya orang kesurupan menggosok-gosokan selangkangannya yang masih terbungkus celana dalam pada penisku yang juga masih terbungkus sempak boxer. Uh, meringis juga aku dibuatnya.

“Aaaahhhh… baguuuusss… anaku sayaaaang… mama keluar guuuuss… aaaahhhhh… anjiiiiiiing… anak sialaaaaaannn…” racau mama, sambil goyangannya semakin menggila. Sepertinya mama telah orgasme, buset.. cairan mama sampai tembus membasahi sempakku, hingga kurasakan cairan agak hangat membasahi kontol dan selangkanganku.

Selang beberapa saat tubuh mama terkulai lemas diatas tubuhku, sehingga kini pinggulku yang bergoyang turun naik menggesek’gesek.

Ah, kini justru diriku yang kurasakan hampir mencapai klimaks. Kugoyang semakin kuat. Kuluman tetek mama aku lepaskan. Kini justru mulut mama yang menjadi sasaran, mulut seksi yang sedikit lebar dengan bibir menantang itu kini kulumat habis. Lidahku kutelusupkan kedalamnya. Mama meresponnya dengan menyedot-nyedot lidahku.

“Mmmmmmmmm… mmmmmmmmhhhhh… mmmhhhhh… mmmhhhh…” hanya lenguhan tertahan itu yang terdengar, mewakili puncak rasa nikmat yang kurasakan. Ya, mulutku yang saling nelumat dengan mama membuatku tak mampu memekik nikmat walaupun cairan kental mulai menyembur dari lubang kontolku yang kemudian membadahi celana dan bulu jembutku.

“Aaaaaahhhh… nikmat sekali ma…” ucapku, setelah mama beringsut kembali berbaring telentang disampingku.

“Udah puas kan nenennya… anak mama udah gak haus lagi…?” goda mama sambil tersenyum. Ah, sebuah senyum yang teduh. Keringat yang membasahi rambut dan sekujur wajah mama membuatnya tampak lebih cantik.

“Udah ma… Bagus udah puas banget… mana gimana, puas juga enggak…?”

“Dasar anak nakal… mamanya sendiri diajak berbuat mesum… iiihhh..” jawab mama sambil tersenyum, disusul dengan mencubit hidungku hingga aku menggelinjang manja.

“Mama juga suka tuh diajak berbuat mesum… hi.. hi… hi…” godaku, dan mamapun kembali mencubit hidungku.

“Eh, ma… Cuma begini saja udah enak banget ya ma… bagaimana kalau…”
“Kalau apa…?”
“Kalau burung bagus dimasukin kepunyanya mama… he.. he.. he..”
“Huu… dasar kamu… maunya…”
“Mama juga mau kan…? He.. he.. he..”
“Iiiihhhb… dasar anak nakal… kelitikin nih… iiiihhhh…”
“Aaaawww… geli ma… aaaww… he… he.. he… udah ma.. ampuuunn…”

Beberapa saat kemudian kamipun tertidur, dengan perasaan damai dan lega.. serta bahagia.

“Gus… bangun dong sayaang… mama berangkat ngantor dulu…” fuh, kubuka mataku, kulihat seraut wajah mengenakan jilbab berwarna coklat dengan seragam salah satu instansi pemerintah.

“Emang udah jam berapa ma…?” tanyaku sambil mengucek-ngucek mataku dengan punggung telapak tangan.

“Jam tujuh… kamu cepat mandi sana, sebentar lagi kan berangkat kuliah… sarapan sudah dimeja tuh…”

Seperti biasa mama menyodorkan tangan kanannya padaku saat hendak berangkat ngantor, yang kemudian kucium sebagaimana layaknya seorang anak kepada orang tua.

“Udah ya sayang… mama jalan dulu… muuaaahh…” waooww.. mama mencium bibirku. Padahal tadi aku sempat berpikir bahwa kejadian semalam tadi hanya sebuah mimpi atau kenyataan. Tapi dengan mama mencium bibirku barusan, itu sebuah pembuktian yang kuat bahwa kejadian semalam adalah nyata adanya.

Sejurus kemudian aku melompat bangun dari ranjangku. Kumelangkah keluar masih dengan celana boxer yang dalamnya serasa lengket. Hmmm mungkin karena spermaku semalam.

Masih sempat aku berpapasan dengan mama yang baru keluar dari kamarnya untuk menuju ke garasi mobil.. Plok… aku tepuk dengan nakal bokong mama yang besar menggoda itu, yang ditanggapi dengan pekikan genit mama.

“Aaaaaww…!! Nakal ya anak mama… awas…!!” ancam mama, sambil tersenyum manis, seraya ngeloyor menuju garasi mobil.

“Nanti pintu garasinya ditutup ya sayang…!!” teriak mama dari dalam garasi. Tak lama setelah itu terdengar suara mesin mobil menderum, sampai akhirnya suara mesinnya menghilang sebagai tanda mama telah berangkat menuju tempat kerjanya.

Jam dua belas siang aku sudah tiba dirumah setalah tiga jam lebih aku berada dikampus mengikuti dua mata kuliah untuk hari ini.

Selesai makan, aku berbaring-baring dikamar. Membayangkan kejadian luar biasa tadi malam bersama mama. Untuk urusan Ririn, Ah, perempuan sialan itu sudah terhapus seutuhnya dari dalam relung-relung hatiku semenjak aku mendapatkan sesuatu yang sangat mengesankan dari mama tadi malam.

Pulang jam berapa ya mama hari ini. Tidak tentu juga sih, kadang jam 5 atau jam 6, paling cepat ya jam 4.

Ah, aku jadi ingin mama cepet-cepet pulang. Fuih.. kubayangkan malam ini aku akan menikmati memek mama. Ah, betapa bahagianya.

Beberapa saat setelah aku melamunkan mama, menghayalkan hal-hal indah dan mengasikan yang bakal aku lakukan, kuraih ponselku, lalu aku buka aplikasi whatsUp. Aku buka akun WA mama. Mau tulis apa ya untuk mencurahkan rasa sange’ ku ini… hmm… baiklah, jam segini harusnya mama masih istirahat, belum jam satu.

MA… JAM BERAPA PULANG..? UDAH KEPINGIN NIH…

Yang segera kukirim ke mama pesan itu. Lalu kutunggu dengan harap-harap cemas. Yes, hanya beberapa detik kirimanku itu telah menunjukan centang dua warna hijau, itu artinya mama telah membacanya. Dan kini dia sedang mengetik.

KEPINGIN APA SAYANG…?

Jawab mama, yang segera kubalas lagi. Yah, gelora birahi yang telah memuncak membuatku sanggup menulis seperti ini.

INGIN NGENTOTIN LOBANG MEMEK MAMA YANG TEMBEM ITU…

Tak lama kemudian mama membalas

IH, ANAK MAMA NAKAL NIH… MASA’ IBU KANDUNGNYA SENDIRI MAU DIENTOTIN SIH LOBANG MEMEKNYA…

Aku balas bagaimana ya… hmm.. begini saja lah.

ENGGAK APA-APA DONG MA… NGENTOT SAMA IBU KANDUNG ITU LEBIH ASIK LHO MA… RASA CINTA SEORANG ANAK KEPADA IBUNYA ATAU SEBALIKNYA, RASA CINTA SEORANG IBU TERHADAP ANAKNYA, MERUPAKAN CINTA YANG TULUS DAN MURNI.. SEHINGGA APA BILA DICURAHKAN DALAM BENTUK HUBUNGAN SALING ENTOT-ENTOTAN, PASTI AKAN INDAH DAN ROMANTIS SERTA MENGGAIRAHKAN.

Aku tersenyum sendiri membaca tulisanku itu, terutama kalimat “hubungan saling entot-entotan” itu, ha.. ha.. ha.. maksain banget. Tapi tak apalah, kukirim juga tulisan itu dengan hati berdebar.

Sudah centrang hijau, artinya sudah dibaca, kutunggu beberapa menit masih belum dibalas, apa mungkin dia sibuk.

OH, ANAKKU SAYANG… KAMU ROMANTIS BANGET DEH, MAMA JADI TERHARU MEMBACA TULISANMU ITU… SEKALIGUS MEMEK MAMA JADI BASAH NIH, INGIN RASANYA CEPAT-CEPAT DIENTOTIN SAMA KONTOLMU ANAKKU SAYANG…

Woooww… sukurlah, ternyata mama menanggapi tulisanku dengan senang, bahkan sepertinya mama merasa terbuai.

BAGUS JUGA INGIN SEKALI MENJILATI MEMEK MAMA YANG TEMBEM ITU MA… INGIN BAGUS JILATIN ITIL MAMA, LALU BAGUS SEDOT-SEDOT.. BAGUS JUGA INGIN SEKALI MEMASUKAN LIDAH BAGUS INI KEDALAM LOBANG MEMEK MAMA… LOBANG YANG DULU ADALAH TEMPAT ANAKMU INI KELUAR DAN LAHIR KEDUNIA… LALU MEMEK MAMA AKAN BAGUS SEDOT-SEDOT HINGGA MENGELUARKAN CAIRAN…

Fuuhh… aku bahkan bergidik sendiri menulis tulisan ini… tapi, ah… aku tetap akan mengirimnya… toh ini bukan gombal… tapi sebuah ungkapan hati yang jujur. Ya’ terkirim.

Hmmm… mama sudah membacanya.

AMPUN GUS… MAMA GAK TAHAN NIH… KAMU KOQ PINTER BANGET SIH BIKIN KATA-KATA YANG BEGITU INDAH DAN MENGGETARKAN HATI SEPERTI ITU… PERASAAN MAMA JADI MELAYANG-LAYANG NIH… JADI PINGIN CEPET-CEPET PULANG… TAPI GAK BISA GUS, KAN MASIH ADA KERJAAN… UDAH DULU YA GUS, MAMA HARUS KERJA DULU… MUAACCHHH…

Ha.. ha.. ha… apa lagi itu, “salam ngentot selalu” maksain banget sih mama. Tapi erotis juga sih didengarnya.

OKE MA… SELAMAT BEKERJA… BAGUS TUNGGU SELALU MEMEK TEMBEMMU MAMAKU SAYANG…

Beberapa saat kemudian mama membalas hanya emoj gambar hati, yang berarti cinta.

Akhirnya aku melamun sendiri sambil sesekai senyum-senyum bagaikan orang kurang waras.

Kutengok kearah jam dinding, baru jam 2 siang. Ah, lebih baik aku buka chanel bokep favoritku melalui HP, lumayan untuk referensi bahan ngentot dengan mama nanti.

Sekitar jam setengah empat aku menerima WA dari mama.

ANAKU SAYANG… SEKITAR JAM 4 MAMA SUDAH DIRUMAH YA…

Wah, itu artinya setengah jam lagi. Lebih baik aku mandi agar mama pulang nanti aku terlihat bersih dan segar.

OKE MA… BAGUS TUNGGU MEMEK MAMA..

Yang dibalas oleh mama dengan gambar hati..

Jam 4 kurang sedikit mama tiba dirumah. Wajah mama begitu sumringah, senyum selalu mengembang diwajahnya, sangat berbeda dengan hari-hari sebelumnya yang tampak kusut dan terkesan letih apabila pulang ngantor.

“Wah, anak mama sudah mandi nih… sudah ganteng ya…” tegur mama, sambil melepas sepatunya. Aku merasa agak malu juga mengingat kata-kata yang aku kirimkan ke mama via WA tadi. Ah, betapa cabulnya kata-kata tadi.

“Ma… mmmm.. maafkan Bagus ya ma… soal kiriman WA yang kurang ajar tadi…” ucapku, yang duduk disofa ruang keluarga sambil menonton tv.

“Kurang ajar gimana sih sayang… justru mama suka sekali lho gus… Aduh, perasaan mama gimana gitu ya saat membacanya… mmm.. hepi hepi sange’ gitu… hi.. hi.. hi… justru mama mengharap kamu itu sering-sering kirimin kata-kata indah itu ke mama… biar mama tambah semangat dalam bekerja…” terang mama, yang kini duduk disampingku.

“Beneran ma… mama suka ya mendengar kata-kata seperti itu.. ih, mama nakal juga ya…”

“Ya bener dong sayang.. masa’ mama pura-pura sih, mama memang paling suka mendengar kata-kata seperti itu… Apalagi kalau kamu yang mengatakannya, wooowww… hati ini berbunga-bunga sekali mendengarnya…” terang mama, sambil tangannya memegang pahaku.

“Ih, mama nih… Bagus jadi makin gak sabar aja nih untuk cepet-cepet ngentotin mama… sekarang aja ya ma…” pintaku, sambil tanganku menggerayangi tubuh mama yang masih terbalut seragam dinasnya.

“Ih, kamu itu… Nanti ya sayang, mama mandi dulu… setelah itu kita makan dulu.. Mama kan ingin tampil sempurna dimalam pertama kita…” terang mama, sambil kedua tangannya memegang tangan kananku yang “usil” itu, dengan maksud agar aku menahan diri dahulu.

“Emangnya semalem bukan malam pertama ya ma…?”

“Belum dong sayang… kan kontol kamu belum dimasukin ke memek mama… itu artinya kita belum ngentot sayang…” ujar mama, dengan agak berbisik sambil tersenyum nakal menggoda. Ah, membuatku semakin gemas saja dengan mamaku yang montok nan bahenol serta super seksi ini.

Sejurus kemudian mama melangkah kedalam kamarnya.

“Udah ya… mama mandi dulu…”

“Oh iya gus, koq kamu tau sih kalau memek mama tembem, emangnya kamu tau dari mana…” tanya mama, yang berhenti sejenak didepan pintu kamarnya.

“Ooww… yang di WA tadi ya… ya tau dong ma, kan dulu waktu SMP Bagus sering ngintipin mama… Lagian walau enggak ngintipun, Bagus juga pasti tau ma.. lha mama kalau lagi memakai lagging yang ketat, memek mama kelihatan menyembul kayak kuburan kembar… he.. he… abis mama sih, kalau pakai lagging sering enggak pakai celana dalem…

“Ih, dasar kamu… perhati’in aja…” ujar mama, seraya masuk kedalam kamar.

Agak lama juga mama mandi, hmm.. apakah mungkin mama sengaja mempercantik diri untuk memberikan yang terbaik, yang menurutnya tadi dia katakan sebagai malam pertama. Sebenarnya sih, tanpa harus mempercantik diri atau berdandan, bagiku mama sudah sangat menarik. Inginku justru begitu mama pulang ngantor tadi, langsung saja kutarik kedalam kamar, dan kuentot dengan penuh birahi.

Selang beberapa saat, pintu kamar mama terbuka dan… woow.. aku hampir tak percaya dengan pengelihatanku. Betapa tidak, mama mengenakan lingerie model babydoll yang berbahan transfaran berwarna ungu. Dipadu pula dengan sepatu hak tinggi. Tentu saja bagiku mama terlihat begitu menggoda sekali. Terlebih lagi, mama merias wajahnya dengan begitu seksi layaknya artis penyanyi mancanegara akan tampil konser dipanggung.

“Benar-benar Bom sex…” ujarku pelan, seolah berbicara pada diri sendiri. Namun sepertinya mama mendengar omongan spontanku.

Sadar dirinya membuatku terpesona, mama melenggak lenggok beberapa saat layaknya seorang peragawati.

“Sabar dulu dong sayang… kita kan mesti makan dulu…” ucap mama, saat aku berdiri dengan maksud ingin menjamahnya. Glek.. terpaksalah gejolak birahi ini harus ditunda dulu untuk disalurkan.

Kini sosok seksi dengan pakaian lingrie itu duduk dikursi meja makan, tepat berada dihadapanku, namun dibatasi oleh meja makan.

Wuuih.. buah dadanya yang montok dan besar itu tampak menggoda dengan dibungkus lingrie tipis berbahan… entahlah apakah itu sutera atau satin, aku tak terlalu paham dengan nama-nama bahan pakaian secara pasti. Ya, bahannya sangat trsnsfaran, hampir seperti tidak memakai pakaian saja layaknya, bahkan puting susunya yang coklat sebesar kelereng itupun masih terlihat jelas dari balik lingerienya.

Rasanya ingin juga aku melihat bagian bawahnya, sayang terhalang oleh meja makan yang taplaknyapun menjuntai rendah. Bisa saja aku menunduk sambil menyingkap kain taplaknya. Ah, tapi aku rasa cara itu sungguh tidak elegan. Lebih baik aku menyendokan nasi kedalam piringku dan cepat-cepat menyesaikan makanku, lalu..

“Ma… ngomong-ngomong mama koq punya pakaian seperti itu… maksud Bagus, mama kan.. mmmm.. janda.. koq sempat-sempatnya nyimpen gituan…” tanyaku sambil menyuap nasi dengan lauk udang asam pedas dan sayur lodeh yang mama beli tadi sepulangnya dari tempat kerja.

“Ooww… emangnya kalau janda enggak boleh punya pakaian lingerie yang seksi seperti ini…” ucap mama, juga sambil mengunyah makanan

“Ya, enggak apa-apa sih… Cuma heran aja…”

“Mmm.. begini gus… sebenernya sih mama malu menceritakannya, tapi sama kamu sih mama terang-terangan ajalah… begini gus, mama itukan janda, jadi terkadang suka jenuh dan kesepian… ya untuk melawan kesepian itu, mama iseng-iseng deh ikut-ukutan live show pakai aplikasi yang lagi ngetren sekarang-sekarang ini…

“Semacam “Bigo live” atau “Boom live” itu ya ma…?”

“Ya, semacam itu deh…”

“Jadi mama tampil live show online mengenakan lingerie seksi itu ma…?”

“Banyak juga lho gus yang nonton mama.. tapi mama pakai masker koq gus… sejenis topeng yang nutupin mata kaya yang dipesta-pesta itu gus… jadi kan gak terlalu dikenalin…”

“Ih, mama… ternyata nakal juga ya… emang motivasinya apa sih ma, ikut-ikutan begituan…?” tanyaku penasaran.

“Sebetulnya enggak ada motivasi apa-apa sih… iseng aja.. Cuma ya, setelah mama coba tampil.. eh ternyata banyak orang yang pada nonton, dan komen-komennya begitu memuji mama, bahkan kebanyakan komennya pada cabul-cabul gitu, mama jadi semakin seneng deh… hi.. hi.. hi.. Makanya waktu kamu kirim WA ke mama dengan kata-kata seperti itu, mama bener-bener terbuai gus…

“Ih, mama ini… macem-macem aja… pantesan mama betah banget kl dikamar… ternyata lagi liveshow ya ma…”

“Yah, namanya juga mama orang yang kesepian gus… cari hiburan, cari perhatian… itu aja… Kamu sih enak, kerjanya ngewe’ melulu sama si Ririn mantanmu itu…”

“Koq mama tau, kalau aku sering ngewe’ sama Ririn… jangan nuduh sembarangan lho ma…” ujarku berdusta.

“Eeehh… siapa yang nuduh… enak aja… emangnya mama gak tau.. lha mama aja pernah nemuin celana dalem perempuan dikamarmu… mana bau lagi… pasti punya si Ririn tuh, abis ngewe ketinggalan… lupa pakai celana dalem…” sialan, ditambah-tambahin aja nih mama, emang sih pernah celana dalam Ririn ketinggalan dikamar, tapi perasaan gak bau deh…

“Iya deh ma… Bagus ngaku.. Bagus memang sering ngentot sama Ririn kalau mama lagi kerja…” jawabku cengengesan.

“Dari semenjak kapan tuh…?”

“Semenjak SMA ma.. kelas 2… ya kira-kira dua bulan setelah kami mengikrarkan diri sebagai sepasang kekasih…”

“Masih perawan gak dia…?”

“Enggak sih ma…”

“Dasar… sudah mama duga… cewek kaya’ gitu… dulu aja waktj mama pacaran sama papa kamu, mama masih perawan koq… mama serahkan kegadisan mama kepada papamu… laki-laki yang akhirnya mendampingi mama hingga akhir hayatnya…”

“Mama nyerahin perawan mama, waktu masih pacaran apa sudah menikah ma…?”

“Ah, kamu pura-pura gak tau lagi… kamu juga pasti udah tau semua itu.. dari siapa lagi kalau bukan dari Bude Yanti yang ember itu… iya kan…?”

“Iya sih ma… sebetulnya memang sudah tau sih… Cuma mau denger langsung aja dari mama…”

“Ah, gak perlu dijelasin lagi.. emang begitu adanya koq… Ya biasalah, mama sama papa pacaran waktu SMA, lalu ngewe beberapa kali, dan akhirnya bunting… udah…”

“Oh iya… gimana gus.. kamu masih merasa kehilangan enggak sama si Ririn… mmm.. maksudnya apa kamu masih sedih seperti kemarin…” Kali ini mama agak serius menanyakan tentang yang satu itu, dan kebetulan pula bersamaan dengan itu kami telah menyelesaikan makan malam kami. Tidak seperti obrolan sebelumnya dimana kami berbicara dengan mulut terisi makanan.

“Ah, itu udah gak penting ma… Bagus udah merasa gak tertarik lagi sama Ririn… kan Bagus udah dapat penggantinya yang jauh lebih istimewa…” ujarku, sedikit menggombal.

“Wih, cepet juga ya kamu dapatin cewek.. gadis darimana lagi tuh…?” tanya mama, entahlah apakah mama masih belum sepenuhnya mengerti bahwa wanita yang dimaksud itu sebetulnya adalah mama sendiri, atau mama hanya ingin memastikan saja.

“Wanita itu sekarang ada didepan Bagus ma… ibu kandung Bagus sendiri… wanita cantik nan seksi abis.. montok bahenol.. memeknya tembem… he.. he…“

“Bisa aja kamu gus… kirain tadi kamu baru kenalan lagi, sama cewek temen kamu mungkin…”

“Enggak mungkin lah ma… semenjak peristiwa semalam, sepertinya tak ada wanita lain yang lebih sempurna selain mama… apa lagi dengan melihat penampilan mama seperti sekarang ini.. sepertinya jiwa ini rela Bagus berikan sepenuhnya untuk mama, asalkan mama bersedia mendampingi Bagus selamanya…

“Ih, kamu itu so sweet banget sih gus… mama jadi merinding deh… Nah, kalau gitu sekarang kita nikmati malam pertama kita wahai anakku sayang… ayo deh sayang, mama juga udah enggak sabar nih mau ngerasain memek mama disodok-sodok sama bantang kontol anak kandung mama sendiri…” ujar mama, seraya berdiri dan menggandengku menuju kamar mama.

Kini kami telah berada dikamar mama. Kamar dimana dulu mama dan papa memadu cinta, bahkan saat SMP dulu aku sempat mengintip mereka sedang mengentot.

“Ayo anakku sayang… duhai cintaku… sekarang kamu bebas melakukan apapun yang kamu mau pada ibu kandungmu ini… puaskan dirimu sayang… dan puaskan juga mamamu ya sayang…” ujar mama, yang berdiri membelakangi ranjang.

Aku yang berdiri tepat dihadapan mama menatap liar pada sosoknya yang saat itu bagiku begitu luar biasa menggairahkan. Cahaya lampu LED 40 watt tentu cukup terang untuk menyoroti setiap lekuk indah tubuh mama yang terbalut lingerie itu.

Kini aku berjongkok sambil mengusapi betis dan merayap hingga ke paha montok mama, bahkan hidung dan mulutku juga mulai ikut mengendus-endus layaknya seekor anjing mendapati seonggok daging segar. Kini tanganku menyusuri lekuk-lekuk pantat dan selangkangannya. Baju tipis setinggi paha itu aku singkap.

Kini mulut dan hidungku menciumi celana dalam mama, mulai dari bagian selangkangan hingga bokongnya, namun aku masih belum membuka celana dalam imut yg hanya menutupi bagian tengah selangkangannya itu. Aku mulai merayap keatas kearah buah dadanya yang terbungkus kain tipis itu… Aaahh… aroma tubuh mama sungguh mengguh menggoda, entah parfum apa yang dia pakai, setauku mama belum pernah memakai parfum dengan aroma seperti ini.

Kini aku berdiri saling berhadapan dengan mama, seraya kupeluk mama. Hmm.. dengan mengenakkan sepatu high-heel yang lumayan tinggi, tinggi kami menajadi sejajar, padahal tinggi badanku 178 cm, sedangkan mama 168 cm, itu artinya tinggi heel sepatu itu sekitar 10 cm. Mama memberi reaksi dengan mengecup lembut bibirku.

“Mama… aku mencintaimu ma..” ucapku, seraya membalas ciuman mama.

“Mama juga mencintaimu anakku sayang… Ayo cintaku, cicipi memek mamamu ini dengan mulutmu sayang… nikmatilah memek yang dulu melahirkanmu kedunia ini… dan kamu juga harus kenali memek mama ini… kenali setiap bagian dan sudutnya… sayangi dia sebagaimana kamu menyayangi mama… Namun kamu juga bebas memperlakukan memek ini sesukamu, sesuai seleramu…

Kini posisi mama duduk dibibir ranjang. Sejurus kemudian aku telah berjonggok dengan wajah menghadap tepat didepan selangkangan mama. Kuraba kedua paha mama dengan masing-masing tanganku, sebelum akhirnya kutarik lepas celana dalam yang menutupinya. Wooww… benar-benar memek tembem yang mempesona. Botak tanpa adanya bulu selembarpun.

Hmmm.. memek yang bersih dan terawat. Beda sekali dengan memek Ririn yang hanya berbentuk segitiga dengan bagian tengahnya terdapat belahan garis vertikal. Memek mama ini tidak sesederhana itu. Bentuknya lebih komplek, tampilannya bagaikan dua buah gundukan yang saling berjejer, dengan bagian tengahnya mengintip keratan daging.

“Aaaaagghhhhh… nikmat sekali sayaaang… jilatin terus memek mama sayang… jilat sampai dalem sayang… uuuuugghhhhhh…” mama merintih nikmat, sambil kedua tangannya meremas-remas rambutku.

Sebagaimana yang diminta mama, lidahku semakin merangsak masuk kedalam liang vaginanya dan kugelitik-gelitik dengan cepat.

“Aaauuuugghhhhh… iya sayang, nikmaaaatt… Uuuuhhhhh… disedot-sedot sayang… dihirup… aaahhh…”

Hmmm… betul juga apa yang dikatakan mama, memek setembem dan sudah basah seperti ini memang paling nikmat disedot… mmm… cairan birahi yang sudah mulai membanjiri liang memeknya ini pasti segar untuk diseruput dan ditelan.

Zzzrruuuuffffhhhh… zzzrruuuffffhhh… srodootttt… mmmm.. nyemm.. nyemm… sungguh lezaat… nyemm.. nyemm… zzzrrruuufffhhh… zzzrrruuupuut…

Cairan hangat yang gurih dan agak asin kuhirup dan kutelan dengan rakus, nafsu yang memuncak membuatku semakin gemas, sepertinya bukan hanya cairan memeknya saja yang ingin aku hirup, kalau perlu memek ini sekaligus ingin kutelannya, hingga kusedot dengan kuat sampai mama terpekik kaget.

“Uuuuuuhhhh… iya, sedot terus sayang… nikmati air memek mama… minum sayang… aaaaaahhhh… yesss… Aaaaauuuwwww… gila kamu sayang… pelan-pelan nyedotnya sayang… bisa ikut tersedot juga nanti memek mama… aaagghhhhh… yeesss… uuuuhhh…”

“Itilnya juga sayang… itilnya kamu isep-isep dan dikenyot-kenyot… yeeesss… iya gitu sayang… aaahhh.. pinter kamu… uuuuuhhhhh… sedaaaap…”

Sekitar 10 menit sudah aku mengoral memek mama, tak ada satu milipun yang luput dari jilatan lidahku, mulai dari bibir vagina, lubang senggama, itil, bahkan selangkangannyapun ku jilat habis.

“Ma… sekarang mama nungging ya… Bagus mau mencicipi juga bagian belakang mama…” pintaku.

Ya, bokong mama yang super besar itulah yang aku idam-idamkan, sehingga tak mungkin aku lewati kesempatan itu.

Seperti yang kumau, kini mama menungging diranjang dengan bokong menghadap padaku.

Woooww… sungguh pemandangan yang menakjubkan, pantat mama yang sudah besar itu semakin terlihat besar dengan posisi mama yang menungging seperti ini. Fuh, siapa yang tidak menelan ludah menatap pantat besar putih dan mulus dengan posisi seperti itu, dibalut pula dengan lingerie tipis nan seksi, plus sepatu high-heel yang menghias kaki indahnya.

“Ya, ampun ma… mama seksi sekali sih ma… mungkin bidadari disurgapun tidak akan seseksi ini…” pujiku, sambil menatap dan meraba-raba buah pantatnya yang bulat itu, tentu saja sambil kuciumi dan kujilati dengan gemas, bahkan sesekali kutampar.

“Aaaaauuuwww… ih, koq ditampari gitu sih sayang pantat mamanya…” ujar mama dengan manja.

“Abis pantat mama ini ngegemesin banget sih ma… jadi geregetan…” jawabku, sambil meremasi bongkahan pantat mama.

Wooww… Kini perhatianku tertuju pada kerutan-kerutan kecil dibagian tengah antara dua bongkahan buah pantat. Kerutan-kerutan yang mengerucut kesatu titik pusat… pada titik pusat itulah liang pelepasan mama, alias anus atau dubur.

Dulu aku pernah mencoba menyentuh liang anus Ririn, tapi dia langsung menolaknya, alasannya jorok katanya, semenjak itu aku tak pernah lagi mencoba menyinggung Ririn untuk bersensasi dengan lobang anus seperti halnya yang aku tonton difilm-film bokep. Disamping itu juga, pernah saat aku dan Ririn nonton film bokep bersama, dia bilang tak suka dengan adegan anal seperti itu.

Dengan pertimbangan itu pula aku tak pernah menyinggung sensasi seks anal dengannya, karena aku memegang teguh prinsip seks yang tanpa pemaksaan. Aku tak ingin partner seks hanya berpura-pura suka sekedar untuk menyenangkan pasangannya. Karena yang aku inginkan adalah sama-sama menyukai apa yang kita berdua lakukan, sehingga aktifitas seks menjadi lebih mengasikan dan menyenangkan.

Apakah mama akan seperti Ririn juga. Baiklah aku akan coba menyentuh anus mama ini.

Yes, saat jari jemariku menyentuh dan menggesek-gesek bagian duburnya, mama justru mendesah nikmat, itu artinya ada kemungkinan dia menyukainya.

“Ma… Bagus boleh jilatin anus mama nggak…?” tanyaku. Sebaiknya aku memang bertanya terlebih dulu, dari pada nanti mama justru marah padaku dengan pertimbangan bahwa lubang anus itu kotor dan terdapat banyak kuman-kuman penyakit, sebagaimana yang pernah dikatakan Ririn padaku.

“Woooww… tentu mama akan senang sekali dong sayang kalau kamu mau jilatin anus mama… mmm.. tapi kamu enggak jijik kan sayang… itukan tempat keluarnya e’ek…”

“Enggak koq ma… Bagus justru kepingin banget jilatin anus mama… Bagi bagus sih, apapun yang ada pada diri mama enggak ada yang menjijikkan… semuanya layak untuk dicicipi dan dinikmati…”

“Oohh… kamu itu so sweet banget sih sayang… kata-katamu itu selalu membuat hati mama melambung diawang-awang deh…” ujar mama, sambil tangan kanannya mengusap-usap lembut pipiku.

“Betul koq ma… apa yang bagus katakan itu bukan sekedar gombal… Nanti pada saatnya akan Bagus buktikan bahwa apapun yang ada pada diri mama layak untuk di… mmm.. nyamm.. nyamm…” jawabku, diikuti dengan ekspresiku layaknya seorang sedang mencicipi makanan lezat.

“Ih, kamu itu bisa aja deh gus… emangnya mama ini kulkas apa, yang isinya penuh dengan makanan… Udah cepetan dong sayang, mama juga udah enggak sabar nih mau ngerasain anus mama dijilat-jilatin sama anak mama… mmm… pasti nikmat deh…” ujar mama, sambil tangan kirinya menggosok-gosok area duburnya itu.

Tanpa pikir panjang lagi, kusibak belahan pantat mama menggunakan kedua ibu jariku sehingga kerutan-kerutan pada duburnya tampak mengembang, memperlihatkan liang pelepasannya yang berwarna ping kemerahan. Kupandangi beberapa saat sekedar mengagumi keindahannya. Sesekali lubang pelepasannya itu berdenyut-denyut bagai pantat ayam.

Dan pada akhirnya lidahku mulai menjilat-jilat diseputar anus mama.

“Uuuuuuuuuhhhhhh… nikmaaatnyaaa… terus sayaaaaang… aaaahhhh… enak sekali ternyata gus… mmmmmmhhhh… sedaaaaapp… baru kali ini gus mama ngerasain anus mama dijilatin… dulu papamu gak pernah… aaaahhhhh… kamu memang anak yang berbakti pada mamamu gus… uuuuuhhh…

Sukurlah itu artinya mama pasti terkesan dengan aksiku ini.

Semakin liar saja lidahku beraksi. Aroma khas lubang anus justru membuatku semakin terbius dalam nikmat birahi. Kuhirup dalam-dalam aromanya itu bagai seorang pecandu yang tengah menghirup serbuk heroin. Diriku bagai lupa diri, seperti hilang akal sehat. Saluran yang sejatinya adalah tempat keluarnya kotoran yang menjijikkan, justru kulumat dan kucicipi dengan rakus.

“Terus gus… kamu masukin lidahmu sampai kedalam lobang anusnya sayang… kamu tusukin lidahmu kesana… Uuuuuuuuuhhhhh… yeeeessss… sedaaaaappppp… rasanya nikmat sekali gus… bener-bener terasa… uuuuuuhhhhh…”

Kini lidahku merangsak masuk hingga kedalam rongganya. Kugerakan kepalaku maju mundur, sehingga lidahku bagai berpenetrasi didalam liang dubur mama.

“Aaaaaawwwww… iya gus… entotin lobang anus mama pakai lidahmu itu sayang… yang kenceng sayang… aaaaahhhh… uuuuuhhh…” racau mama, sambil pantatnya bergoyang menyundul-nyundul kewajahku.

Puas dengan aksi menjilat-jilat dan menusuk-nusuk dengan lidah, kini aku mulai menyedot-nyedot dan mengenyot-ngenyot dengan gemas…

Shhhroottt… shrroott… zzhhhrrruuuff… zzhhhrrruuuuuffff…

Lucu juga melihat reaksi mama yang tampak kelojotan dengan aksiku ini.

“Aaaaaauuuwww… aaaauuwww… aauuuuwww… aduuhh… aduh.. duh… gila kamu gus… pelan-pelan sayang… aaahhh… aaawww… aaawwww…”

Beberapa kali mama menjauhkan pantatnya dari wajahku, namun berkali-kali pula aku tarik lagi dan kembali kusedot-sedot lubang pelepasannya itu.

Puas dengan aksiku itu, akhirnya kubenamkan wajahku pada pantat mama untuk beberapa saat, tentu saja dengan liang anusnya tepat dimulutku.

Seolah mama paham dengan yang kumau, tangan kiri mama meraih kepalaku, menarik dan menekan-nekan pada pantatnya. Bukan itu saja, pantat mama juga memberikan dorongan kearah wajahku. Dengan aksinya itu, praktis wajahku terbenam penuh didalam dekapan pantat besarnya.

Wooww… betapa nyamannya kurasakan berada didalam himpitan pantat besar mama. Walau sulit bernafas, namun aku tetap betah berada didalam dekapan daging empuk yang kenyal ini.

“Hiyaaaaaa… dekap dan nikmati pantat mamamu ini sayang… aaahhhh… sungguh kamu begitu menyayangi pantat mama ya… uuuuuuhhh… makan tuh pantat mama sayang… nikmati terus aromanya… uuuhhh… uuhhh.. uuuhh…” mama terus meracau sambil menekan bokongnya kebelakang seolah mendesak-desak wajahku dengan pantatnya.

Fuuaaahhhh… akhirnya aku lepaskan wajahku dari himpitan pantat besar mama. Aku hirup udara sebanyak-banyaknya, setelah hampir lima menit aku kekurangan pasokan oksigen.

“Gus… sekarang giliran mama dong mencicipi punya kamu… mama kan belum kenalan sama kontol kamu… mama pingin juga dong ngemut-ngemut sama ngenyotin kontol anak mama…” pinta mama, yang posisinya kini sudah tidak lagi menungging, namun kini mama duduk menjuntai dibibir ranjang, sehingga memeknya yang tembem kini tepat berada didepanku.

“Oke ma… “setujuku. Namun baru saja aku hendak berdiri, tapi niat itu segera kuurungkan. Padahal masing-masing tanganku sudah berpegangan pada paha mama.

Hmm… ada sedikit kesenangan kecil yang ingin kupinta dari mama.

“Apa lagi sayang… ayo dong kamu cepet berdiri, biar mama nyicipi kontol kamunya sambil duduk…” protes mama, karna dilihatnya aku hanya duduk bersimpuh dibawah mama sambil kedua tanganku memegangi paha mama.

“Mmm… anu ma… bagus haus… tolong dong ma… mama ludahi mulut bagus… biar bagus minum… plis ya ma…” rengekku, tentu saja alasan sebenarnya bukanlah karena aku haus. Sensasi menelan ludah mama sebenarnya yang aku dambakan. Seperti yang aku bilang pada mama sebelumnya, dimana bagiku apa yang ada pada diri mama selalu menggodaku untuk mencicipinya.

“Ih, kamu itu aneh-aneh aja deh… masa’ sih haus minumnya air ludah mama… minum air aja sana…” ujar mama, dengan gaya yang menggoda. Aku yakin sebenarnya mama paham bahwa alasanku meminta ludah mama bukanlah karena untuk menghilangkan rasa haus, tapi semata-mata untuk mendapatkan sensasi sensasi seksual.

“Enggak mau ah… Bagus maunya ludah mama aja… pasti lebih sedap rasanya… plis dong ma…” rengekku lagi.

“Ih, dasar kamu gus… ya udah, buka mulutmu sayang… biar mama lepehin ludahnya kedalam mulutmu…” ujar mama, dengan sikap masing-masing tangannya memegangi kedua bahuku.

“Oke ma… aaaaakkkk…” jawabku, seraya kubuka mulutku lebar-lebar sambil mendongakan wajah keatas. Wajah mama yang berada diatasku sekitar 30 cm mulai memonyongkan bibirnya, sepertinya air ludah telah terkumpul dimulutnya. Dan beberapa saat kemudian cairan ludah mama yang bening dengan sedikit buih berwarna putih serta agak kental mulai menetes lambat dari mulut mama, yang kemudian jatuh tepat kedalam mulutku.

“Mmmmm… nyem.. nyem.. nyemm… glek… makasih ma…” ucapku, setelah kutelan habis semua air ludah yang diberikan mana.

“Enak sayang air ludah mama…?” tanya mama lembut.

“Mmmm… nikmat sekali ma… beneran…”

“Ya udah, kalo gitu sekarang kamu diri, mama udah enggak sabar nih mau icip-icip kontol anak mama…” pinta mama, diikuti dengan mengecup lembut bibirku.

Begitu aku berdiri, mama langsung menarik lepas celana pendekku sekaligus dengan celana dalamnya. Sedangkan aku melepas t-shirt yang melekat pada tubuhku, dengan begitu kini aku telah telanjang bulat, yang berdiri dihadapan mama dengan batang kontol berdiri tegak.

“Ya ampun Baguuuss… kontol kamu gede banget sih sayaaang… ini sih dua kalinya kontol papa… astagaaa… anak mama kontolnya bisa gede gini diapain sih…” kaget mama dengan mata terbelalak. Untuk beberapa saat mama hanya memandang takjup saja, baru kemudian dengan digenggam bagian pangkalnya, batang penisku itu dipukul-pukulkannya pada pipi dan wajahnya sendiri.

“Masa’ sih ma… dua kali lebih besar dari punya papa…?” sebenarnya aku memang nyadar kalau batang penisku ini termasuk besar. Itu dapat kubandingkan dengan milik para aktor porno yang filmnya sering aku tonton. Banyak dari antara mereka yang batang penisnya lebih kecil dariku, terutama yang film jepang, hampir semua batang penis mereka masih dibawahku.

Pernah secara iseng Ririn mantan pacarku itu mengukurnya dengan penggaris, dan panjangnya 21 cm, namun untuk diameternya aku belum pernah mengukurnya, tapi yang pasti ukurannya lebih besar dari pegelangan tangan Ririn, karena saat ririn menggenggamnya terlihat kontras sekali, bahkan sering juga dia memainkannya dengan dua tangan.

“Iya gus.. mama enggak bohong.. ini sih super banget sayaaang… mmm.. bakalan puas nih mama gus… uuuuuhhh… gemes… gemes… gemes… Ah, mama kenalan dulu sama kontol kamu ya sayang…” terang mama, diikuti dengan menciumi sekujur batang penisku mulai dari ujung kepalanya sampai dengan testisnya.

“Memangnya tadi malam mama gak perhatiin, koq baru sekarang terkesimanya ma…” tanyaku penasaran, karena seingatku walaupun aku masih mengenakan celana dalam model boxer, tapi seberapa besar ukuran penisku masih bisa disimpulkan, terlebih lagi mama juga menggesek-gesekan selangkangannya.

“Iya sih gus… tapi semalem pikiran mama masih sedikit gugup dan ja’im… jadi gak sampai mikir kearah sana… apalagi semalam kamu masih pakai celana… jadi mana mama tau kalau kontolmu bakal segede gini… mmmmm… kontol sayaaang… kontol supeerr… lihat nih pa, kontol anakmu… kontolmu sih belum seberapa pa…

Kini lidah mama mulai menyapu batang penisku dengan lembut dan pelan, yang diikuti dengan erangan nikmat keluar secara spontan dari mulutku

“Aaaaaaahhhhhhh… sedap ma… yeeeeessss…” gumamku, sambil kedua tanganku memegangi kepala mama.

Sekitar dua menit mama menjilati srkujur penisku, hingga biji pelerkupun tak luput, bahkan mama mama juga menyibak lubang kencing pada bagian ujung kontolku itu, saat telah terbuka, ujung lidah mama diarahkan kedalamnya, seraya digelitik-gelitik dengan lembut, sambil sesekali mama melirik kearahku yang tengah merintih-rintih karena merasa sedikit ngilu.

“Memang kamu belum pernah ngerasain lubang kencing kamu dijilatin kaya’ gini gus…?”tanya mama yang menghentikan sejenak aksinya itu.

“Belum ma… baru kali ini…”
“Kamu suka..?”
“Suka dong ma… rasanya agak ngilu ngilu gimana gitu, tapi nikmat ma…”

Bila dibandingan dengan Ririn, perlakuan mama terhadap batang penisku jauh berbeda. Mama lebih ekspresionis, seolah penisku itu adalah anak bayi yang sedang ditimang-timang dan disayang-sayang. Seolah batang kontolku itu sedang diajak berkomumikasi. Berbeda dengan Ririn yang langsung saja dikulumnya.

Kini mama mulai mengulum ujung kontolku, dan terus dimasukan hingga separuhnya. Aaahh… rupanya mama mengemut dan mengenyot-ngenyotnya. Uuuhhh… nikmat sekali sedotan mama.

“Zzzzzzz… aaaaahhhh… sedap ma… aaaaahh…” erangku, merasakan nikmatnya mulut mama menyedot-nyedot kontolku, bagaikan anak sapi sedang menyusu pada induknya. Sensasi yang seperti ini termasuk pula yang belum pernah Ririn berikan padaku. Yang dilakukan Ririn hanya memasukan kedalam mulutnya lalu dikocok-kocoknya berapa saat sambil kepalanya bergerak maju mundur, sedang tangannya memegangi bagian pangkal kontolku, karna yang sanggup Ririn masukan kedalam mulutnya memang tidak sampai separuhnya, sehingga sepauhnya lagi biasanya digenggamnya sambil dikocok-kocok.

Hmmm… sepertinya kini mama mencoba memasukan batang penisku lebih dalam… dan, wooww.. lebih separuhnya berhasil ditelan. Dan sepertinya tidak sampai disitu saja, setelah berhenti beberapa detik, mama kembali mencoba terus menekan kedepan dengan maksud agar batang penisku terus masuk lebih dalam.

“Woooww… mama super sekali ma… Ririn saja Cuma sanggup menelan tidak sampai separuhnya… mama memang hebat…” kagumku melihat apa yang dilakukan mama.

Sejurus kemudian mama mulai memaju mundurkan kepalanya dengan tempo yang cepat, sehingga begitu riuh terdengar suara kecipakan dimulut mama.

“Glohghhh… gloghhh… ghloghh… glhogghhh… mmmhhh… hhmmm… mmuaahhh… ghloopp.. bloopphh… Ghllaagghh… ghllaagghhh… ghllaaagghh… mmffgffhh…”

Wooww.. sungguh luar biasa… terlihat binal sekali mama, ditambah lagi dengan mulut hingga dagunya yang belepotan dengan cairan ludah kental.

“Mama seksi sekali ma… Bagus jadi enggak sabaran pingin cepet-cepet ngentotin memek mama…” ujarku, terus terang aku memang sudah sange’ berat, ingin rasanya kuentot memek ibu kandungku ini.

Mendengar itu, mama segera menghentikan aksinya.

“Ya udah kalo gitu sayang… mama juga udah kepingin banget ngerasain memek mama ditoblos sama kontol gede anak mama… ayo sayang… entotin mama sekarang…” ujar mama, seraya dirinya merangkak menuju ketengah ranjang, dan langsung berbaring mengangkang, memperlihatkan liang vaginanya yang basah merekah siap dientot.

Tanpa pikir panjang, aku segera menaiki ranjang untuk menyusul mama, dan segera kuposisikan tubuhku diatas mama, atau tepatnya aku duduk diantara kedua kaki mama yang mengangkang.

“Ayo sayang… langsung toblos aja dong… “pinta mama, sambil kedua tangannya menarik pinggulku.

Setelah kuarahkan ujung kontolku tepat dimuka liang memek mama. Sekali dorong, blesss… masuklah separuh batang jakarku didalam lubang memek mama. Ya, lubang yang 19 tahun lalu itu mengeluarkan aku kedunia ini, sekarang balas kumasukan batang penisku ini.

“Uuuuuuuugghhhh… mantep bener kontol kamu sayang… betul-betul terass bener… uuuuhhhhh… teken lebih dalem lagi sayang… iya gitu terus… terus sayang… aaahhh… tambah enak sayang… aaaaaaahhhhh… ya Allah enak banget sih kontol anak kandungku ini… aaaahhhh…”

Kugoyang pantatku maju mundur dengan posisi duduk, sedang mama masih tetap berbaring telentang, sementara kedua tangannya meremas-remas pantatku, atau membantu menekan kedepan seolah agar tusukanku semakin kuat menghantam lubang memeknya.

Ah, memek mama memang jauh lebih legit daripada milik Ririn. Sungguh menggigit dan lebih hangat, bahkan kurasakan seperti ada sensasi empot ayamnya.

“Aaaaahhhh… memek mama enak banget sih ma… uuuhhh… legit banget ma… dan serasa ngempot-ngempot lagi ma… aaaahhh… sedaaaappp…” gumamku, sambil tanganku meremasi tetek mama yang sebelumnya oleh mama memang sengaja diturunkan lingrie tipis yang menutupinya tadi, sehingga kini menyembul keluar, membuatku leluasa meremasinya.

“Uuuuuhhhh… Lebih enak mana memek mama sama memek Ririn sayang…?”

“Ya jelas enakan memek mama dong ma… jauh lah ma… bagai bumi dan langit… aaahhh… ”

Semakin kuat saja aku menghantam lobang memek mama, sehingga menimbulkan suara yang riuh diruangan ini.

Brroottt… brrooottt… brroot.. brooottt… plok.. plokk.. plokk.. plokk…

Ya, bunyi yang timbul dari gesekan antara kontolku dan memek mama, berpadu dengan suara tumbukan pahaku dan paha mama membuatku semakin bersemangat menyetubuhi mama.

“Bagus entot yang lebih kenceng lagi enggak apa-apa ma…?”

“Iya gak apa-apa gus… justru mama suka sekali sayang… entotin mama kebih kenceng lagi sayang… biar mama tambah enak… ayo sayang… entotin mama yang kasar… entotin memek mama yang brutal… yang brutal anakku sayang… aaaahhhh…”

Seperti yang yang diinginkan mama, dan keinginanku juga tentunya, kugenjot sekuat tenaga bokongku, sehingga ranjang tempat menampung tubuh kami berdua ini seperti akan roboh saja dibuatnya.

Krek… krek… krek… krek… sambungan-sambungan kayunya sepertinya bagai menjerit-jerit menerima polah kami yang kebangetan ini. Mudah-mudahan saja tempat tidur antik yang katanya buatan jaman Belanda ini masih tetap kokoh menahan goncangan yang kuberikan.

“Aaaaaa… huu… aaah.. hu… aaa… aaaa… aaa… ter.. russ… gussss… han.. tam… te.. rruu… uuuusss… en.. tot… wwuuh… uuu… aaahhh… bang.. sat… kamu… guuu.. uuuss… huu.. aaaaaaa… aaaaa… aaa…”

Lucu juga melihat respon mama menerima hantaman super cepatku itu. Tubuhnya bergerak-gerak maju mundur seirama hantaman bokongku. Sampai-sampai buah dadanya itupun bergerak-gerak gondal-gandul sangat cepat. Untuk berbicarapun jadi agak terputus-putus karena seluruh badannya ikut terbanting-banting dibuatnya.

Ah, mudah-mudahan saja besok pagi pinggulku tidak encok karena terlalu diporsir.

Brroootttt… brroott… brroottt… brrrooottttt… plak.. plak.. plak… plak… plak…

Semakin riuh saja ruangan itu. Kulihat mama semakin menggila, keringat membasahi wajahnya, begitupun diriku, yang juga sudah basah kuyup dengan keringat, padahal ruangan ini berAC, entah apakah ACnya yang kurang sejuk, atau dasar karena aktifitas kami yang terlampau aktif, sehingga panas yang dikeluarkan tubuh jauh lebih banyak ketimbang sejuknya ruangan.

“Aaaaaahhh… gus… mama… mau… keluar.. gus… aahh.. cium mama… ciumin mama gus… mmmmmm… mmmffff… mmmffff… hhh.. mmff…”

Segera kumenundukan tubuhku dan langsung melumat mulut mama sebagaimana yang dia pinta. Ah, mama membalasnya dengan buas hingga aku gelagapan, sampai-sampai bagian belakang kepalakupun dirangkul kuat dengan kedua tangannya.

“Mmmmmm… mmmmmm… mmmmmmm… “

Lenguhan mama tertahan oleh kecupanku, namun dari reaksi dan ekspresinya yang semakin liar, sepertinya mama sedang merasakan puncak kenikmatannya. Ya, mama sedang orgasme, itu aku dapat aku rasakan dari liang memeknya yang semakin becek, serta pantatnya yang mengangkat-angkat keatas.

Kurasakan mama hanya tergolek pasrah, sepertinya mama sudah tuntas alias sudah puas, dan kulepaskan pagutan mulutku dari mulutnya. Gempuran kontolkupun semakin kukurangi kecepatannya, bahkan kini hanya aku genjot dengan irama yang lambat namun tetap tandas dan mantap.

“Uuuuuuuhhhhh… makasih banyak ya gus… mama benar-benar bahagia sekali… seumur-umur baru kali ini mama ngalamin ngentot yang begitu nikmat… kamu memang luar biasa sayang…” ucap mama, sambil tangannya mengusap-usap pipiku.

“Aaahhh… iya ma… sama-sama ma… Bagus juga bahagia bisa ngentotin mama kandung Bagus sendiri… uuuhhh…” jawabku, sambil tetap menggenjot memek mama dengan irama yang slow.

“Ooohh… sukur alhamdulillah kalau kamu merasa bahagia bisa ngentotin memek mama gus… kamu memang sungguh anak yang berbakti pada orang tua…” puji mama.

“Oh iya ma… nanti pejunya mau dikeluarin dimana ya ma…?” tentu saja aku perlu untuk menanyakan itu, aku kawatir mama marah kalau aku ceroboh dengan mengeluarkannya didalam vagina mama, karena setahuku haid mama masih teratur, karena usia mama memang masih 42 tahun, dan itu artinya mama masih berpotensi untuk bisa hamil.

“Dikeluarin didalem aja gus…” jawab mama. Hmm.. mungkin sekarang ini bukan sedang masa suburnya mama, sehingga dia berani memutuskan itu.

“Ini lagi bukan masa subur ya ma…?” tanyaku untuk sekedar memastikan.

“Enggak koq… kayaknya ini justru masa subur mama… baru 4 hari lalu mama selesai datang bulan…” jawab mama enteng, tentu saja aku kaget dengan jawaban itu, sampai-sampai aku menghentikan sodokanku.

“Waduh… gimana ini, nanti kalau hamil bisa berabe ma…” protesku.

“Nyantai aja sayaang… mama tuh mau punya anak dari kamu, itu udah mama pikirkan matang-matang semuanya… udah deh, sekarang kamu keluarin aja peju kamu didalam memek mama… Ayo sayang, taburu rahim mama dengan benihmu… mama ingin sekali punya anak dari anak kandung mama sendiri… kamu mau ya sayang…

“Oke deh ma kalau begitu sih… Apa sih yang tidak Bagus turuti kalau mama minta… Lagi pula, Bagus juga ingin punya anak dari mama… Bagus juga ingin menghamili mama… kayaknya sesuatu banget bisa menghamili ibu kandung Bagus sendiri…” terangku, yang kini sudah mulai kembali batang kontolku menyodok-nyodok liang memek mama.

“Aaaiiihhhh… so sweet kamu sayang… kamu benar-benar anak yang baik… ayo sayang entot mama yang lebih semangat… hamilin mama sayang… bumtingin mama kandungmu ini…” ujar mama dengan senang.

Entah mengapa kata-kata mama itu membuat nafsu birahiku tambah meninggi. Ada sensasi yang menggairahkan saat mama mengatakan “hamili mamamu ini sayang”

Sensasi itu pada akhirnya memicu gairahku memuncak, yang pada akhirnya kurasakan puncak nikmat birahi yang tiada tara.

“Aaaaaaahhhh… maaa… Bagus mau keluar ma… aaaaahh…” ujarku, setengah memekik.

“Iya sayang… keluarkan dirahim mama sayang… pejuin memek mama… pejuin memek ibu kandungmu ini… iyeeesss…” suport mama, sambil kedua tangannya menekan pantatku.

“Aaaaahhhhhhhh… nikmaaaaaaat…” pekikku, bersamaan dengan itu berhamburlah beberapa CC cairan kental kedalam liang vagina mama.

Dan akhirnya tubuhku ambruk diatas tubuh mama, dengan rasa puas didalam jiwa.

“Makasih ya ma… Bagus puaass banget…” ucapku, yang langsung dijawab mama dengan kecupan lembut pada bibirku.

“Sama-sama sayang… mama juga bahagia kalau kamu puas… oh iya sayang, kontol kamu jangan dicabut dulu ya… biar nancep aja dimemek mama… biar pejunya enggak tumpah… biar cepet bunting…” ucap mama dengan lembut dan setengah berbisik.

“Iya ma… Bagus juga suka koq kalau kontol Bagus terus berada didalam memek mama… rasanya nyaman gitu ma… serasa damai hati ini…” ucapku jujur.

“Ah, Bagus anakku sayang… mamapun juga demikian sayang.

Dan entah untuk berapa saat, kamipun tetap dengan posisi seperti itu.

Hampir satu jam juga posisiku masih berada diatas tubuh montok mama. Tentunya dengan batang penisku masih tertanam didalam liang vaginanya.

Mulai dari penisku masih berdiri tegak, kemudian mengecil saat beberapa menit selesai orgasme, sampai mulai kembali berdiri tegak lagi seperti sekarang ini.

“Aduh gus, mama haus nih… tapi gimana caranya ya, soalnya mama juga gak mau kalau kontol kamu harus berpisah dengan memek mama… gimana dong sayang…” rengek mama, manja.

Ada-ada saja mamaku ini, ingin minum tapi tak ingin lepas dari kontolku ini. Bagaimana caranya.

“Ya gimana dong ma…?” jawabku, sambil berpura-pura berpikir.

“Oh iya sayang… itu diatas meja kecil dipinggir tempat tidur kayaknya ada Aqua botol… coba kamu ambil deh…” usul mama. Memang sih aku lihat ada satu botol air mineral dengan ukuran botol sedang diatas meja kecil tempat mama biasa meletakkan ponsel dan aksesorisnya. Tapi untuk meraihnya tanpa harus melepaskan kontolku dari memek mama, jelas tidak mungkin.

“Ya, kalau Bagus ngambil itu, tetap harus cabut kontol dong ma…” protesku.

“Eeiiiyy… no.. no.. no.. pokoknya mama enggak mau… memek mama gak rela berpisah dengan kontol kamu sayang…” ujar mama. Ih mama ini lebay banget deh.

“Terus gimana dong…?” tanyaku.

“Mmm… gini aja… kita bangun… kita duduk aja… jadi posisinya kita kondisikan kayak posisi orang lagi ngentot gaya duduk… oke..?” usul mama.

“Jadi kita ganti posisi ma…?”

“Iya, tapi jangan sampai terlepas lho… oke.. siap-siap… kita bangun bareng-bareng… satu.. dua.. tigaaa…”

Akhirnya kami berhasil merubah posisi tanpa melepas tautan kelamin kami. Ah, beruntung kontolku sudah kembali berdiri tegak, sehingga menancap dalam pada liang memek mama.

Hmm.. seandainya sudah ciut, agak sulit juga kurasa. Besar kemungkinan akan lepas.

Ya, kini posisiku duduk selonjor, sedangkan mama duduk diatas pahaku. Tentunya dengan batang kontolku masih nancep mantao didalam memek mama.

Fuh, lumayan juga ini pahaku yang ukurannya sedang-sedang saja diduduki tubuh mama yang cukup montok.

“Geser agak kepinggir sayang… tangan mama masih belum sampai nih…”

Dengan susah payah kugeser-geser tubuhku mendekati meja kecil dengan masih diduduki mama.

“Yes… dapet… berhasil…” berhasil juga tangan mama meraih botol itu, seraya membuka tutupnya dan menenggaknya hingga srparuh botol.

“Aaaah… legaaa… kamu minum sayang…? “tawar mama, sambil menyodorkan botol kearahku.

“Gak mau ah ma…”

“Emang kamu gak haus…?”

“Haus juga sih sebenarnya..”

“Kenapa gak mau minum kalau haus…?”

“Mmm… Bagus Cuma mau minum yang dari mulut mama…”

“Maksudnya gimana…” heran mama, sambil mengerutkan kening.

“Mama minum dulu, tapi jangan ditelan… mama tahan aja dimulut… terus mama lepehin air itu kemulut Bagus… oke ma…?”

Mama tersenyum mendengar penjelasanku itu.

“Ih Bagas… kamu itu bawaannya romantis banget sih… oke deh, kalau itu sih… mama akan dengan senang hati melakukannya…” terang mama, seraya menenggak sisa air didalam botol itu.

“Mmmm… emmm…” ujar mama, sambil tangannya memberi isyarat untukku agar membuka mulut.

Kubuka mulutku lebar-lebar, dari atas mama telah bersiap-siap. Pipinya kulihat agak mengembung.

Sejurus kemudian suurrrr… mama menumpahkan cairan dari dalam mulutnya, yang tepat masuk kedalam mulutku yang terbuka. Ah, cairan agak hangat memasuki rongga-rongga mulutku.. glek.. kutelan semua tanpa sisa.

“Mmmm… sedap ma… itu masih ada ma… lagi ma…” ujarku sambil menunjuk botol yang dipegang mama.

Mama mengulangi apa yang dilakukan sebelumnya, yang juga kutenggak dengan antusias.

Ah, memang ada kenikmatan tersendiri meminum air yang diberikan langsunh dari mulut orang yang kita cintai dan kasihi.

“Makasih ya ma…” ucapku, seraya kucium bibir mama dengan lembut.

“Sama-sama sayang… mama juga merasa tersanjung dengan yang kamu lakukan itu… Mama merasa kamu begitu mengasihi mama…”

“Pasti dong ma… Bagus akan selalu mengasihi dan mencintai mama…” ucapku. Kini mama menciumku, dan untuk beberapa saat kami saling berciuman.

“Oh iya ma… nanti kalau umpamanya mama hamil, terus bagaimana kita menjawab pertanyaan dari orang-orang, terutama ditempat kerja mama… bagaimana mempertanggung jawabkannya ma…?” tanyaku, tentu saja hal itu adalah kekawatiran yang lumrah pada diriku sebagai anak kandung mama.

“Tentu semua itu sudah mama pikirkan gus… rencana mama begini, mama akan mengarang cerita, bahwa mama sebetulnya telah menikah siri, suami siri mama itu seorang pengusaha yang waktunya sering dihabiskan diluar daerah. Saat perkawinan berjalan 6 bulan, suami mama terkena korona disuatu daerah, umpamanya di Kalimantan, kan ceritanya pengusaha batu bara, dan suami mama itu meninggal.

Sedang untuk versi keluarga, termasuk Kak Indah, karena kalau mama katakan bahwa kami sudah menikah tentu mereka akan bertanya-tanya, masa’ kalau sudah menikah keluarga dekat sampai enggak tau sih, walaupun cuma nikah siri, keterlaluan banget. Jadi untuk keluarga dekat, mama akan cerita seolah-olah kami pacaran, ya biasalah layaknya pacaran seperti kamu sama Ririn itu, pacaran tapi entot-entotan, dan akhirnya hamil, yang kelanjutannya sama dengan versi pertama meninggal karena korona..

“Gimana dengan tetangga ma…?”

“Ah, tetangga disini mana pernah perduli satu sama lain… itu gak perlu dikawatirkan… kita mau jungkir balik aja mereka enggak perduli…” benar juga dengan apa yang dukatakan mama, dikomplek real-estate yang lumayan bonafid seperti disini, orang-orangnya memang sangat individualis.

“Oke deh ma… Bagus setuju sekali… keliatannya itu bakalan lancar deh ma..”

“Siapa dulu dong… mamamu…” puji mama, pada diri sendiri.

“Oh iya gus… tadi sore kamu sempat bilang, katanya kamu pernah intipin mama, mamanya kamu tau kalau memek mama ini tembem… emang sejak kapan kamu suka intipin mama…?”

“Ih, mama Bagus jadi malu nih… udah lama ma… waktu sekitar SMP dulu, mungkin semenjak kelas 2 SMP, tapi kelas 2 SMA udah enggak lagi, kan udah ads Ririn…”

“Koq mama kandung kamu sendiri pakai kamu intipin sih… emang motivasinya apa…?”

“Enggak apa-apa sih ma.. Cuma nafsu aja…”

“Apa..? Nafsu..? Nafsu mau…” heran mama.

“Ya nafsu mau ngentotin mama lah… masa’ nafsu mau jitakin mama sih…”

“Ya ampun… Bagus. kelas 2 SMP udah ada pikiran mau ngentot sama mama kamu ya…”

“Iya ma… emang kenapa ma… abis mama seksi sih…”

“Ya, Enggak apa-apa sih… Cuma… mmm.. seandainya mama tau gus.. pasti.. mmm…”

“Emang kalau dulu mama tau gimana ma…?”

“Ya, enggak gimana-gimana sih… mmm.. tapi asik juga kali ya…” ujar mama sambil senyum-senyum sendiri seolah sedang membayangkan sesuatu.

“Jadi seandainya dulu mama tau, kalau Bagus ada keinginan untuk ngentotin mama, kira-kira mama akan kasih enggak…?”

“Kayaknya bakalan mama kasih deh gus… apalagi mama kan seorang janda… kan asik tuh, dapet brondong… yah, tapi akhirnya keduluan sama Ririn ya gus… terus kamu jadi lupa deh sama mama.. iih… seandainya dari dulu kamu bilang sama nama gus… pasti anak kita sekarang udah besar gus..” terang mama, menyesali diri.

“Gak apa-apa ma… kan sekarang Bagus sudah kembali pada mama dan melupakan Ririn… Sekarang Bagus akan selalu ada untuk mengentotin memek mama kapan saja… oke ma…” rayuku.

“Iya sayang.. maafkan mama ya, dulu kamu kepingin ngentot sama mama tapi enggak kesampaian, sampai dibela-belain ngintipin mama… mmmm.. kasian sekali sih anak mama…”

“Enggak apa-apa koq ma.. Eh iya ma, mama enggak merasa berdosa sama papa, karna mama ngentot sama Bagus yang adalah anak mama sendiri…?”

“Ya enggak lah gus… mama rasa papa justru merasa bahagia bahwa ternyata mama tidak nikah dengan orang lain. Dan papamu akan tambah berbahagia karena kita saling mencinta dan saling membagi… dan kebahagiaan papa akan semakin besar lagi begitu melihat kita yang adalah ibu dan anak kandungnya saling mengentot…

“Amiiin…” sambungku.

“Oh iya gus… ngomong-ngomong kita ngentot lagi yuk sayang… kayanya kontol kamu udah ngaceng lagi nih… mama rasa kayanya udah penuh banget nih memek mama… pasti kamu udah ngaceng maksimal ya… Ayo kita entotan lagi…”

Betul juga sih apa yang dikatakan mama, batang penisku memang sudah ereksi, karena memang birahiku kembali naik.

Obrolan kami tadi memang membangkitkan lagi hasrat seksualku.

“Tapi sekarang kan kita memang lagi ngentot ma…” ujarku, karna menurutku sedari tadi memang penisku masih bersarang didalam memeknya, walaupun memang tidak terjadi penetrasi yang inten, kecuali hanya diam pasif.

“Iya juga sih… tapi maksud mama ya dikocok-kocok sebagaimana layaknya orang ngentot gitu lho… biar keluar pejunya… biar mama semakin cepat bunting… hi… hi… hi…” ujar mama, seraya memeluk tubuhku dan mulai menaik-turunkan pantat besarnya.

Bless… bless.. bless… bless…

Plok.. plok.. plok.. plok…

“Aaaahh… kamu diem aja ya sayang… sekarang biar mama yang ngentotin kontol kamu… kamu cukup duduk manis aj… yang penting kontol kamu selalu tetap ngaceng… itu yang mama butuhkan.. huuuhh… huuhh… huuuh.. huuuh.. hiyaaaaa…”

Setelah itu mama mencium mulutku, sehingga sambil pantat mama turun naik, kami saling berpagutan.

Mmm… puas saling berpagutan, sekarang kami saling beradu lidah. Dimana lidah kami saling terjulur, lalu ujung lidah kami saling beradu dan menggoyang-goyangkannya kekiri dan kekanan. Ah, sungguh erotis dan mengesankan sekali.

Gerakan pantat mama semakin liar, bahkan sesekali pantatnya memutar bagaikan ulekan sambal. Wah, bisa keseleo batang kontolku kalau begini caranya.

Hingga selang beberapa menit tubuh mama mengejang sebagai tanda dirinya telah mencapai klimaks.

“Aaaaaaaaaggghhhhh… mama keluar sayang… uuuhhh kontol kamu enak banget sih… uuuuhhhhh… sedaaaaaaaappp…” Ya, seiring dengan itu memang batang penisku merasakan adanya cairan hangat yang keluar dari liang vaginanya.

Tak sampai satu menit, aku merasakan sesuatu pada diriku.

“Ma… Bagus mau keluar nih…” bisikku pada mama.

“Sayang, kalau memang kamu mau keluar kita posisi misionery aja sayang… supaya pejunya enggak ada yang keluar mubajir… biar ketampung didalam memek mama semua… ayo sayang, cepetaaan…”

Seperti yang dikatakan mama, segera kubaringkan tubuh mama kebawah. Cukup hanya dengan menjatuhkan tubuhku kedepan, praktis tubuh mama juga ikut jatuh dan berbaring telentang, sehingga aku dapat menggenjot mama dengan posisi seperti saat pertama kali aku menyetubuhi mama.

Tak sampai beberapa genjotan, bobol juga pertahananku, seiring tumpahnya air mani menyirami rahim mamaku untuk yang kedua kalinya.

“Iyaaa… terus sayang… sirami terus rahim mamamu dengan air manimu wahai anak kandungku… pejuhi memek mamamu… do’a kan semoga cepat hamil ya sayang…” oceh mama, sambil kedua tangannya menahan bokongku.

“Amin ma…” jawabku. Bersamaan dengan itu, tubuhku ambruk diatas tubuh semok mama. Tentu saja dengan batang penisku masih bersarang didalam liang vagina mama.

“Sampai besok pagi kontolmu baru boleh dicabut ya sayang…” bisik mama lembut.

Tak berapa lama, kamipun terlelap dalam damai…

Sekitar pukul 3 pagi aku terbangun. Hmm.. aku masih berkasurkan tubuh montok seorang wanita setengah baya dengan pakaian lingrie tipis berwarna ungu. Wanita yang kini masih tertidur lelap. Ekspresi wajahnya saat tidur tampak damai, tampak seperti tengah tersenyum. Mungkinkah dia tengah bermimpi indah, atau memang pada dasarnya hatinya tengah bahagia sehingga saat tidurpun dia tersenyum.

Hmm.. bisa jadi memang hati mama kini tengah berbahagia atau tengah berbunga-bunga.

Fuh, aku kebelet kencing pula. Tapi bagaimana, semalam mama pesan untuk jangan mencabut batang penisku yang tertanam didalam vaginanya ini. Hmm.. ada-ada saja mamaku ini. Sebenarnya aku merasa takjub juga, ternyata sampai jam segini batang penisku masih tertanam didalam vagina mama, walaupun tidak tandas, karena memang penisku mulai menciut disaat tidur, namun setidaknya penisku ini tidak meleset keluar dari jepitan vagina mama.

Untuk beberapa saat aku hanya memandangi wajah bahagia mama. Ingin kubangunkan tak tega juga hati ini. Padahal cairan didalalam kantong urin ini mendesak untuk dikeluarkan.

Akhirnya kuciumi saja sepanjang leher putih mama dengan lembut. Selang beberapa saat terlihat mama menggeliat lemah, sebelum akhirnya membuka mata, dan tersenyum saat sadar bahwa akulah yang menciumi lehernya.

“Mmmmmmmhhh… baru jam tiga sayang… kamu koq udah bangun… biasanya bangun siang…” tanya mama, dengan intonansi suara khas orang bangun tidur.

“Bagus mau pipis ma… udah kebelet nih… tapi.. mmm.. ini gimana ma… kata mama gak boleh dilepas…” ujarku, sambil menunjuk kearah selangkangan.

Mama justru tertawa kecil mendengarnya.

“Wah, mama baru nyadar… ternyata masih nancep ya gus… padahal mama sempat berpikir, paling-paling kalau kita sudah tertidur pulas itu akan terlepas sendiri, karna setau mama kamu kalau tidur itu enggak bisa diem… tidurnya diselatan, nanti bangunnya di utara.

“Ah, mama bisa aja… jadi gimana nih ma… kebelet banget nih…” rengekku.

“Ya udah dicabut aja sayang, lagian sekarang udah pagi koq… kan tadi malam mama bilang, jangan dicabut sampai besok pagi…”

Seperti yang dikatakan mama, aku cabut batang penisku. Plup… bersamaan dengan itu mengalir keluar cairan berwarna keruh agak encer dari sela-sela memek mama. Wooww.. banyak sekali, bahkan hingga membasahi paha mama dan sprei dibawahnya. Wajarlah karna itu hasil “tabungan” dari dua kali orgasme. Hmm..

Segera aku turun dari tempat tidur untuk menuju kekamar mandi yang memang terintegrasi dikamar ini.

“Sayang…” Baru saja aku hendak melangkah, mama memanggilku.

“Ada apa ma…?” tanyaku, yang dijawab mama hanya dengan memonyongkan bibirnya, sebagai sinyal dirinya minta dicium.

“Ih, manja banget sih mama… mmuuuacchh..” ujarku, kukecup lembut bibir mama. Setelah itu langsung kuberlari kecil menuju kamar mandi.

Sekembalinya dari kamar mandi, kulihat mama sudah kembali pulas. Dan akhirnya aku lanjutkan pula tidur disamping mama, toh saat ini baru jam 3 pagi.

Sinar matahari pagi yang menerobos masuk dari sela-sela daun jendela menjilat hangat diwajahku, sehingga membuatku terjaga. Kulihat di jam dinding telah menunjukan pukul 7 pagi kurang 10 menit.

Seperti biasa, mama telah bangun terlebih dulu. Kudengar suara kelotakan dari arah dapur, mungkin mama sedang mempersiapkan sarapan.

Tubuhku masih bugil, karena pada saat aku selesai kencing dini hari tadi langsung aku lanjut tidur tanpa sempat berpakaian. Kucari pakaianku disekitar kamar sudah tidak ada, mungkin langsung dibawa mama untuk dimasukan kedalam mesin cuci. Ah, lebih baik aku mandi dikamar mandi mama ini saja.

Selesai mandi aku keluar hanya dengan berbalut handuk milik mama. Kulihat mama yang sudah mengenakan pakaian seragamnya yang berwarna coklat, baik atasan blusnya maupun rok panjangnya yang khas wanita muslimah, namun mama mengenakan hijab warna hitam dengan corak bunga.

“Ayo sarapan dulu sayang…” ajak mama sambil menyiapkan piring diatas meja makan. Kulihat ada nasi goreng dan telur dadar yang telah disajikan pada masing-masing piring kami.

Karena perutku memang sudah lapar, membuatku langsung saja duduk dan menyantap nasi goreng telur dadar itu.

“Koq gak pakai baju dulu sih sayang… Cuma pakai anduk begitu, mana pakai anduk mama lagi…” tegur mama, sambil menuangkan orange juice kedalam gelas yang berada disamping makananku.

“Waduh… nanti aja lah ma… udah laper banget nih… semalem kerja berat sih…” jawabku, dengan mulut penuh makanan.

“Mama koq kelihatannya pagi ini bahagia bener sih ma… air mukanya itu lho.. keliatan sumringah gitu… glowing… lagi seneng ya ma… dapat promosi jabatan lagi..?” tanyaku.

“Promosi jabatan apaan… baru dua bulan lalu naik jabatan… naik anak kali…” jawab mama, tentu saja aku geli mendengar jawabannya itu.

“Naik anak… ha.. ha.. ha… ada-ada aja mama ini… yang ada Bagus yang naikin mama, kaya tadi malem itu…”

“Ah, bisa aja kamu gus… enggak koq, mama cuma lagi seneng aja… tapi enggak ada hubungannya dengan promosi jabatan atau urusan kerjaan segala macem…”

“Lantas apa dong…?”

“Mmmm… sebenarnya sih, hati mama tuh lagi seneng dan berbunga-bunga, karna… mmm.. karna kamu udah entotin memek mama…” ucap mama, sambil menatapku dengan mulutnya menggigit-gigit ujung pegangan sendok. Hmm.. tatapan mama begitu menggoda dan penuh arti.

“Apaan sih ma… ngeliatin Bagus sambil senyum-senyum begitu… bikin GR aja nih mama…” ujarku, sedikit salah tingkah.

“Ah, enggak koq… Eh gus, ngomong-ngomong semalem kamu koq doyan banget sih jilatin anus mama… enggak geli, gitu…?” tanya mama, sambil masih menatapku dengan senyuman “nakal” dibibirnya.

Hmm.. kontras juga seorang wanita mengenakan busana muslimah dan jilbab dikepala membicarakan hal-hal seks yang vulgar.

“Enggak tuh ma… malah Bagus suka banget.. kayaknya gimana ya.. gemes aja gitu ngeliat pantat gede, seksi, mana bodynya mantep… putih mulus… mmm.. ya suka aja ma… nafsu gitu lah… emang kenapa ma… mama merasa kurang nyaman…?”

“Ah, suka gitu kamu… masa’ kalau mama merasa kurang nyaman bisa sampai merintih-rintih gitu… mmm.. waktu sama Ririn berarti kamu biasa gitu juga dong ya.. keliatannya udah ahli gitu…”

“Enggak koq ma… belum pernah sama sekali malah… beneran.. baru cuma sama mama…”

“Serius kamu gus..?” heran mama.

“Iya ma… pernah Bagus coba gerepe-gerepe area anusnya aja Ririnnya udah protes, dia bilang dia gak suka area itu dijadikan eksploitasi seks… mmm.. pokoknya hal-hal yang berbau anal tuh dia paling anti… termasuk kalau film bokep ada adegan analnya dia langsung skip…”

“Oooww.. begitu… mmm… jadi kesimpulannya kamu juga belum pernah nyobain anal dong ya…”

“Ya pasti belum pernah lah ma… kan partner seks Bagus cuma Ririn aja, Bagus sama sekali gak pernah ngesek sama orang lain… kecuali sama mama tentunya…”

“Mmm… tapi kayaknya emang kamunya juga enggak suka anal seks kali ya…” duga mama, tapi dari ekspresinya yang senyum-senyum seperti itu aku yakin mama bermaksud menggodaku.

“Waaahhh… justru Bagus kepingin sekali nyobain anal seks ma… kaya yang di film-film bokep itu… tapi ya gimana, Ririnnya gak suka…”

“Aduuuh… kasian deh anak mama… mau ngerasain ngentot anal gak kesampaian…”

“Ya gitu deh ma…”

Kalau dilihat dari alur pembicaraan yang dibahas mama, ada indikasi mama ingin menawarkan aku untuk anal seks. dalam hati aku mengharap itu, tapi sebaiknya aku menunggu saja, sampai…

“Mmm… kamu mau gus..?” tawar mama.

“Mau apa ma…?” tentu saja aku sebenarnya hanya berpura-pura tidak tau dengan apa yang dimaksud mama itu.

“Ah, kamu itu… ya anal seks lah… ngentot anus… mau enggak kamu ngentotin lobang anus mama…?” terang mama.

“Wah, jelas mau banget dong ma… Sekarang ya ma… Bagus jadi ngaceng nih denger mama ngebahas soal anal seks…” ujarku, seraya menyingkap handuk yang membalut bagian auratku, memperlihatkan batang penisku yang berdiri tegak.

“Eeiiyy… ya enggak sekarang juga kali gus… kan mama sebentar lagi mau ngantor… kamu juga harus kuliah…” terang mama, sambil menengok kearah batang penisku.

“Gak apa-apa ma… Bagus udah gak sabarin nih mau ngerasain ngentot anal…” rengekku.

“Aduh kamu ini… mmm.. mama sih sebenarnya juga udah kepingin gus… tapi… waktunya ini… mmm.. gimana ya… ya udah lah… sekali-kali terlambat ngantor kan boleh…” ujar mama, sambil melirik sejenak kearah jam dinding.

“Nah, gitu dong… mama memang pengertian nih…” ujarku, dengan kegirangan, seraya kulepas handuk yang membalut ditubuhku.

“Tapi, sebelum kamu ngentotin lobang anus mama… mmm.. mama mau nyicipin anus kamu dulu lho… soalnya semalem mama gak sempet kan…” usul mama.

“Oke ma… Kebetulan Bagus juga belum pernah ngersain anus Bagus dijilat-jilat…”

“Iya, kamu curang sih… tadi malem kamu udah nyicipin anus mama, tapi mamanya belum…” ujar mama, seraya menghampiriku dan memberikan isyarat agar aku berdiri.

“Salah sendiri, kenapa mama gak minta tadi malem… pasti asik kan, kalau lidah mama yang seksi itu ngejilat-jilat dianus Bagus…”

Mama memintaku untuk berdiri sambil berpegangan pada bibir meja makan, kedua kakiku kugeser beberapa langkah kebelakang, sehingga posisi pantatku menjorok menantang kebelakang setengah menyngging.

Mama menarik salah satu kursi, yang kemudian diletakannya tepat dibelakang pantatku.

Dengan duduk dikursi, kedua tangan mama memegang buah pantatku. Aku menoleh kebelakang untuk dapat menyaksikan aksi mama menservis liang pelepasanku. Kulihat wajah yang kepalanya terbungkus jilbab itu mulai menciumi sekujur buah pantatku. Kini kedua ibu jarinya menyibak liang anusku, lalu menatapnya beberapa saat, seraya ditempelkannya ujung hidungnya pada anusku, diikuti dengan menarik nafas panjang sambil memejamkan mata.

“Mmmmmmm… aromanya saja sudah menggoda seperti ini sayang… pasti sedap nih kalau di icip-icip…” oceh mama. Merasa tersanjung juga aku mendengarnya.

Aaaaaaaaaggghhhh… sentuhan pertama lidah mama pada anusku membuatku menggelinjang sesaat sampai-sampai aku menarik kedepan pantatku karena terkejut.

“Rilek aja dong sayang…” ujar mama, yang kemudian kembali melanjutkan aksi “rim-job”nya itu.

“Zzzzzzz… uuuuuhhhhh… enak banget maaaaa… “erangku, sambil tanganku meremasi taplak meja.

Wooww… nikmat sekali rasanya sensasi liang anus mendapat sentuhan benda lunak dan basah yang bergerak menggrlitik-gelitik. Nikmatnya terasa masuk sampai kesanubari… dan, waaww.. sialan, mama mencoba menusukan ujung lidahnya kedalam anusku.. uuhh.. ngilu-ngilu sedap.

“Uuuuuugghhhhhh… sedap sekali maaa… zzzzzhhh… mmmmm…” erangku.

Semakin liar saja lidah mama bergerilya didalam liang duburku, gelitik-gelitikannya semakin lincah.

Slloop.. chloop… cleep.. slaapp.. shloopp…

Ludah yang membanjiri sekujur duburku menimbulkan suara kecipakan saat lidah mama beraksi, bahkan sesekali mulut mama menyedot-nyedot pelan liang anusku, yang membuatku bergelinjang-gelinjang dibuatnya.

Kulihat kini mama meludahi telapak tangannya beberapa kali, entah apa yang akan dilakukannya.

Wooww.. ternyata telapak tangan yang telah dibaluri ludahnya itu digunakannya untuk mengocok-ngocok batang penisku. Itu mama lakukan dengan cara tangan kanan mama seperti merangkul paha sebelah kananku agar dirinya dapat menggenggam penisku dari arah depan dengan lebih leluasa.

Aahh.. sedap sekali, sambil menikmati anusku yang dijilati mama, batang kontolku juga dikocok-kocok oleh mama. Hmm.. apa yang dilakukan mama saat mengocok penisku mengingatkan orang yang sedang memerah susu sapi.

“Aaaaahh… gila ma… enak banget ma… benar-benar Bagus dapat kenikmatan ganda kalau begini ma… uuuuhhh…”

Sebenarnya momen ini benar-benar mengasikan dan melenakan, tapi aku kawatir pertahananku keburu bobol sebelum sempat merasakan sensasi anal seks dari mama, terlebih lagi mama harus-harus cepat berangkat ke kantor.

“Ma… udah ya ma… bagus udah enggak tahan nih mau ngerasain ngentot anal sama mama…” pintaku, saat sekitar 15 menit mama menggarap liang anusku.

“Oke deh sayang… kamu udah enggak sabar mau menyodomi mama kamu ya…” setuju mama, yang kemudian segera berdiri dan menyingkirkan kebelakang kursi yang sebelumnya dia duduki.

“Pasti dong ma… takutnya Bagus keburu K. duluan sebelum sempat nganalin mama… habis servis mama tadi luar biasa banget, bakalan ngecrot duluan kalau diterusin…” ujarku, seraya mengecup mulut mama yang baru saja digunakannya untuk mencicipi anusku, bahka kami juga sempat saling berpilin lidah.

Sejurus kemudian mama melepas celana dalamnya, seraya berdiri sambil kedua tangannya berpegangan pada meja makan. Posisi yang sama persis saat aku menerima servis rim-job dari mama barusan.

Mama mulai menyingkap rok panjangnya hingga sebatas pinggang, sehingga terpampanglah pantat besar mama begitu menantang.

Wooww.. cahaya terang alami matahari yang menembus dari jendela dan beberapa akses masuk, membuat pemandangan ini terlihat sempurna dan jelas, keindahan kulit pantat mama yang putih semakin tampak menggairahkan.

Kini mama meludahi telapak tangannya beberapa kali, untuk kemudian mengoleskannya pada anusnya.

“Ayo, masukin kontol kamu le lobang anus mama anakku sayang… katanya kamu udah enggak sabaran mau ngentotin lobang pantat mama…” tantang mama, dengan gaya dan intonansi suara yang menggoda.

“Ih, mama seksi banget deh ma… nafsuin abis… “pujiku, seraya kuarahkan ujung kontolku dimuka lubang anus mama.

Blesss… tanpa menemui banyak kesulitan batang panisku telah berhasil membobol lubang dubur mama.

“Uuuuuuugghhhhhhh… tekan lebih dalam lagi sayang… biar mama tambah enak… mmmmhhh…” gumam mama.

Kudorong sekigus batang penisku sampai tandas, yang diikuti dengan desahan panjang mama.

“Zzzzzhhhhhh… Uuuuuuuuuhhhhh… mantep sekali gus… wooww… langsung penuh nih rasanya lobang pantat mama… aaaaagghhhhh…” ujar mama, dengan posisi kepalanya agak miring sehingga aku dapat menyaksikan ekspresi sensual mama yang mendesah dengan mata terpejam.

Wooww.. sebuah sensasi tersendiri menyaksikan wanita berbokong besar berseragam instansi pemerintah dengan model busana muslim rok panjang dan baju lengan panjang, serta jilbab yang membungkus kepala, dalam keadaan pantatnya disodok batang kontol dari belakang.

Hmm.. seandainya dipoto pasti akan menghasilkan nilai poto yang seksi abis, terutama dengan ekspresi mama yang sedang mendesah nikmat seperti itu.

Wooww… memang ada sensasi berbeda kurasakan pada batang penisku dibandingkan lobang vagina… kurasakan batang kontolku seperti dijepit ketat oleh otot-otot anus mama. Namun yang lebih dari itu adalah sensasi liarnya mengentot pada lobang yang sebenarnya bukan akses senggama ini, bertambah mengesankan lagi, yang kutoblos ini adalah lubang dubur mama kandungku sendiri, sehingga semakin komplit saja sensasi itu kudapat.

“Ma… anus mama Bagus genjot lebih kenceng lagi boleh gak ma…” pintaku.

“Boleh sayang… tapi cabut dulu kontol kamu, biar mama isep-isepin dulu ya sayang…” pinta mama.

Plup… seperti yang dipinta mama, batang penisku kucabut dari liang dubur mama. Woow.. suatu momen yang sensual saat sepersekian detik begitu penisku tercabut, dimana lubang anus mama tampak menganga seperti lubang sumur dan hanya beberapa saat kemudian lubang itu kembali menutup membentuk kerutan yang mengerucut.

Segera kusodorkan penisku kearah wajah mama, yang dengan antusias dikulumnya batang kontolku, kontol yang beberapa saat lalu berpenetrasi didalam lubang anusnya sendiri itu.

“Mmm… ghlop.. ghlop.. chlop… juiih.. juiihh… mmm.. udah sayang, sekarang kamu boleh entotin lagi anus mama sekuat-kuatnya… genjot yang kenceng ya sayang… biar tambah asik…” ujar mama, setelah mengulum beberapa saat, kemudian diakhiri dengan meludahi beberapa kali batang kontolku.

Batang penis yang telah berlumuran air liur mama itu kembali kutoblos masuk kedalam lubang anus mama, lalu kugenjot beberapa saat. Namun ingatanku kembali pada momen sebelumnya tadi, dimana begitu seksinya liang anus mama yang menganga lebar saat aku cabut.

Hmm… tentu saja aku tergoda untuk kembali menyaksikan momen sensual itu.

Brroott… brroot… brroot… plup…

Kembali kulihat rongga menganga sekian detik setelah batang penisku kucabut. Sehingga menggodaku untuk mengulangi aksi itu beberapa kali. Kumasukan, lalu kugenjot tiga kali, dan kucabut lagi. Bahkan lubang yang terbuka itu sempat juga beberapa kali kuludahi.

“Ih, kamu tuh macem-macem aja deh sayang… katanya mau ngentotin mama yang kenceng… ini koq malah mainin lubang anus mama gitu sih…” tegur mama.

“Nanti dulu ma… soalnya anus mama saat terbuka lebar ini eksotis banget ma… sensual dan menarik untuk dilihat…” jawabku, sambil masih bermain-main dengan anus mama.

“Iya deh… kalau memang kamu suka sih…”

Puas dengan permainan itu, kembali aku memompakan batang penisku maju mundur walaupun masih dengan irama yang tidak terlalu cepat.

“Ayo dong sayaaang… entotin yang kuat dong biar lebih mantep…” pinta mama.

“Oke ma… nih rasakan hantaman kontol Bagus… huuhh… huuhh.. huuhh.. huuhh… “bersamaan dengan itu, bokongku mulai bergergerak maju mundur dengan kecepatan tinggi serta hantaman yang kuat dan bertenaga.

“Aaaaaahh… teruuss… guus.. man.. tap… ini.. gus… hajar.. terus… bo’ol.. ma.. ma.. gus… sodomi yg kuat gus… aaaaa… aaaaaaaa… aaaaaa…” pekik mama, sambil tangannya berpegangan erat pada bibir meja.

“Huuuhhh… huuhh.. huuhhh… enak banget.. lobang.. bo’ol mama… huuhh.. huuhh… huhh… seperti menggigit batang kontol Bagus… maaa… huuh.. huuhh.. huuhh…” racauku, sambil terus membombardir anus mama.

“Iyaaaaa… kontol.. kamu… juga… enak… anakku.. sayaaang… anak kandung… mama… sayaang… yang.. doyan.. ngentotin.. mama.. kandungnya… sendiri… aaaaaa… aaaa… aaaaa… jebol deh.. bo’ol.. mama… tapi.. asik.. sayang… aaaaa… sedaaapp… kontolmu… terasa.. sampai… ulu..

Wah, meja ini mulai bergeser sekitar setengah meter akibat guncangan dan dorongan yang terlalu keras, bahkan gelas mama sudah terjatuh dilantai dan pecah, tapi tentu saja kami tidak memperdulikan itu semua.

Brroottt… brroott… brroott.. brroott… plak.. plak.. plak.. plak…

Suara-suara itu terdengar begitu erotis bagiku, bagaikan suara tabuhan pemberi semangat, sehingga bagai tak ada letihnya walau sudah sekitar 15 menit aku menganal mama dengan kekuatan penuh ini. Tubuh telanjangkupun sudah basah kuyup dan tampak berkilat, padahal aku baru saja mandi.

Hingga akhirnya, sampailah pada puncak kenikmatanku.

“Aaaaa… Bagus keluar maaaaaa… aaaaa… bo’ol mama enak banget sih… aaaahhh…”

Crroottt… crrrooott… crrooott… crrooott… bersamaan dengan rasa nikmat itu, menyemburlah cairan hangat kental menyirami liang pelepasan mamaku, hingga akhirnya aku berdiri diam dengan batang penis masih tertancap didalam anus mama.

“Fuuuhhh… terima kasih ya ma… mama sudah mau memberikan anus mama untuk Bagus entot.. padahal mama kan harus ngantor…” ujarku.

“Enggak apa-apa sayang.. mama juga suka koq bisa merasakan lubang anus mama dientotin sama kontol gede anak mama ini… Gimana kesan-kesannya merasakan anal seks untuk yang pertama kali sayang…”

“Woooww… luar biasa sekali ma… bakalan ketagian nih…”

“Sukur deh kalau begitu sayang… mmm.. kalau begitu dicabut aja kontolnya sayang… cabut dari anus mama… mana kan harus berangkat kerja.. udah terlambat nih…” pinta mama.

“Oh iya.. maaf ya ma…” dan bersamaan dengan itu kucabut batang penisku daru lubang anal mama. Sempat kulihat cairan pejuku yang keluar dari sela-selanya, lalu mengenai paha hingga ke kaki mama, namun aku yakin didalam anus mama masih banyak lagi pejuku yang masih “terjebak” didalam.

Beberapa saat kemudian mama langsung memakai celana dalamnya yang terlampir disandaran salah satu meja makan.

Setelah memakai sepatu, mama segera pamit padaku.

“Mama berangkat dulu ya…” ujar mama sambil menyodorkan tangan kanannya padaku yang masih duduk dikursi dalam keadaan bugil, yang langsung aku cium.

“Kontolnya disalamin juga dong ma…” celetukku, bergurau.

“Ih, ada-ada aja kamu… mama berangkat dulu ya kontol sayang… nanti sore kontol boleh masuk lagi ke dalam memek atau anus mama…” ucap mama, sambil memijit-mijit batang kontolku.

“Oke deh, mama jalan dulu… udah terlambat setengah jam lebih tuh…” ujar mama, sambil menengok pada jam dinding.

“Oke ma, hati-hati dijalan…” ucapku.

“Oh iya gus.. inget, kamu pagi ini punya utang lho sama mama…?”

“Utang..? Utang apaan..” heranku.

“Iya, kamu itu udah klimaks, udah ngecrot… sedangkan mama masih kentang nih…” terang mama.

“Ooww.. itu, beres deh ma… nanti sore Bagus lunasin utangnya… plus dengan bunganya…”

“Siiipp… janji ya… oke deh kalau gitu… salam ngentot selalu ya anakku sayang…”

“Salam ngentot selalu juga mamaku sayang…” jawabku.

“Oh iya ma… itu koq anus mama enggak dibersihin dulu.. kan masih ada peju Bagus didalam… nanti celana mama basah lho ma…”

“Enggak apa-apa sayang… malah biar semakin berkah… anggap saja ini bekal untuk dikantor… biar temen-temen mama dikantor bisa juga nyium aroma peju anak mama… hi.. hi… hi…”

Barsamaan dengan itu, mama meluncur menuju garasi mobil.

Sekitar jam 2 sore mama pulang, kali ini jauh lebih awal dari biasanya. Dan seperti biasa juga sambil membawa makanan untuk santap malam kami berdua, yang tentunya dibeli mama diperjalanan pulang ngantor tadi.

“Selamat sore cintaku… wooww… sudah mandi ya… Nah gitu dong, anak mama itu harus rajin dan enggak boleh jorok…” sapa mama dengan ceria, saat aku tengah duduk bersantai diteras depan. Hmm.. perasaan kemarin juga disaat mama pulang aku sudah mandi. Namun tentu saja itu bukanlah hal yang penting untuk dipermasalahkan, apalagi memprotesnya, seraya aku berdiri dan membuntuti langkahnya dari belakang.

“Tumben pulangnya agak siangan ma…”tanyaku, sambil kurangkul tubuh mama dari arah belakang, saat dirinya meletakan kotak sterosform yang dibungkus plastik kresek warna putih.

“Iya sayang… kebetulan tadi kantor mama akan diadakan penyemprotan disinspectan untuk sterilisasi virus corona, jadi beberapa pegawainya dipulangkan lebih awal…”

“Iya, ma… malah mulai besok kegiatan perkuliahan dikampus untuk sementara ditiadakan… diganti dengan kuliah online dirumah katanya…”

“Ya enggak apa-apa lah sayang… kan untuk meminimalisir penularan… Aduh sayang, kamu koq genit banget sih.. Aauu… Mmmmhhh… mama belum mandi sayang.. badan mama masih bau lho… eehhhmmmm.. uugghhhhh… kamu udah gak sabaran ya sayang… mmmhhh..” gelinjang mama sambil memejamkan mata saat aku juga mulai beraksi mengecup dan menjilati leher dan tengkuk mama, setelah terlebih dulu menyingkap jilbabnya.

“Mmmmmmhhh.. seharusnyakan yang gak sabaran itu mama sayang… tadi pagi kan mama belum klimaks.. tapi koq justru kamu yang… mmmmfffhhhh…” belum selesai mama melanjutkan ucapannya, mulutku memagut mulut mama saat wajahnya menengok kebelakang.

“Buka celananya ya ma… Bagus mau entotin anus mama lagi…” bisikku pada telinga mama, setelah puas kami saling berciuman.

“Iihh… pasti mulai ketagihan anal sex nih.. hi.. hi.. hi…” ucap mama, seraya mengangkat rok panjangnya hingga sebatas pinggul.

Setelah kupelorotkan celana dalam mama sebatas lutut, langsung kulepas celana pendekku.

Tanpa basa-basi batang penisku yang sudah berdiri tegak kuarahkan pada liang anusnya.

“Gus… peju kamu yang tadi pagi masih didalam lho… belum sempet mama bersihin…” bisik mama, saat ujung penisku baru menyentuh liang analnya.

“Memangnya dikantor tadi mama gak sempet bersihin..?” tanyaku, seraya mengecup lembut bibir mama.

“Memang sengaja gak mama bersihin koq sayang… mama justru ingin peju anak mama selalu ada didalam memek atau anus mama saat mama bekerja… biar mama jadi lebih semangat… hi.. hi.. hi..” bisik mama dengan genit.

“Ih, mama ini macem-macem aja deh… bikin Bagus makin tambah gemes aja sama mama…”

“Koq mamanya digemesin sih, emangnya gemes pingin ngapain sih sayang…?”

“Gemes pingin entotin mama terus dong ma…”

“Kalau gitu ayo dong, langsung ditoblos aja lobang anus mama…” tantang mama.

Dengan celana dalam mama yang melorot hingga batas lutut, otomatis membuat paha mama tidak bisa merenggang, sehingga keadaan itu membuat belahan pantat mama merapat, namun untunglah kedua tangan mama menyibak belahan pantatnya, walaupun agak sulit memasukannya, namun akhirnya bless.. masuklah batang penisku menembus liang anusnya dengan posisi mama berdiri dengan kedua kaki merapat.

“Mmmmm… uuugghhhh… sempit ya sayang…” lenguh mama.

“Iya ma, lobang anus mama jadi lebih menjepit… uuuuhhh…” jawabku.

“Enggak apa-apa sayang.. kan malah lebih asik… mulai digenjot sayang… aaaagghhhh…”

Walau terasa sempit dan menjepit, namun untunglah sisa spermaku yang masih tersimpan didalam liang anus mama dapat membantu memberikan pelumasan, sehingga batang penisku dapat berpenetrasi dengan lancar.

Hmm… aku tak ingin mengulangi aksiku seperti pagi tadi dimana beberapa barang yang ada diatas meja jatuh akibat guncangan dari aktifitas yang kami lakukan, tentu saja aku tak ingin lagi direpotkan untuk membersihkan sisa-sisa pecahan gelas dilantai sebelum kami makan malam.

“Mama berdiri didepan dinding situ saja ya ma…” bisiku, seraya kami berjalan perlahan dengan batang penisku masih tertancap didalam anusnya, untuk menuju kearah dinding ruangan yang jaraknya sekitar 4 meter.

Kini mama berdiri dengan tangan berpegangan pada dinding, sedang celana dalamnya masih melorot sebatas lutut.

“Cepet digenjot lagi sayang…” pinta mama.

Akupun mulai menghujamkan batang kontolku maju mundur, menyodok-nyodok liang anal mama sambil kedua tanganku meremasi buah pantatnya yang super besar dan bulat bagai gentong tanah liat.

Broott… broott.. broott… brroot… plak.. plok.. plak.. plok…

Ada momen yang bagiku cukup sensual, saat buah pantat mama bergoyang dribbling disaat menerima hantaman pinggulku. Ya, bongkahan daging besar itu bergerak dengan sendirinya saat menerima tumbukan. Hmm.. sebuah pemandangan yang membuatku gemas, hingga memancingku untuk menampar-nampar buah pantat itu beberapa kali.

“Mmm… uuuhhh… sambil ciumin mama sayang… sambil ngentot kamu ciumin mama… mmmmffhhhh…” pinta mama, sambil menengok kearah belakang dan membuka mulutnya.

Seperti yang diminta, kulumat bibir terbuka yang menagih untuk disosor itu, yang disambut dengan buas oleh mama.

Sekitar lima menit kami beraksi dengan posisi berdiri, aku meminta mama untuk menungging dilantai. Sebuah posisi yang paling ideal untuk anal seks.

“Mama nungging dilantai aja ya ma… Bagus mau entot mama dogie-style…” pintaku.

“Kamu mau ngentotin bo’ol mamamu dengan gaya anjing kawin sayang…?” bisik mana.

“Iya ma… Bagus kan belum nyobain ngentot gaya nungging sama mama… pasti pantat gede kayak mama sip deh kalau dihajar nungging…”

“Ya, udah… kalau gitu cabut dulu dong kontol kamu sayang… “ Setelah kucabut batang penisku dari liang anus mama, mama segera melepaskan celana dalamnya yang masih melekat sebatas lutut.

Sejurus kemudian mama telah memposisikan diri menungging diatas lantai, memperlihatkan bokongnya yang menantang kearahku.

Sadar aku hanya memandang kagum kearah pantatnya, mama menari-narikan pantatnya dengan goyangan ala afrika dengan ekspresi wajahnya yang menggoda. Wooww.. gumpalan daging pantat mama ikut bergoyang-goyang bergelombang seiring gerakannya itu. Hmm.. sungguh liar dan menggoda.

“Iiih… ini pantat apa tempayan sih ma… gede bangeeet.. bener-bener bikin gregetan ngeliatnya…” ujarku, seraya kuremas dengan gemas kedua sisi buah pantatnya, dan diikuti dengan kuciumi dan kujilat-jilatinya dengan rakus sepanjang pantat hingga liang anusnya.

Hingga akhirnya kutelusupkan kembali batang kontolku kedalam liang anus mama.

Dengan posisi menungging seperti ini memang lebih leluasa untuk anal seks, dan batang penisku juga lebih tandas dan mantap menghantam liang dubur mama.

“Mmmmhhh… uuhhhh… kontol kamu koq nikmat sekali sih sayang… uuuhhh sedaaap… terus sayang.. entotin terus lubang anus mama… kamu suka kan sayang… mama juga sukaaa.. sekali… uuuhh…” racau mama. Kali ini mama sambil menggosok-gosokan memeknya dengan tangan kanan, sedangkan kepalanya direbahkan diatas lantai dengan posisi miring kanan, sehingga aku dapat menyaksikan wajah mama yang mengerang nikmat dengan mata separuh terpejam, semakin kontras dengan jilbab yang masih membungkus kepalanya.

Sepertinya vagina mama sudah basah dan becek, itu dapat kupastikan suara kecipak gosokan tangannya.

“Sayang… tolong entotin memek mama dulu ya sayang… mama kaya’nya udah mau keluar nih… buruan sayang… toblos nemek mama…” pinta mama, yang segera aku tindak lanjuti.

“Oh iya sayang… nanti kalau kamu keluar, tolong pejunya kamu keluarin dimemek mama aja… biar mama cepet hamil… plis ya sayang… gak apa-apa kan… nanti-nanti kan kamu masih bisa entotin lobang pantat mama lagi… oke ya sayang…”

“Beres deh ma… apapun akan Bagus lakukan supaya mama segera bunting… yang pentingkan mama bahagia…” jawabku, bersamaan dengan itu aku mulai menggenjot memek mama dengan kecepatan tinggi.

Saking gencar dan kuatnya hantaman penisku, pipi sebelah kiri mama yg bertumpu pada lantai tampak ikut bergerak-gerak maju mundur seirama goyangan pantatku, praktis pipi dan jilbab mama menjadi kain pel pembersih lantai.

“Aaaaaagghhhhhh… genjot terus sayang… entotin memek mama… bikin mama cepet bunting sayang… aaahhhh.. uuhh… uuhhh… mmmffhhh.. aahhh… yeess… uuhhh… uuhhh… uuhhh… tambah enak aja kontolmu gus… uuuhh… bangsaattt…”

Tak sampai satu menit, mama menunjukan indikasi kalau dirinya telah mencapai puncak kenikmatan seiring dengan pikikannya yang semakin histeris dan liar.

“Aaaaaaahhhhh… mama keluar gus… aaahh… enak banget… uuuuuuhhhh… entot yang kenceng sayang… aaaaaaahhhhh… anjing kamu gus… kenapa enak banget sih sayang… aaaahhhhhhh…” Oceh mama, mengekspresikan puncak kenikmatan yang dirasakannya. Dan selang beberapa saat mamapun terdiam dalam puas.

Selang beberapa saat akupun merasakan hal yang sama. Kugenjot dengan penuh tenaga, bahkan pantat mama kutarik dengan dua tanganku saat aku mendorong kedepan pinggulku dengan harapan tumbukan dari dua arah yang berlawanan akan membuat semakin tandas penisku menghujami liang vagina mama.

“Aaaaahhhhhh… Bagus ngecrot maaaa… aaaaaahhhh… enak banget nih memek lonte jalaaaang… aaaaahhh…” bersamaan dengan itu tumpahlah air maniku membuahi liang vagina mama. Sebuah momen nikmat yang berlangsung hanya beberapa detik namun memberikan rasa puas lahir batin.

Dan akhirnya tubuhkupun ambruk diatas punggung mama yang masih menungging. Namun beban tubuhku merubah posisi nungging mama menjadi telungkup.

“Maaf ya ma… tadi Bagus sempat kelepasan memaki mama lonte jalang… Bagus gak kontrol ma, terbawa emosi… habis enak banget sih…” ucapku, setelah kukecup lembut pipi mama.

“Enggak apa-apa sayang… mama malah suka koq… kalau lagi ngentot sih asik-asik saja sayang, untuk menambah sensasi seks biar lebih hot… asal jangan dalam sehari-hari aja kamu mengumpat seperti itu…”

“Ya, enggak mungkin lah ma… dalam sehari-hari sih Bagus akan selalu berkata lembut dan romantis untuk mamaku tersayang… muuuaacchh…” ucapku, dan kembali kukecup mama, namun kali ini pada bibirnya.

“Oh iya sayang… kontol kamu jangan dicabut dulu ya sayang… tunggu lima meniiit aja… mama koq kayaknya merasa nyaman dan damai kalau lagi begini sama kamu… mama merasa disayang gimanaaa gitu…”

“Iya ma… Bagus juga merasa bahagia kalau lagi begini sama mama, perasaan waktu sama Ririn dulu, Bagus enggak sebahagia ini deh ma…”

“Iya sayang… mama juga harus jujur, tanpa bermaksud mengecilkan almarhum papa kamu… ngentot sama kamu kayaknya rasanya jauh lebih nikmat dan lebih memuaskan hati…”

“Kalau dipikir-pikir, mungkin ini karena kita adalah ibu dan anak ya ma… sehingga ada hubungan batin yang erat diantara kita, yang akhirnya membuat kita bagai sebuah satu kesatuan…”

“Ah, sok tau kamu sayang…” goda mama.

“Iya ma… dan bukan itu saja, hubungan ibu dan anak pula yang membuat kita seolah satu selera… apapun yang Bagus suka, pasti mama juga suka.. umpamanya yang barusan tadi, Bagus mengira mama bakalan tersinggung dengan umpatan Bagus yang mengatakan nama lonte-jalang, tapi ternyata mama bilang justru mama suka…

“Mmmm… mungkin juga sih sayang… ternyata kamu pinter juga menganalisa ya…”

“Iya dong ma… kan Bagus seorang analis…”

“Apa tuh analis…?”

“Analis itu artinya pecinta anal ma… itu gabungan dari kata “Anal” ditambahkan “is” anal artinya anal seks, sedangkan is itu orangnya atau pelakunya… jadi kalau digabungkan artinya adalah PengAnal, atau orang yang suka anal, ya sama ajakan dengan pecinta anal…”

“Ha.. ha.. ha… bo’ong banget kamu ih… ngaco deh kamu.. ngarang… itu sih namanya cucoklogi, alias dipaksa dicocok-cocokin… ih dasar kamu… pinter banget sih ngarangnya…” ucap mama, sambil tertawa terbahak-bahak dengan candaanku tadi, akupun juga tertawa. Hmm.. sungguh sebuah kehangatan yang mengasikan.

Beberapa saat kemudian mamapun memintaku untuk menyudahi pergumulan ini.

“Udah ya sayang… mama mau mandi dulu… kan mama belum mandi… dicabut dulu ya kontolnya sayang…” pinta mama dengan lembut.

Akhirnya aku bangkit berdiri dari tubuh telungkup mama, disusul mama yang juga langsung berdiri.

“Nanti setelah mama mandi, kamu ingin mama pakai pakaian apa sayang…?” tanya mama, sambil melangkah menuju kamarnya.

“Bagus sih lebih suka mama enggak pakai apa-apa ma…”candaku.

“Hi.. hi.. hi… kayak orang gila dong telanjang…” ujar mama, seraya menghilang dibalik pintu kamarnya, meninggalkan aku yang kini telah tergolek disopa depan tivi dengan tubuh bagian bawah telanjang hanga mengenakan t-shirt.

Setengah jam sudah, semenjak mama masuk kedalam kamarnya untuk pergi mandi. Selama itu pula aku hanya berbaring rileks disofa ruang keluarga sambil menonton tivi dengan masih bertelanjang dan hanya mengenakan kaos oblong. Batang penisku yang beberapa waktu lalu masih tegak perkasa menghujami memek dan anus mama kini terkulai kemas tak berdaya.

“Ayo sayang.. kita makan dulu… mama tadi beli soto ayam nih…” kudengar suara mama dari arah ruang makan.

“Baru juga jam 3 sore ma, masa’ sudah makan malam sih…” protesku.

“Tadi dikantor mama belum sempat makan siang sayang.. laper nih.. apalagi tadi begitu mama pulang langsung digenjot sama kamu… tambah lemas deh mama… Ayo, kamu makan aja sekalian, mumpung masih anget nih… soto kalau sudah dingin gak enak lho…”

Dengan agak malas aku bangun, duduk sejenak, lalu melangkah kearah ruang makan. Sampai disana kulihat mama tengah mempersiapkan makan malam.

Namun yang membuat aku terperangah adalah mama melakukan semua itu dengan tanpa selembar benangpun ditubuhnya, alias bugil. Namun aku yakin mama sudah mandi, karna wajah mama tampak begitu segar dan cantik dengan polesan make-up yang menantang serta aroma tubuhnya yang wangi semerbak.

“Koq telanjang ma…?” tanyaku, seraya duduk dikursi tempat biasa aku duduk saat makan.

“Tadi kamu bilang lebih suka liat mama telanjang…” jawab mama, sambil menuang kuah soto pada mangkuk.

“He.. he.. he.. mama dianggap serius deh… padahal Bagus tadi cuma iseng koq…” ujarku cengengesan.

“Jadi sebenarnya kamu gak suka nih, kalau mama telanjang begini…?”

“Wah, suka sekali dong ma…”

“Kirain gak suka… kalau gak suka, ya mama pakai baju aja…”

“Ih, mama suka gitu deh… jangan dong ma… Bagus emang lebih suka mama telanjang koq… mmm.. kalau gitu Bagus telanjang juga lah…” ujarku, seraya kubuka t-shirt yang masih melekat pada tubuhku, sehingga kini diriku juga total bugil seperti halnya mama.

Kini mama mulai duduk dan nenyantap hidangannya, sedangkan aku baru mulai menuangkannya pada piringku.

Hmm… melihat mama telanjang dengan make-up menantang seperti ini membuat batang kontolku kembali berdiri tegak, kulihat sambil makan mama sempat melirik kearah kontolku ini.

“Koq makannya males-malesan gitu sih sayang… gak selera ya…?” tanya mama, seraya menenggak habis segelas air putih, yang menandakan mama telah merampungkan makan malamnya, karena memang piringnya telah bersih.

“Enggak juga sih ma… mmm.. cuma agak males aja…” jawabku, sambil mengunyah malas nasi yang baru saja kusuap. Pada dasarnya memang aku belum lapar, karna sekitar jam setengah satu tadi aku sudah makan siang.

“Jangan males-males makan kaya’ gitu dong… kamu harus banyak makan… biar kuat… apa perlu mama yang suapin nih…”

“Enggak deh ma… emangnya anak kecil pakai disuapin segala…”

“Abisnya sih kamu, udah mama beliin soto ayam sama ati ampela goreng, ada sate telur puyuh juga… itu kan makanan bergizi semua… supaya stamina kamu kuat untuk ngentotin mama, selain itu juga supaya kualitas sperma kamu baik… biar ampuh dan cepet bikin mama hamil.. supaya mama bisa cepat dapat anak sekaligus cucu dari kamu…

Hmm.. disuapin mama kaya’nya lucu juga nih, hingga munculah ide dikepalaku.

“Iya deh ma… Bagus mau disuapin mama…”

“Ih, kamu tuh… konyol deh, mama cuma nyindir kamu koq… lagian udah gede gitu, siapa juga yang mau nyuapin kamu…” sanggah mama sambil menertawai aku.

“Iya ma… Bagus serius nih… mmm.. tapi cara nyuapinnya begini ma… mmm.. gimana ya…” agak ragu juga aku mengutarakannya.

“Ya gimana…?”

“Mmm… agak konyol sih sebenarnya.. tapi kayaknya asik deh…”

“Iya… seperti apa..?” tanya nama, sepertinya mama mulai penasaran.

“Begini ma… Bagus duduk dikursi seperti ini, lalu mama naik diatas Bagus… terus kontol Bagus dimasukin dimemek mama.. mmm.. ngentot posisi WOT gitu lho ma… kita saling berhadab-hadapan… lalu sambil kontol Bagus berada didalam memek mama, mama nyuapin Bagus… kan romantis tuh ma… setuju gak ma…?

“Ih, kamu itu macem-macem aja deh sayang… tapi asik juga sih kayaknya… dengernya aja mama udah horny…”

“Oh iya ma… nanti waktu nyuapinnya enggak pakai sendok lho…”

“Pakai apa dong…? Pakai tangan maksudmu…?” tanya mama dengan agak mengerutkan kening.

“Bagus mau… mama nyuapinnya pakai mulut mama sendiri…”

“Maksudnya gimana sih…? Belum paham betul mama..” kembali mama mengerutkan kening.

“Mmm… mama makan aja nasinya, terus mama kunyah sampai halus, baru kemudian mama lepehin kemulut Bagus untuk Bagus telan…”

“Ih, kamu jorok deh gus… emangnya kamu enggak jijik..?”

“Enggak ma… malah Bagus suka banget… mmm… tapi kayaknya mama keberatan ya ma… kalau mama keberatan ya enggak apa-apa sih ma… mama bisa nyuapin Bagus seperti biasa dari sendok…”

“Enggak koq gus… justru mama malah tersanjung kalau kamu sudi memakan makanan yang dilepehkan dari mulut mama… mmm.. malah sepertinya ada sensasi sensual tersendiri yang pastinya mengasikan…”

“Itu dia ma yang Bagus maksud… kayaknya ada sensasi tersendiri saat menerima sesuatu dari mulut mama lalu kemudian menelannya… sama seperti kemarin Bagus minta mama ludahin mulut Bagus, lalu Bagus telan… mmm.. sensasinya itu lho ma… nikmat sekali…” terangku.

“Ah, kamu itu gus… so sweet sekali sih… mama jadi merasa terbuai mendengarnya… mmm.. ya udah sayang, kalau gitu langsung kita coba aja deh ide kamu yang barusan itu… kayaknya mama koq jadi merinding gimana gitu bayanginnya…”

“Oke ma…”

Mama segera berdiri dari kursinya dan melangkah kearahku. Kugeser kursi tempatku duduk sekitar setengah meter kebelakang untuk mempermudah akses mama. Kini mama berdiri mengangkang didepanku, meludahi telapak tangannya lalu dioleskan kearah memeknya. Sejurus kemudian mama telah berdiri mengangkang dengan posisi selangkangannya tepat diatas batang penisku.

Mama kembali meludahi telapak tangannya, namun kali ini ludah yang ditelapak tangannya itu dioles dan dikocok-kocok beberapa saat pada batang penisku, sebelum akhirnya dibimbingnya masuk kedalam liang vaginanya.

Dan bless… masuklah ujung batang kontolku menembus liang memeknya, lalu dengan sekali mama menurunkan bokongnya, amblaslah seluruhnya batang kontolku, terbenam didalam lubang hangat yang nyaman.

“Mmmmmhh… uuuugghhhhhh…” desah mama, seiring pantatnya yang bergerak turun kepangkuanku.

“Uuuuhhh… memek mama rasanya terisi penuh sama kontol kamu sayang… sampai mentok ini sih… hi.. hi.. hi…” ujar mama, diikuti dengan tawanya yang manja.

“Uuuuhhh… sedapnya ya ma kalau lagi begini… mama kali ini dandanannya seksi banget sih ma… kayak bintang film bokep aja…” pujiku, sambil menikmati dari dekat wajah mama yang berdandan walaupun glamor dan mencolok, namun tidak terkesan norak, karna komposisi riasannya itu memang sesuai dengan wajah cantik mama, sehingga terkesan seksi dan menantang.

Riasan yang kurang cocok memang kalau untuk acara resepsi atau pesta rekan-rekan sejawat. Tapi kalau untuk memikat lawan jenis diranjang, bagiku ini sangat cocok dan nafsuin. Entahlah, apakah pendapat itu relevan untuk semua orang, atau cuma aku saja yang kebetulan memang kerap satu selera dengan mama, karena sepertinya apa yang dibuat mama pasti selalu cocok denganku, atau sebaliknya, apapun yang aku lakukan pasti mama suka.

“Gimana nih… mau dimulai emamnya…?” tanya mama, seraya meraih piringku yang berada diatas meja.

“Oke ma… sekarang mama makan aja… koq senyum-senyum gitu sih ma…”

Mama mulai menyuap kemudian mengunyah sesendok nasi soto dimulutnya, namun ekspresi mama seperti tersenyum-senyum menahan tertawa.

“Nyantai aja ma… kunyah yang halus ya mamaku sayang… biar nanti bisa langsung Bagus telan..”

“Huhah hawus hih hayang…” ujar mama, memberitahukan bahwa makanan yang dikunyahnya sudah halus.

“Oke ma… langsung dilepehin kemulut Bagus aja… tapi sedikit-sedikit aja ya ma, jangan langsung dilepehin semua… aaaaakk…“terangku, seraya kubuka mulutku lebar-lebar menghadap keatas.

Setelah terlebih dahulu meletakan piring dan sendok diatas meja makan, mama yang posisi kepalanya berada diatasku mulai mengarahkan mulutnya tepat diatas mulutku dengan jarak sekitar satu jengkal. Aku memberikan isyarat dengan mengedipkan mataku sebagai tanda bagi mama untuk mulai menumpahkan isi mulutnya kedalam mulutku.

Mama sedikit menundukan kepala sambil tangan kirinya menahan rambutnya agar tidak terurai menutupi wajahku. Lalu, Pleh… mmm.. satu gumpalan halus bagai bubur masuk kedalam mulutku yang langsung kutelan, beberapa detik kemudian menyusul yang lainnya. hmm.. lezat dan hangat, hangatnya air liur mama.

“Mmm.. myem.. nyem… sedapnyaaa… Masih ada lagi ya sayang…?” tanyaku pada mama, yang dijawab mama dengan anggukan kecil.

“Langsung dilepeh semua aja sayang… aaaakkk…” pintaku, yang langsung ditindak lanjuti oleh mama.

Pleh.. habislah semua isi didalam mulut mama berpindah kedalam mulut lalu keperutku.

“Mmm… luar biasa ma… lezaat…” ujarku, sambil mengecap-ngecap mulutku.

Melihat reaksiku itu, mama mengecup bibirku dan langsung memagutnya dengan liar, hingga dalam beberapa saat kami saling berpagutan.

“Mamam lagi ya sayang…?” ujar mama, sambil mengambil kembali piring diatas meja makan.

“Iya dong ma.. kan belum abis…”

“Ide kamu tuh oke banget ya sayang… di film-film porno pun belum pernah tuh mama nonton adegan yang seperti ini… mmm.. ternyata seru ya sayang… menggairahkan banget… mmm.. emangnya sama Ririn kamu pernah seperti ini sayang…?”

“Belum pernah ma, sempat berpikirpun belum pernah… ini spontan ada didalam pikiran Bagus barusan…” jawabku.

“Menurut kamu gimana rasanya sayang…?”

“Mmm… luar biasa ma… mmm.. gimana ya, Bagus merasakan perpaduan rasa kelembutan kasih seorang ibu yang memberikan makan kepada anaknya dengan penuh kasih sayang, bercampur dengan nafsu birahi terhadap seorang wanita seksi dan menggairahkan yang dengan binal dan mesum melepehkan isi mulutnya kedalam mulut Bagus…

“Ih, kamu tuh bisa aja deh… ya udah, mama kunyah lagi ya sayang…” ujar mama, seraya menyuap sesendok makanan lalu dikunyahnya.

Berbeda dengan yang pertama tadi, dimana mama masih malu-malu dan agak canggung, kini terlihat nama seperti menikmati aksinya itu.

Seperti halnya yang pertama, mama meletakan piring terlebih dahulu diatas meja, baru kemudian mengunyahnya beberapa saat, barulah ditumpahkannya kedalam mulutku. Namun kali ini, begitu habis semua makanan yang ada dimulutnya, mama langsung melumat mulutku dengan rakus, seolah begitu gemasnya.

Setelah itu kembali mama melalukan cara yang sama, namun untuk yang selanjutnya mama lebih mendominasi permainan, dalam artian mama lah yang lebih berinisiatif layaknya seorang ibu yang menyuapi anak balitanya, sedangkan aku hanya pasif menuruti perintah mama. Hingga akhirnya habis juga semua makanan yang ada dipiring, berpindah seluruhnya kedalam perutku dengan cara yang menurut orang kebanyakan adalah tidak lazim itu.

“Horeeee… udah habis nasinya sayang… kamu memang anak mama yang pinter ya…” ucap mama, layaknya berbicara pada seorang anak kecil.

“Sekarang mimik dulu ya sayang…” ujar mama, seraya mengambil gelas berisi air putih yang memang sebelumnya sudah ada dimeja, lalu kemudian mengarahkannya kemulutku.

“Enggak begitu dong cara mimiknya ma…” sanggahku.

“Emangnya mau seperti apa lagi sih sayang… air kan tinggal ditenggak aja, gak perlu dikunyah…” heran mama.

“Pokoknya Bagus maunya dari mulut mama…” rengekku.

Mengerti apa yang kumaksud, mama tersenyun seraya menenggak air putih dari gelas yang dipegangnya.

“Mmmm…” ujar mama, memberi isyarat padaku agar membuka mulut untuk ditumpahkannya air dalam mulutnya itu kedalam mulutku.

“Dikumur-kumur dulu dong ma… baru dilepehin kemulut Bagus…” pintaku, walau dengan mulut terisi air, namun aku masih dapat melihat kalau mama tampak tersenyum mendengar permintaanku itu, seraya mulai berkumur-kumur dengan air yang ada dimulutnya.

Beberapa saat kemudian mama memberikan isyarat akan menuangkan isi dalam mulutnya kedalam mulutku.

Dan, syuurrr… tercurahlah cairan hangat kedalam mulutku, lalu terus turun membasahi kerongkongan hingga akhirnya tertampung didalam lambungku.

“Mmmm… segaaaarr…” ucapku.

“Lagi sayang… masih ada nih…” tawar mama, sambil menunjukan sisa air digelas yang tak sampai separuh.

“Cukup ma… mmm.. sebetulnya sih Bagus masih haus ma.. tapi.. mmm..” ucapku, dengan agak bimbang.

“Tapi apalagi sih sayang…?” tanya mama, seraya menenggak habis sisa air putih yang ada digelas.

“Mmm… gimana ya… Bagus mau ngomong tapi takut mama syok…”

“Ah, kamu ini bikin penasarsn aja… emang kamu mau apa lagi sih sayang… mmm.. pasti kamu ada ide yang asik-asik lagi deh… apa sih..?” tanya mama penasaran. Namun aku ragu-ragu untuk mengatakannya.

“Ya udah kalau kamu masih ragu sih… itu kita bahas nanti aja ya… soalnya nama udah on fire banget nih, alias udah horny berat… mmm.. mama entotin kontol kamu aja ya sayang… uuhh… uuhh.. uuhh.. uuhhh…” ujar mama, diikuti dengan memompakan bokongnya turun naik, praktis batang kontolku yang sedari tadi memang berada didalam liang vagina mama kini berpenetrasi akibat gerakan mama yang naik turun.

“Tahan dulu dong mama sayang… stop dulu goyangannya…” pintaku, sambil menahan bokongnya dengan kedua tanganku dengan maksud menghentikan gerakannya itu.

“Apa lagi sayangkuuuu… iihh.. memek mama udah gatel nih minta disodok-sodok sama batang kontol kamuuu…” protes mama.

“Anu ma… mmm.. Bagus minta yang sedikit agak ekstrim…” ujarku agak ragu.

“Emangnya seekstrim apa sih… jadi penasaran mama…”

“Mmm… begini ma… tapi mama jangan jaget ya… mmm… Bagus ingin.. ingin minum air kencing mama… boleh gak ma…” terangku.

“Ih, edan kamu gus… ada-ada aja deh kamu… masa’ air kencing mama mau kamu minum sih… Bagus.. Bagus.. kamu ini.. aneh banget sih…” ujar mama, dengan ekspresi menahan tawa.

“Sungguh ma… Bagus memang pingin banget ma… boleh ya ma.. plis ma.. pliiiiss…” rengekku.

“Iya deh sayang, kalau nemang itu mau kamu sih… mama oke-oke aja… mmm.. tapi gimana nih caranya… maksudnya, apa mama mama harus kencing dulu digelas lalu kamu minum… atau.. gimana…?” tanya mama.

“Enggak usah gitu ma… mama duduk aja diatas meja ini, sedangkan Bagus tetap duduk disini… lalu mama pipis, dan langsung pipis mama itu Bagus sambut dengan mulut Bagus… paham ma…?” terangku.

“Ooww.. begitu.. oke deh, berarti kalau begitu sekarang memek mama dilepas dulu ya sayang…” ujar mama, bersamaan dengan itu mama berdiri, sehingga terlepaslah jepitan memek mama pada batang kontolku.

Sejurus kemudian mama telah duduk dibibir meja makan, dengan kedua kakinya menapak pada masing-masing pahaku.

“Siap ya sayang…” ujar mama, sambil menyibakan bibir vaginanya dengan kedua tangannya, sehingga tepat didepanku tampaklah pemandangan indah berupa memek tembem nan lebar yang sedang disibak diantara dua sisinya, sehingga memperlihatkan keratan daging merah beserta sekelumit klitoris dibagian atasnya.

“Oke ma… Bagus siap…” jawabku, sambil mulutku terbuka tepat dimuka memek yang menganga menggoda.

Tampaknya mama berkonsentrasi sejenak. Jarak antara mulutku dan vagina yang tak sampai 2 cm membuatku dapat menikmati pemandangan indah dengan aromanya yang khas secara close-up.

Kulihat vagina mama berkedut-kedut seiring nafasnya.

“Oke gus.. keluar nih… mmmmmm…” ucap mama.

Bersamaan dengan itu, srrrrr… menyemburlah dari vagina mama cairan kekuningan dengan aromanya yang khas yang langsung tertampung pada mulutku yang menganga.

“Mmmm… nyem.. nyemm.. nyemm… glek.. glek… sedap ma… asin asin segar… mmm..” ujarku, sambil kedua tanganku memegang masing-masing paha mama yang mengangkang. Hmm.. kurasakan kehangatan air seni mama membasahi kerongkongan hingga kedalam perutku, beberapa kubiarkan membasuh wajah dan tubuhku, namun sebagian besar masuk mengisi lambungku.

“Enak sayang…? Kamu suka ya…? Kamu suka minum air kencing mama ya sayang…?” tanya mama, dengan ekspresi wajah yang sayu, atau lebih tepatnya ekspresi wajah horny alias sange’.

“Sedap ma… Bagus bener-bener puas…” jawabku.

“Sini sayang… ciumin mama sayang… ciumin mama kamu… mama mau anak mama ciumin mama…” pinta mama.

Akupun bangkit, seraya mengecup bibir mama, yang disambut mama dengan lumatan yang agresif cenderung liar.

“Mmmm… mulut kamu bau pipis sayang…” ujar mama.

“Pipis mana sendiri lho ma..” jawabku.

“Kamu koq bisa suka begitu sih sama air kencing mama sayang… enggak jijik sayang.. kan bau…” tanya mama, sambil membelai-belai rambutku yang basah oleh air kencing mama.

“Enggak jijik tuh ma… malah Bagus suka banget… baunya itu justru membangkitkan selera…” jawabku manja.

“Ih, kamu itu gus…” gemas mama, sambil memencet hidungku.

“Kan udah pernah Bagus bilang, pokoknya, apa pun yang ada pada diri mama, rasanya pasti sedap ma… dan layak dikonsumsi…”

“Ih, bisa aja kamu… tapi mama benar-benar tersanjung lho gus, dengan apa yang sudah kamu lakukan itu… mama seperti menerima kehormatan yang besar, dimana seseorang sampai sudi meminum air kencing mama… apa lagi itu yang melakukan adalah anak kandung mama sendiri… jadi semakin sayang saja mama sama kamu gus…

“Justru Bagus yang berterimakasih, karna mama telah sudi memberikan air kencingnya untuk Bagus minum… “balasku.

“Ih, Bagus.. anak mama yang paling mama sayangi… kamu betul-betul anak yang berbakti nak… mmm.. ciumin mama lagi sayang… mmmmmfffhhh…”

Untuk beberapa saat kami saling berciuman dan bercumbu layaknya sepasang kekasih yang tengah dimabuk asmara.

Hingga akhirnya.

“Gus… memek mama gatel nih sedari tadi, pingin digosok-gosok sama kontol kamu… coba kamu duduk seperti tadi lagi sayang… biar mama yang ngentotin kamu… kamu duduk manis aja ya sayangku…” pinta mama, sambil menggosok-gosokan tangannya pada memek tembemnya yang mulai basah itu.

Seperti yang diminta mama, akupun kembali duduk dikursi yang tadi.

Beberapa saat kemudian mama berdiri mengangkangiku. Batang penisku yang berdiri tegak digenggam dengan tangan kanannya, lalu dibimbing kearah memeknya, setelah dirasakannya pas, bless.. sekali pantatnya diturunkan, bersamaan dengan itu pula batang penisku telah tertanam tandas didalam liang vaginanya.

“Uuuuuuuhhhhh… tak ada yang lebih membahagiakan hati ini selain batang kontolmu menghujam memek mama seperti ini gus… aaahhhh… mantap betuuulll…” racau mama, saat bokong mama telah duduk sepenuhnya diatas pangkuanku, itu artinya batang penisku telah terbenam sepenuhnya didalam liang vaginanya.

Hanya beberapa detik setelah itu, mama langsung menggerakan pantatnya maju mundur, mengocok-ngocok batang kontolku dengan berirama.

Buk… buk.. buk.. buk…

Brruut.. brruutt.. brruutt.. brruutt..

Ah, nikmatnya.. aku hanya duduk manis menerima servis dari mama yang bergerak aktif turun naik sambil kedua tangannya berpegangan pada masing-masing pundakku.

“Dikenyot-kenyot tetek mama sayang… mama ingin Bagus mengenyot-ngenyot tetek mama… aahhh.. huhh.. huhh… huhh.. huhh.. huhh.. huhh… “pinta mama, sambil terus menggenjot pantatnya turun naik.

Peluhpun telah membasahi tubuh dan wajah mama, bahkan menetes-netes pada wajahku.

Seperti yang dipinta mama, akupun mulai mengemut dan mengenyoti puting susu nama secara bergantian kiri dan kanan.

“Zzzzzzzz… aaaahhh… bajingan banget sih kontol kamu gus… memek mama bener-bener bonyok dibuatnya ini gus… huhh… huhh.. huhh.. huhh.. huhh.. huhh… hiyaaa…” racau mama, kini tangannya mulai menjambaki rambutku, namun tidak terlalu keras dan menyakitkan.

“Aaaaaahhh… iya sayang… terus dikenyot-kenyot puting susu mama sayang… dikenyot-kenyot puting susu mamamu seperti waktu kamu masih bayi dulu… oooohhh… anakuuuu… sialaaaaann… aaaaaaaahhhhhh… mama keluar sayang… aaaahhhh… anjiiiing… ngentooooooootttt… aaaahhh…

Seiring dengan erangan dan rintihan mama yang histeris itu, gerakan mamapun kian liar dan bertenaga, membuat tulang pahaku bagaikan remuk akibat tumbukannya. Namun selang beberapa detik setelah itu, mama menghentikan gerakannya, lalu diam dengan masih duduk dipangkuanku.

“Fuuuhh… mama betul-betul puas sayang… walaupun pinggul ini mau copot, tapi mama puas… makasih ya sayang…” ucap mama, diikuti dengan mengecup lembut bibirku.

“Iya ma… tapi Bagus nanggung nih ma… Bagus masih mau ngentotin mama lagi…” protesku.

“Mmm… tapi mama udah lemes sayang… enggak kuat lagi kalau harus ngentotin kamu dari atas… Biarkan mama berbaring telentang dilantai aja ya sayang, lalu nanti kamu bisa genjot memek mama dari atas… biar kamu juga bisa pejuin memek mama lagi dengan lebih efektif… oke ya sayang…” saran mama, yang tentu saja aku setujui.

Perlahan mama bangkit dari tubuhku, lalu membaringkan tubuhnya telantang pasrah diatas lantai dengan posisi mengangkang.

“Mari anakku sayang… sekarang kamu boleh entotin memek mamamu sepuasnya…” ucap mama, sambil mengusap-usap liang vaginanya.

Tanpa ditawaripun sudah pasti aku akan menuntaskan birahiku yang sudah diujung tanduk akan klimaks ini.

Kuhampiri mama, kuarahkan langsung batang kontolku pada liang memeknya yang sudah becek, bless… sekali dorong batang penisku telah kembali berada didalam liang vagina mama. Tanpa banyak cingcong segera kugenjot dengan kecepatan penuh.

Sambil batang penisku menggenjot liang vagina mama, dengan rakus kulumat mulut mama, kukulum-kulum lidahnya dan kutelusupkan lidahku menjilat-jilat rongga mulut mama.

Hingga tak sampai dua menit kemudian, sampailah aku pada puncak kenikmatan, bersamaan dengan semburan air maniku kedalam rahim mama untuk yang kesekian kalinya.

“Makasih atas benih yang telah kamu tanamkan untuk yang kesekian kalinya ya sayang…” ucap mama, padaku yang kini ambruk diatas tubuhnya.

Setelah selesai membersihkan lantai sekitar ruang makan dan kemudian mandi, kini aku duduk bersantai diruang keluarga sambil menonton tivi.

Seperti halnya tadi, tubuhku kini juga tanpa selembar benangpun alias bugil. Tadi waktu aku pamit mandi karna merasa tubuhku lengket dan kurang nyaman akibat guyuran air kencing mama, mama berpesan katanya “Nanti selesai mandi gak usah pakai baju lho gus… tetap Bugil.. kita masih akan bersenang-senang menghabiskan long week-end ini…

Kebetulan sekarang ini hari jum’at, itu artinya hari sabtu dan minggu besok mama libur kerja, dan kami berencana menghabiskan hari-hari itu bersenang-senang berdua bagai raja dan permaisuri, dan selama itu pula kami berencana akan mengunci diri dengan bugil seperti ini sampai senin pagi. “Kita akan jadikan week-end ini dengan full of sex…

Aku menonton tivi dengan duduk disofa disudut kiri, sedangkan mama yang sibuk dengan handphonenya, berbaring santai dengan berbantalkan pada pahaku.

Sambil bersantai, kami juga “ditemani” dengan sebotol anggur merah yang menurut mama adalah oleh-oleh temannya yang baru pulang dari Belanda.

“Jangan salah sangka, ini bukan untuk mabuk-mabukan lho sayang… kamu kan tau sendiri, mama bukan seorang pemabuk… ini hanya sekedar untuk membuat kita lebih rileks dan lebih lepas… lagian ini cuma anggur koq… kadar alkoholnya enggak terlalu tinggi…” begitu ujar mama tadi.

Satu gelas sudah minuman yang menghangatkan itu mengisi lambungku, bahkan mama sudah hampir dua gelas ditenggaknya.

“Mama baru menerima pesan WA dari kakakmu, katanya besok dia akan kesini, untuk menginap barang beberapa hari disini…” ucap mama, sambil perhatiannya masih tertuju pada layar handphone.

“Waduh… bisa kacau semuanya ini ma… long week-end yang full of sex bakalan tinggal impian nih… padahal Bagus udah ngebayangin yang macem-macem…” sesalku, sambil menepuk kening.

“Kamu gak boleh begitu dong sayang… Kak Indah itukan kakakmu sendiri, anak mama juga… lagian sudah hampir 5 bulan ini dia tidak pernah nengokin mama… sungguh keterlaluan kakakmu itu…” ujar mama, seraya meletakan handphonenya diatas meja yang ada didepan sofa, diikuti dengan memeletikan beberapa jari jemarinya.

“Kak Indah kesini bersama Mas Mirza ma…?” tanyaku.

“Enggak, dia sendiri… justru karna suaminya itu pergi keluar kota selama kurang lebih 2 minggu, maka dia putuskan untuk menginap disini…” terang mama, seraya tubuh bugil mama mengulet untuk beberapa detik, sebelum akhirnya mama bangun dari posisi tidurnya, kemudian duduk disampingku.

“Mmm.. gimana ya… kalau ada kak Indah disini, artinya kita enggak bisa apa-apa ya ma…”

“Gak apa-apa, nanti kalau malam setelah kak Indah tidur, kamu menyusup aja ke kamar mama… lagian kamar Kak Indah kan diatas… mudah-mudahan sih aman deh…” terang mama, sejurus kemudian mama meraih hair-clip berbahan plastik yang kemudian digigitnya beberapa saat selama kedua tangannya menyingkap keatas rambutnya, untuk kemudian hair-clip itu dijepitkannya pada bagian belakang rambutnya.

“Wah, bakalan selama 2 minggu nih kita main kucing-kucingan sama Kak Indah… ah, nasib… nasib… gagal lah honey-moon kita ini ma…” keluhku.

“Aduh, kamu itu gak boleh begitu dong sayang… seharusnya kamu itu merasa senang karena kakakmu akan berkunjung kesini… bukan malah uring-uringan kaya’ gitu…” ucap mama, sambil mengelus-elus pahaku.

“Iya sih ma… tapi…”

“Sudahlah… lebih baik kita nikmati saja waktu berdua kita yang masih tersisa sampai besok pagi ini… mari kita bersenang-senang ditaman belakang…” ajak mama, seraya berdiri dan menarik tanganku.

Yang dikatakan mama sebagai taman belakang adalah pekarangan dibelakang rumah kami yang luasnya sekitar 10x16 meter, yang kami disain sedemikian rupa layaknya taman bermain dengan ditanami rumput gajah mini dan beberapa jenis tanaman hias, ada juga satu pohon ketapang yang lumayan besar untuk memberikan kesan teduh.

Dan yang paling istimewa adalah disudut belakang kami bangun gazebo berbahan kayu dengan atap genteng tanah liat, yang luasnya sekitar 2x2 meter. Didalam bangunan yang berlantaikan papan kayu itulah kami biasa bersantai, karna suasananya memang lebih alami dengan tiupin angin semilir yang menyejukan.

Rumah kami ini untuk ukuran pemukiman dikawasan Jakarta memang tergolong memiliki tanah yang lumayan luas, yang tentunya ini juga dibeli dengan harga yang tidak murah. Tentu saja semua ini tidak mungkin mampu dibeli dari hasil gaji mama yang seorang pegawai negeri. Ini semua adalah hasil jerih payah almarhum papa yang adalah seorang pengusaha.

Walaupun usaha ayah bukanlah termasuk usaha yang besar, tapi lumayan lancar dan sukses, hingga semeninggalnya papa, masih ada yang diwariskan untuk anak istrinya, yang selain rumah ini, papa juga masih memiliki aset berupa bangunan kantor. Namun karena kami tidak memiliki kapasitas dan kemampuan yang mumpuni untuk melanjutkan usaha papa, maka mama memutuskan untuk menjualnya saja, lalu uangnya didepisitokan, yang menurut mama untuk biaya pendidikanku atau untuk keperluan lain yang sifatnya urgent.

Woow.. dengan berada ditempat terbuka dan diterangi sinar matahari sore, tubuh telanjang mama lebih tampak terlihat menarik dan diteil. Kulitnya yang putih mulus terekpose jelas, bahkan guratan urat tipis berwarna kehijauan pada buah dadanya juga terlihat, yang bagiku itu justru tampak lebih menarik dan eksotis.

“Mari kita bersenang-senang sayang… kita ekspresikan diri kita sebebas-bebasnya… bebas dan lepas… walau kita adalah ibu dan anak… tapi bebas melakukan apa saja yang kita mau… kita bisa bercinta dan bercumbu sebebas yang kita inginkan… ayo sayang.. anakku sayang… bebaskan birahimu… reguklah sepuas yang kau inginkan…

Akan kita wujudkan semua obsesi seks yang ada dipikiran kita selama ini… disini… karna kita bebaaaasss… hi.. hi… hi…” oceh mama, sambil membentangkan kedua tangannya lalu berputar-putar seperti gadis kecil. Sedangkan aku hanya menyaksikan tingkahnya itu sambil duduk diatas lantai papan gazebo.

Hmm… sepertinya alkohol pada minuman anggur itulah yang menyebabkan mama selepas ini, kalau tidak mana mungkin dia bertingkah seperti itu. Yah, walaupun aku yakin mama tidak mabuk, namun setidaknya pikiran mama menjadi lebih rileks dan lepas, alias tidak malu-malu dan ja’im.

“Mari sayang… kita menari… bercinta dan bercumbu… ayo lah… masa’ cuma duduk bengong begitu aja sih…” ajak mama, sambil menarik tanganku.

“Menari… bercinta dan bercumbu… juga mengentot ya mamaku sayang…?” godaku, yang kini saling berpegangan tangan sambil berdansa mengikuti gerakan mama.

“Itu pasti dong anakku sayang… kita juga saling mengentot sepuas-puasnya… berjinah sepuas-puasnya… hi.. hi.. hi…” jawab mama, sambil terus membimbingku berdansa.

“Eh, tunggu sebentar ma… kayaknya kita perlu iringan musik nih…” ujarku, seraya aku berlari-lari kecil masuk kedalam rumah. Setelah kembali, ditanganku sudah memegang handphone dengan musik berirama disco telah terdengar dari aplikasi music-player.

“Sekarang kita disco ma… kita dugem… he.. he.. he…” ucapku, lalu kuletakan handphoneku diatas lantai gazebo.

“Ayo ma… goyang…!!” teriakku, sambil berjoget, yang kemudian diikuti oleh mama dengan tak kalah antusiasnya.

Untuk beberapa saat kami berjoget bersama dengan tubuh bugil kami, suara musik disco, teriakan dan tawa kami menjadi satu, kadang suara pekikan binal mama saat dengen iseng aku tarik-tarik puting susunya atau aku cubit bibir memeknya yang tembem itu, yang kemudian dibalas mama dengan dengan meremas batang kontolku, kemudian ditariknya kekiri dan kekanan mengikuti irama musik, tentu saja aku berteriak-teriak dibuatnya.

Dengan kami berteriak atau tertawa-tawa sekeras apapun disini, kami tak terlalu kawatir ada orang lain yang akan mendengar apalagi melihat apa yang kami lakukan, karna disekeliling pekarangan ini kami bangun pagar tembok setinggi 3 meter. Di belakang tembok terbentang anak sungai yang bermuara ke kali Ciliwung, sedang di sebelah pagar kanan adalah rumah yang dihuni oleh seorang ekspatriat yang jarang berada dirumah, sekalipun mereka berada dirumah, bule berkebangsaan Jerman itu tak akan pernah perduli dengan apapun yang kami lakukan, lalu disebelah pagar kiri adalah jalan raya yang sepi, kecuali hanya kendaraan saja yang melintas, sehingga tempat ini bisa dikatakan eksklusif, alias tertutup dari jangkauan orang luar.

Setelah letih berjoget, kami hempaskan tubuh kami yang telah bermandi peluh diatas gazebo. Aku bersandar dipagar gazebo, sedang mama duduk dengan menyandarkan tubuhnya didadaku. Dengan posisi mama yang duduk membelakangiku seperti ini, praktis pantat mama bersentuhan dengan penisku.

“Wuuhh… lumayan juga ya sayang… itung-itung olah-raga sore…” ujar mama, sambil tangannya mengusap-usap pahaku.

“Iya ma… baik untuk memperkuat imun tubuh…” jawabku, sambil tanganku juga mulai iseng mengusap-usap memek mama, karna memang posisi duduk mama yang mengangkang, sehingga memancingku untuk melakukan itu.

“Ma… ngomong-ngomong selama mama menjadi janda, apa pernah ada kontol lain yang masuk ke ini mama…?” tanyaku, kali ini tanganku bukan sekedar mengusap-usap memek mama, tapi jari tengahku kini telah menelusup masuk keliang vagina mama.

“Koq kamu nanya gitu sih sayang… memangnya kenapa… zzzz.. aaahh..?” jawab mama, sambil sesekali mendesah menikmati liang memeknya yang aku colok-colok.

“Ya enggak apa-apa sih, mau tau aja ma…”

“Jujur, mama belum pernah sayang… Selama mama menjanda, cuma kontol kamulah yang pertama kali masuk ke memek mama ini… mmm.. kecuali…”

“Kecuali apa ma…?” tanyaku penasaran.

“Kecuali dildo… Kontol-kontolan karet… mmm.. jadi kalau mama lagi kepingin, biasanya mama melampiaskannya dengan cara memasukan dildo kememek mama terus dikocok-kocok, sambil mama nonton film porno dilaptop…” terang mama, kali ini pantat mama sengaja digerak-gerakan pelan, mungkin dengan maksud memberi rangsangan pada batang penisku yang memang bersentuhan langsung dengan pantat dan punggung sebelah bawah mama.

“Masa’ sih ma… kan mama cantik dan menarik, masa mama gak punya gebetan untuk sekedar mencari kepuasan seks dengan seorang laki-laki… teman kantor mama umpamanya…” desakku.

“Ih, kamu koq tega banget sih menilai mama seperti itu sayang… mama itu sebetulnya sangat ja’im lho sayang… jadi mama enggak berani untuk melakukan itu walaupun sebenarnya mama butuh… Memang ada sih beberapa laki-laki yang sepertinya mencoba menarik perhatian mama, baik itu dengan cara yang frontal maupun secara halus dan diam-diam, namun semuanya itu tidak mama ambil peduli…

“Maaf deh ma… bukan maksud Bagus memandang rendah mama… Bagus cuma heran aja ma… mama begitu cantik, seksi dan menarik, tapi koq gak pernah berhubungan dengan laki-laki… padahal ada juga wanita yang sudah punya suami, tapi masih sempat-sempatnya selingkuh dengan laki-laki lain…”

“Yah, itu sih urusan masing-masing orang lah sayang… yang penting mama enggak akan melakukan hal yang seperti itu… mendingan mama ngentot sama anak kandung mama saja… iya enggak sayang…? Eh, ngomong-ngomong kontol kamu udah ngaceng banget tuh… mmm… mau ngentot lagi sayang…?” terang mama, yang kemudian menawari aku untuk ngentot, setelah dirasakannya batang penisku telah berdiri tegak.

“Nanti aja deh ma… Bagus masih betah yayang-yayangan dulu sama mama…” jawabku, seraya kukecup dan kuciumi leher dan tengkuk mama, yang direaksikannya dengan menggelinjang manja.

“Mmm… iya sih sayang… mama juga suka begini… mmm.. tapi sayang, tolong dong, sambil jari tengah kamu ngobelin lubang memek mama, jari jempol kamu juga digunakan untuk ngusap-usap itil mama ya… bisa kan sayang… nah, iya gitu sayang… aaaaaaghhhh… kamu pinter ih sayang… mmmmmh…” pinta mama, yang tentu saja dengan mudah dapat aku lakukan, dimana jari tengahku mencolok-colok liang vagina mama, dengan waktu bersamaan jari jempolku juga mengusap-usap klitoris mama yang letaknya dibagian atas vagina.

“Oh iya sayang… tadi kamu bilang mama cantik, menarik dan macem-macem lah… mmm… menurut kamu yang paling menarik dari diri mama itu apa sih sayang…? maksudnya secara seksual gitu lho… mmm.. sesuatu yang bikin laki-laki nafsu gitu lah…” tanya mama.

“Mmm… kalau Bagus sih hampir semua yang ada pada diri mama Bagus suka… tapi kalau ditanya mana yang paling disuka sih, pasti Bagus akan jawab pantat mama yang besar dan montok ini…” jawabku.

“Ah, masa’ sih sayang… mama justru paling gak pede dengan pantat mama yang terlalu besar ini… menurut mama justru mengganggu penampilan.. kalau bisa malah maunya mama sih lebih kecil sedikit lah, gak usah terlalu gede begini…” terang mama.

“Wah, jangan dikecilin lagi dong ma… plis deh ma… gak usah dikecilin… justru pantat besar mama ini yang bikin Bagus tergila-gila…” mohonku.

“Iya deh sayang, kalau memang mau kamu begitu sih… mama akan menjaga agar pantat mama ini tetap besar dan montok… supaya anak mama semakin sayang sama mama… tapi yang paling penting sih supaya kamu senang dan bahagia… pokoknya kebahagiaan kamu adalah yang paling utama bagi mama…” terang mama.

“Makasih ma… Bagus pasti akan semakin sayaaang terus sama mama… muaaacchhh…” ucapku, seraya kukecup mesra bibir mama.

“Lalu, kalau kamu suka sama pantat mama… obsesi apa yang ingin kamu lakukan dengan pantat mama ini…? mmm… gini lho gus, maksudnya, impian kamu yang ingin sekali kamu wujudkan dengan pantat mama ini apa…? Mama pasti akan berusaha mewujudkan impianmu itu deh… mama akan bersedia pantat mama ini diapain aja sama kamu, asal kamu senang dan bahagia…

“Ah, mama baik sekali sih ma… Bagus jadi terharu mendengar perkataan mama itu… mmm.. ini ma, Bagus tuh ingin sekali pantat mama yang besar dan montok itu duduk diwajah Bagus… pasti nyaman deh ma…” jawabku.

“Duduk bagaimana sayang…? pantat mama duduk di wajah kamu…? kurang begitu paham mama… emangnya muka kamu itu jok sepeda apa, koq didudukin sih…” heran mama.

“Ah, mama ini… teknisnya begini ma… Nanti Bagus berbaring telentang.. lalu mama berdiri mengangkangi wajah Bagus… kemudian secara perlahan mama turunkan pantat mama… kira-kira setelah jarak sekitar satu jengkal antara wajah Bagus dan pantat mama… mama tahan dulu, biarkan Bagus menikmati pemandangan indahnya pantat mama dari dekat…

Setelah itu mama turunkan lagi sampai anus mama menyentuh hidung atau mulut Bagus… mama tahan dulu.. biarkan hidung Bagus menciumi harumnya aroma anus mama, untuk selanjutnya biarkan lidah Bagus menjilati lezatnya anus mama… barulah setelah itu mama boleh duduk diwajah Bagus.. anggap saja wajah Bagus ini adalah kursi…

Biarkan wajah Bagus tenggalam didalam pantat mama yang besar dan montok itu ma… pasti Bagus akan merasa nyaman dan tentram disana…” terangku, kali ini aku sudah tidak lagi mengobel memek mama, dan posisi mamapun kini menghadap kearahku, mungkin karena antusia mendengarkan penjelasanku. Kulihat mama senyum-senyum menahan tawa mendengar penjelasanku barusan itu.

“Kamu itu ada-ada aja gus… oh iya, itu nanti… mama menghadapnya kearah mana..? maksudnya wajah mama menghadap kearah kaki kamu atau kepala kamu…?” tanya mama.

“Mama menghadap kearah kaki Bagus… supaya konsentrasi Bagus bisa sepenuhnya tertuju pada pantat mama… jadi yang bisa Bagus lihat cuma pantat mama, karna wajah mama membelakangi Bagus… paham ma…?” terangku.

“Iya, mama paham sayang… mmm… tapi nanti mama kawatir kamu enggak bisa nafas waktu pantat mama yang besar ini nindihin wajah kamu…” kawatir mama.

“Ya enggak lah ma… nanti kalau Bagus sudah enggak kuat, Bagus akan tepuk-tepuk paha mama… itu artinya mama harus bangun… nanti kalau Bagus sudah mengambil nafas lagi, mama kembali duduk… gitu aja ma…” terangku.

“Oke deh, kalau begitu sih… Jadi kapan nih mau dilaksanakannya…?” tanya mama.

“Sekarang dong ma… disini…” jawabku.

“Ya udah, kalau gitu sekarang kamu berbaring aja…” saran mama, sambil menggeser tubuhnya agak ketepi, untuk memberi ruang bagiku.

Akupun segera mengambil posisi berbaring telentang diatas lantai gazebo.

“Bagaimana sayang… sudah siap menggapai impianmu..?” tanya mama, agak tersenyum juga aku mendengar ucapan mama itu.

“Oke ma… Bagus sudah siap menikmati pantat bahenol mama…” jawabku.

Sejurus kemudian mama telah berdiri mengangkangiku dengan posisi membelakangi. Dari sini aku hanya bisa melihat bagian pantat dan punggung mama. Perlahan mama mulai menurunkan pantatnya, dengan tangan kirinya berpegangan pada pagar gazebo, sedang tangan kanannya memegangi pahanya.

Wooww… ternyata mama menggoyang-goyangkan pantatnya berputar seperti penari striptis. Bersamaan dengan itu wajah mama menoleh kearahku sambil tersenyum menggoda. Sepertinya mama paham betul kalau aku benar-benar keranjingan dengan pantat bahenolnya itu.

Kini pantat mama telah berada sekitar satu jengkal diatas wajahku, dari sini aku hanya memandang menikmati keindahan pantat mama yang bulat dan besar dengan liang anusnya yang mengarah padaku. Kedua tangankupun mengusap-usap sekitar buah pantat dan paha mama.

“Mama turunin sampai hidung kamu ya sayang…” ujar mama.

“Oke ma… biarkan Bagus menikmati harumnya aroma anus mama…” jawabku, bersamaan dengan itu mama mulai menurunkan bokongnya, kini liang anus mama tepat berada dihidungku, seraya kuhirup dengan menarik nafas panjang, kunikmati sensasi aroma khas anus mamaku.

“Sedap aromanya sayang…? hi.. hi.. hi…” tanya mama dengan genit, sambil mama menolehkan wajah kebelakang menyaksikan tingkahku.

“Mmmm… harum ma… luar biasa…” jawabku.

Puas aku menciumi aromanya, kini lidahku mulai beraksi menjilat-jilat, yang diikuti dengan desahan mama menikmati liang anusnya menerima sentuhan lidahku.

“Aaaaaahhhh… nikmat sayang… jilatin terus lobang pantat mama sayang… uuuuuuuhhhh… enak kan rasanya sayang… kezat kan lubang anus mamamu ini… uuuuuhhhhhh…” gumam mama, sambil memejamkan matanya.

Puas lidahku menjilat-jilat, kini mulai kuemut dan kusedot-sedot dengan rakus, yang membuat mama beberapa kali harus mengangkat pantatnya karena kaget, namun kedua tanganku segera menahannya, sehingga pantat itu tidak bisa menghindar walau sekuat apapun kusedot liang duburnya, kecuali dari mulutnya hanya terdengar pekikan-pekikan manja atau tawa genit menahan geli.

“Oke ma… sekarang mama boleh duduk diwajah Bagus…” ujarku, dan beberapa saat kemudian, bruk… wajahku benar-benar menghilang ditelan bokong mama yang lebarnya mungkin tiga kali ukuran wajahku.

Fuh, besar juga tekanan tubuhnya, sehingga serasa akan remuk tulang kepalaku ini, namun ada sensasi luar biasa yang aku dapatkan, aku benar-benar merasa seperti menyatu dengan pantat mama, pantat besar mama yang sedari dulu aku impikan kini benar-benar berada dudalam kekuasaanku sepenuhnya. Hmm.. serasa nyaman dan tenang jiwa ini.

Ya, dalam dalam dekapan pantat mama, walaupun serasa gelap, namun kutemukan ketenangan jiwa yang sulit ditemukan dengan cara apapun.

“Gimana sayang… kamu enggak apa-apa kan…?” kawatir mama, yang aku jawab dengan mengacungkan ibu jari tangan kananku, sebagai isyarat bahwa aku merasa baik-baik saja.

Hingga beberapa saat kemudian, saat kurasakan mulai butuh asupan oksigen, kutepuk-tepuk paha mama, dan mamapun segera bediri. Kuhirup udara sebanyak-banyaknya layaknya orang yang baru melakukan penyelaman.

“Bagaimana sayang… kamu menyukai itu…? “tanya mama.

“Luar biasa ma… Bagus benar-benar merasa puas… lagi ma.. mama dudukin lagi muka Bagus… langsung…” pintaku.

Seperti yang kupinta, mama langsung menghempaskan pantatnya kembali diwajahku. Setelah mama merasa yakin bahwa aku baik-baik saja dan justru menikmatinya, sesekali pantat mama bergoyang-goyang, seolah-olah wajahku adalah cabai yang diulek diulek menggunakan pantat mama. Woww.. semakin sensasional saja rasanya.

Beberapa saat kemudian kembali aku tepuk paha mama agar melepaskan dudukan pantatnya pada wajahku. Aksi itu aku lakukan sekitar 5 kali secara berulang-ulang, baru kemudian aku sudahi, setelah aku merasa puas tentunya.

“Bagaimana kesan-kesannya sayang, setelah wajah kamu berperan menjadi sadel sepeda… hi.. hi.. hi…” goda mama, padaku yang kini duduk bersandaran pada pagar gazebo.

“Mantap ma… pantat mama ini memang joss…” jawabku pada mama yang duduk disampingku.

“Sukur lah sayang kalau kamu menikmatinya, mama ikut bahagia… mmm.. keliatannya kamu capek tuh.. sampai ngos-ngosan begitu… pasti haus ya.. mama ambilin minum ya…” tawar mama, namun baru saja mama hendak pergi, tanganku menahan pergelangan tangannya.

“Apa lagi sih sayang…?” tanya mama.

“Bagus enggak mau minum air biasa ma… Bagus mau yang spesial…” ujarku.

Kulihat mama tersenyum-senyum mendengar ucapanku itu, seolah mengerti apa yang kumaksud.

“Mmmm… pasti mau yang aneh-aneh tuh… mama tau deh…” ujar mama, sambil mencibir menggoda.

“Ah, mama sok tau nih… emangnya apa ma…?” tanyaku, seraya kutarik tubuh mama hingga kini mama kembali berada dipangkuanku seperti sebelumnya tadi, yaitu mama duduk didepanku dengan posisi membelakangi, lalu kemudian kurangkul mesra tubuhnya yang bersandar didadaku.

“Pasti kamu mau minum pipis mama tuh… iyakan..?” bisik mama dengan mesra.

“Ih, mama tau aja nih…” ujarku, sambil mencubit pipi mama.

“Tau dong… mama kan ibu kandungmu… seorang ibu pasti tau apa yang di inginkan anaknya..” jawab mana.

“Oke kalau begitu ma… Bagus sudah aus nih…” pintaku.

“Mau cara seperti apa nih minumnya, bagindaaaa…” tanya mama.

“Mmm.. begini aja ma… Bagus berbaring seperti tadi, lalu mama duduk diatas Bagus seperti tadi… cuma bedanya, kali ini mama menghadap kearah kepala Bagus… mengerti ma…?” terangku.

“Berarti nanti memek mama berada tepat dimulut kamu gitu… lalu… mmm.. oke deh, mama paham apa yang kamu mau…” ujar mama.

“Betul ma… untuk selanjutnya, mama tau kan yang aku inginkan…”

“Oke deh… kalau begitu sekarang kamu langsung berbaring aja… kebetulan mama kebelet pipis nih.. efek minum anggur dua gelas tadi mungkin.. hi.. hi.. hi…”

“Wah, kebetulan tuh ma… pasti banyak deh keluarnya nanti… Bagus bakalan puas nih…”

Saat itu juga segera berbaring telentang, disusul mama yang juga telah berdiri mengangkangi wajahku. Berbeda dengan tadi dimana aku hanya dapat melihat pantat dan punggung mama, sekarang ini aku dapat melihat wajah mama yang tersenyum kearahku sambil kedua tangannya menyibak vaginanya, sehingga terlihat jeroannya yang merah menganga bagaikan kerang yang dibuka cangkangnya.

Ah, sungguh menggemaskan tingkah mama itu, dia menggoyang-goyangkan pinggulnya menggodaku. Hmm.. sepertinya mama paham betul kalau aku sangat bernafsu melihat memeknya yang direntangkan seperti itu. Bahkan saat pantatnya itu sudah turun, dan tinggal beberapa senti lagi memeknya itu menyentuh mulutku, secara mendadak mama kembali menarik pantatnya keatas, membiarkan aku yang menelan ludah karena terlalu horny.

“Hi.. hi.. hi… nafsu banget nih anak mama… nyantai dong sayang…” goda mama, sambil pinggulnya itu bergoyang memutar pelan layaknya penari striptis.

Setelah digoda beberapa kali, akhirnya mama berjongkok dengan mengarahkan memeknya tepat didepan mulutku sambil kedua tangannya tetap menyibak kedua sisi bibir vaginanya. Untuk beberapa saat aku menjilati liang vagina mama dengan rakus.

“Oke ya sayang… siap-siap menikmati pocary-sweat spesial dari mama…” ujar mama, kemudian mama berkonsentrasi sesaat, lalu… srrrr.. keluarlah cairan hangat dengan rasa asin yang langsung masuk kedalam mulutku, dan tentunya segera kureguk dengan rakus. Derasnya air seni mama yang keluar berakibat tak tertampung seluruhnya didalam mulutku, beberapa bagian terpaksa harus tumpah menggenangi lantai papan, namun sebagian besar masuk kedalam perut dan mengisi lambungku, tentunya setelah terlebih dahulu menghangati rongga mulut dan tenggorokanku.

“Mmmmmhhh… segar ya sayang…? Mmmhh… anak mama ini doyan banget sih minumin air kencing mamanya… mmmhh… “ocah mama, sambil sesekali mengedan.

Setelah beberapa saat kemudian semburan air yang keluar dari memek mama mulai menurun, serta tidak lagi sederas sebelumnya, bahkan lama kelamaan terhenti sejenak, lalu kemudian kembali keluar namun dengan semburan yang kecil, dan lama-kelamaan habis, kecuali hanya tetes-tetesan kecil saja. Dan setelah tak ada lagi air kencing mama yang keluar, kembali aku menjilati dan menyedot-nyedot memek mama, seolah tak puas walau perut ini serasa kembung terisi air kencing mama yang lumayan banyak tadi.

“Udah ya sayang… udah habis tuh pipis mama… mmmhh… kamu masih jilat-jilatin memek mama sih… masih kurang ya sayang… mmmhhhh… aaaahhhh…” ucap mama, sambil mendesah menikmati jilatanku.

Setelah merasa puas, kuminta mama untuk menyingkir dari atas tubuhku. Begitu aku bangkit, langsung kulumat bibir mama, dan untuk beberapa saat kami saling berpagutan.

Beberapa saat kemudian kami kembali duduk dengan posisi seperti sebelumnya, yaitu mama bersandar didadaku.

“Makasih ya ma, untuk pipisnya…” ucapku.

“Sama-sama sayang… Kamu puas sayang…?”

“Puas ma… pipis mama memang menyegarkan…” jawabku.

“Emang beneran enak ya sayang…? mama serius nanya nih…” tanya mama, sepertinya mama penasaran.

“Memang enak koq ma… asin-asin hangat gitu… mmm.. gimana ya… pokoknya ada sensasi tersendiri yang sulit untuk dikatakan lah…” terangku.

“Mmm… mama koq jadi kepingin ngerasain juga deh gus… Kamu kencingin mulut mama ya gus.. mama juga ingin merasakan segarnya air kencing anak mama… Mau ya sayang…” pinta mama.

“Oow.. dengan senang hati ma, kebetulan Bagus juga mau pipis nih… mmm.. bagaimana nih ma..? Mama tiduran terus Bagus kencingin atau bagaimana…?”

“Mmm… gini aja deh sayang… dibawah aja… diatas rumput situ… Mama jongkok, terus kamu ngencingin mulut mama sambil berdiri… oke..?” terang mama.

“Oke deh ma…” jawabku.

Setelah itu kami turun dari atas gazebo yang pada bagian tengah lantainya terdapat genangan air seni mama bekas tumpahan tadi.

Kemudian mama duduk bersimpuh diatas rumput taman.

“Ayo sayang… mama siap menerima asupan minuman segar dari kamu… Ayo langsung kencingin mulut mama sayang… aaaakkk…” sambil bersimpuh mama membuka mulutnya lebar-lebar, bersiap menerima semburan air seniku.

Akupun telah berdiri dengan jarak sekitar setengah meter didepan mama. Kupegang batang penisku dengan tangan kanan.

“Siap ya ma… satu.. dua.. tigaaa…”

Srrrrrrrr…

Bersamaan dengan itu menyemburlah air kencingku kearah wajah mama, yang segera kukontrol penisku agar air kencingku mengarah masuk tepat kedalam mulut mama.

Kulihat mama seperti kewalahan menerima semburan air seniku yang deras. Sebagian besar masuk kemulutnya yang kemudian ditelan, namun ada juga yang tumpah menggenangi leher, tetek, hingga perutnya. Leher mama tampak bergerak-gerak sebagai tanda sedang menelan sesuatu. Ya, dengan antusiasnya mama meminum air kencingku.

“Fuuuaahhhh… hmmmgghh.. glek… glek.. glek… khlok.. khlok… hmmmrrhh… fuuaahh…” hanya suara seperti itu yang keluar dari mulut mama, sepertinya dia sudah tidak sempat lagi untuk berbicara.

“Fuuuuaaaahhhh… wuuiihh… matap gus… terus gus… yang banyak gus… woooww.. keramas nih… hi.. hi.. hi… keremas air kencing… hi.. hi.. hi… wuuuhh…” oceh mama, sambil menggosok-gosok rambutnya seperti orang sedang keramas, saat semburan air kencingku kuarahkan kearah kepalanya. Tersenyum geli juga aku melihat tingkah mama itu.

“Ayo ma.. minum lagi ma… dikumur-kumur dulu dong ma… he.. he.. he…” godaku, saat kembali kuarahkan pada mulutnya.

“Hhmmfffuuhhh… ghlok… ghlok… ghlok… ghlok… gleg.. mmaahhhh…“seperti yang kuprovokasikan, mama mengkumur-kumur air kencingku, kemudian baru meminumnya.

Beberapa saat kemudian, habislah pancuran air seni yang keluar dari penisku. Bersamaan dengan itu batang penisku langsung dikulum oleh mama untuk beberapa saat.

“Woww… mama binal banget ma… seksi… kaya’ lonte ma… kaya’ lonte pinggir jalan… he.. he.. he.. Bagus jadi tambah nafsu ngeliatnya…” godaku, saat mama selesai mengulum kontolku. Aku sengaja menggunakan kata-kata seperti itu karna sebelumnya mama pernah bilang bahwa dirinya juga suka kalau aku sesekali menyebutnya seperti itu saat melakukan aktifitas seksual, ada sensasi tersendiri menurutnya.

“Masa’ sih sayang… kamu suka ya kalau melihat mama seperti lonte pinggir jalan… seksi ya sayang..? menggairahkan ya…?” tanya nama.

“Iya ma… suka sekali… sini lonteku sayang… mamaku lonte murahan… sini Bagus ciumin mulut lontemu itu… mmmfffhhh…”

Mama yang masih dalam posisi bersimpuh segera kuajak berdiri dengan mengangkat lengannya. Sekujur tubuh mama yang basah kuyup dengan air kencingku itu dengan bernafsu kuciumi dan kulumat mulutnya.

“Sekarang, mamaku yang kaya lonte murahan Bagus entotin ya…?“ujarku, sambil meremasi pantat besar mama.

“Iya nih sayang… mamamu yang kaya’ perek kolong jembatan ini udah gak sabar pingin dientotin sama kontol anak kandung mama…” ucap mama, sambil tangannya mengockok-ngocok batang penisku.

“Ya, udah.. sekarang mama nungging disini, biar pantat mama yang kayak gentong ini lebih keliatan menantang…” pintaku, seraya mama menungging diatas lantai gazebo. Posisi mama yang disebelah pinggir gazebo membuat pantatnya itu mengarah padaku yang berdiri dibawahnya.

Yes, posisi yang ideal. Dengan mama menungging diatas gazebo, praktis posisi pantat mama sejajar dengan penisku, sehingga aku dapat “menggasaknya” dengan posisi berdiri.

Wooww… sungguh posisi yang benar-benar menggiurkan dan menantang. Pantatnya yang super besar itu terekspose sempurna.

“Apanya yang mau dientot nih ma… memeknya atau anusnya…?” tanyaku, sambil meremas-remas dan menampar-nampar pantat mama.

“Terserah kamu sayang… kamu bebas melakukan apa yang kamu suka… bagi mama sih, dientot memeknya atau anusnya sama-sama enak… masing-masing memiliki sensasi tersendiri…” jawab mama.

“Mmm.. kalau begitu sih, Bagus memilih ngentot lobang anus mama saja… pantat gede yang lagi nungging seperti ini lebih enak dientot lobang pantatnya… Pantat gede memang lebih cocok disodomi… apalagi pantat gedenya lonte kolong jembatan yang tarif sekali ngentot 20 ribuan seperti mamaku ini.. yang biasa dientot sama tukang becak dan pemulung, iya gak ma..?

“Oh, iya sayang… pilihan kamu tepat sekali… perek najis kaya’ mama ini memang lebih cocok dientotin lobang anusnya… ayo sayang… langsung ditoblos aja lubang pantat mamamu ini sayang… mama juga udah gak sabar nih…” ujar mama, sambil menggoyang-goyangkan pantatnya.

Setelah kupinta mama mengulum kontolku sebentar untuk sekedar memberi pelumasan dengan ludahnya, kini batang penisku telah siap kuarahkan kedepan lubang anus mama.

Bless… tanpa banyak kesulitan batang penisku telah masuk kedalam liang anus mama, yang kemudian langsung kugenjot maju mundur. Ah, sedapnya.

“Aaaaaahhhhh… lobang bo’ol mama tambah lama tambah nikmat aja rasanya ma…” ujarku, sambil terus menggenjot liang anus mama.

“Pasti dong sayang… lobang bo’ol siapa dulu… lonte kolong jembatan gitu lho… pasti nikmat dong lobang bo’olnya… ayo sayang… entot yang kenceng lobang bo’ol mamamu yang lonte ini sayang… entotin lobang tai mamamu… kamu suka kan lobang tai mama sayang… iyakan sayang… uuuuuuhhh…

“Iya ma… pasti anakmu ini suka dengan lobang tai mama… lobang tai lonte… aaahhh… lobang tai lonte memang enak dientot… apalagi lonte murahan kaya’ mama… wwuuhh… nikmat sekaliiiii… huhhh… huhhh… huhhh… huhh.. huhh…” racauku, dan semakin cepat dan gencar pantatku bergerak maju mundur, bahkan mama sudah tidak lagi menggerakan pantatnya karna sulit mengimbangi kecepatan sodokanku.

Plak… plak.. plak.. plak… plak…

Brott.. brott.. brott.. brott.. brott…

“Aagghhh… nah.. gitu sayang… mantaaaapp… uuuuhhh… mantap sekali sih sodokan kontol kamu sayang… anak sialaaan… anak yang doyan ngentotin ibu kandungnya sendiriiii… dasar mother-fucker kamu… anak haram jadaaaahhhh… aaaahhhh…” racau mama, sepertinya mama mulai histeris.

“Iya ma… ngentotin ibu kandung sendiri memang enak sih ma… tidak ada rasa yang lebih nikmat dari ngentotin ibu kandung sendiri ma… aahhh… huhh.. huhh.. huhh.. huhh.. huhh…” balasku, semakin semangat dan gemas saja aku membombardir anus mama. Nafsu birahi ini semakin bergejolak, dan sepertinya ingin segera mencapai puncaknya, itu dapat kuyakini dengan rasa nikmat yang semakin kurasakan.

“Sayang… tolong hentikan dulu sayang… stop… stop… mama mau klimaks sayang… tolong kamu entotin memek mama dulu ya sayang… biarkan mama telentang dulu…” pinta mama, sambil tangan kanannya menahan perutku.

“Oke ma… kita keluarin sama-sama aja ma… kita keluarin bareng… bagus juga kayaknya udah mau ngecrot nih…” setujuku, seraya kucabut batang penisku dari anus mama.

Begitu batang penis tercabut, dengan cepat mama merangkak agak ketengah, lalu merebahkan tubuhnya dengan posisi telentang diatas lantai gazebo yang basah oleh air kencingku tadi.

“Cepat sayang… cepaaaat anak sialaaan… mamamu yang lonte ini udah mau klimaks tau… perlu disumpelin sama kontol lobang memeknya… nah.. gitu dong…” histeris mama, yang langsung menarik tubuhku yang baru saja naik keatas gazebo. Dan dengan secepat kilat langsung kumasukan batang penisku kedalam memeknya yang menganga karna memang kedua pahanya mengangkang lebar, yang langsung kugenjot dengan kecepatan penuh.

Jrott… jrott… jrott… jrott… jrott

Plok.. plok.. plok… plok… plok…

“Aaaaahhhhh… genjot yang kenceng sayang… entot memek mama yang kuat Bajingaaaaaannnn… Jahanaaammm… kamuuuu… Mama keluar sayang… Lontemu keluaaarr… aaaaaaakkkkk… ngentooooottttt… anjiiiiiing… enak bangeeeeeetttt… kontol kamu, anjiiiiing… enak bangeeeeett…

“Aaaaaaaaahhhhh… Bagus juga mau keluar ma… kita keluarin bareng ma… aaaaaaaahhhh… uuuhhh… uuhhh.. uuuhhh… uuhhh…”

“Iya sayang… peluk mama sayang… cium mama… mmmmfffff…” pinta mama.

Akhirnya kamipun mencapai klimaks secara bersamaan, yang dibarengi dengan saling berpelukan erat dan mulut kami saling berpagutan. Ah, sungguh sensasi yang luar biasa mengcapai puncak kenikmatan secara berbarengan.

Untuk beberapa saat kami masih saling berpelukan dengan posisiku menindih tubuh mama, dan tentunya masing-masing kelamin kami masih saling bersinergi walau tanpa aksi, karena memang sudah tidak lagi berpenetrasi.

“Kamu puas sayang…?” tanya mama, diikuti dengan mengecup mesra bibirku.

“Iya ma, Bagus puas sekali… Bagus benar-bebar bahagia…”

“Sukur kalau kamu bahagia sayang… mama juga merasa bahagia sekali… mama benar-benar merasakan nikmat orgasme yang tak terlupakan, apa lagi tadi kita sama-sama orgasme secara bersamaan ya sayang… mmm.. hot banget…”

“Iya ma… apalagi tadi waktu mama orgasme itu heboh banget… penghuni kebon binatang keluar semua ma.. he.. he.. he..”

“Hi.. hi.. hi… iya tuh… mama kaya’ hilang kendali sayang… abisnya enak banget sih… kayaknya gimana gitu… tapi kamu juga tuh, segala ngomong mama kaya’ lonte yang tarifnya sekali ngentot 20 ribu lah… Emangnya hari gini masih ada PSK yang tarifnya 20 ribu gus…?”

“He.. he.. he… mana Bagus tau ma… Bagus aja cuma asal ngejeplak…”

“Ih, dasar kamu… asal jeplak aja tuh mulut…“ucap mana, sambil memencet hidungku.

Sekitar pukul setengah satu siang Kak Indah tiba dirumah kami, ya rumah Kak Indah juga tentunya, karena dirumah ini pula Kak Indah menghabiskan masa kecilnya hingga dewasa dan kemudian menikah. Lalu akhirnya diboyong oleh suaminya untuk tinggal disebuah perumahan dikawasan Bogor.

Orang bilang wajah Kak Indah mirip mama, yang tentu saja cantik, hanya saja Kak Indah lebih tinggi sedikit dari mama, karena tinggi Kak Indah sekitar 170cm, dan tubuh Kak Indah tidak sebesar dan semontok mama, walau tidak juga bisa dikatakan kurus, karena berat Kak Indah sekitar 65 kg. Aku tau persis angka-angka itu karena sekitar setahun lalu pernah mengantar Kak Indah membuat paspor dikantor imigrasi untuk keperluan umroh, dan kebetulan aku membantu Kak Indah mengisi data pada formulir pendaftarannya, termasuk tinggi dan berat badan juga dicantumkan disitu.

“Kamu nyupir sendiri in…?” tanya mama, setelah menerima cium tangan dari Kak Indah.

“Iya ma… ya siapa lagi yang mau nyupirin, Mas Mirza kan ke Semarang…” jawab Kak Indah, sambil meletakan beberapa kardus yang dibungkus plastik warna putih diatas meja makan.

“Bolu tales… kesukaan mama..” ujar Kak Indah, yang saat itu mengenakan gamis terusan berwarna hitam dengan motif daun, serta kepalanya dibalut jilbab panjang berwarna hijau tua.

“Repot-repot banget in… kamu mau datang aja mama sudah senang… udah hampir 5 bulan lho in… kemana aja sih kamu…?” tegur mama, yang hanya mengenakan daster katun berwarna putih dengan motif batik.

“Aduuuhhh… maaf deh ma.. tau sendiri kan, selama pandemi ini kaya’ apa… Indah gak berani pergi jauh-jauh dari rumah… sekarang aja dinekat-nekatin… itupun karna dirumah cuma sendirian… bakalan dua minggu pula..” terang kak Indah.

“Iya, itu koq kenapa sampai 2 minggu sih… sebelum-sebelumnya juga kalau kesana kan paling-paling cuma 3 hari kemudian pulang, walau beberapa hari kemudian balik lagi kesana… tapi setidaknya kan bisa nengokin istri dulu..” tanya mama, sambil menyiapkan makan siang kami bertiga diatas meja makan.

“Itu dia ma… lagi-lagi ya karena Corona juga… mau bolak-balik naik pesawat juga takut, mana sekarang naik pesawat juga ribet… harus rapid test segala macem… akhirnya sekalian aja di Semarang sampai urusan selesai, baru pulang… mmm.. Ngomong-ngomong sudah hampir jam satu nih, aku mau zuhur dulu ya ma…

“Mmm… sudah… ya, sudah tadi sebelum kamu datang… iya kan gus…?” jawab mama berbohong, karena seingatku mama dan aku memang nyaris gak pernah sholat.

“Ya sudah kalau begitu… aku kekamar dulu ya… gak dikuncikan…?”

“Kamarmu tidak pernah dikunci, karena hampir tiap minggu adikmu selalu membersihkannya…” jawab mama.

“Oww… begitu, makasih ya adikku yang ganteng… kamu memang adikku yang paling pengertian deh…” ucap kak Indah sambil menjambak-jambak rambutku saat aku sedang asik membuka kardus oleh-oleh yang dibawanya. Sialan, kebiasaan menjambak rambutku itu kenapa tidak hilang-hilang juga dari dulu, semenjak dia masih gadis tomboy yang pergi kemana-mana hanya memakai celana pendek, sampai sekarang yang tak pernah lepas dari hijab syar’inya itu tetap saja keusilannya itu tak juga sirna.

“Kami menunggumu untuk makan siang lho in…” ujar mama, saat Kak Indah ngeloyor pergi menuju lantai atas.

“Oke ma… tunggu sebentar ya ma…” jawab Kak Indah sambil menapaki tangga kelantai dua.

“Kak Indah rajin shalat ya ma…?” ujarku pada mama, sambil duduk dimeja makan dengan mulut mengunyah bolu talas dari Kak Indah.

“Biar saja lah… kamu gak usah shalat ya sayang…”

“Memangnya kenapa..?”

“Mama takut kamu masuk surga…”

“Koq mama aneh sih… harusnya kan mama senang kalau anaknya masuk surga…”

“Iya, mama kawatir kalau kamu masuk surga, nanti kamu bersenang-senang terus sama bidadari-bidadari di surga, terus lupa’in mama… mama cemburu dong… mama gak rela anak mama jatuh kepelukan bidadari-bidadari jalang itu… mendingan kamu dineraka aja bersama mama, kita dineraka masih bisa ngentot berdua..

“Ha… ha… ha… mama.. mama… ada-ada saja mama ini… ha.. ha.. ha…” ngakakku, sampai-sampai serpihan bolu yang ada dimulutku tersembur keluar.

“Hi.. hi.. hi… Eh, jangan keras-keras ketawanya, nanti Kak Indah dengar bisa gawat… hi.. hi.. hi… Janji ya, jangan cerita sama Kak Indah soal guyonan mama tadi, nanti dia bisa tersinggung… mama bakalan dianggap melecehkan ini dan itu deh… bisa berabe lah urusannya… hi.. hi.. hi…”

Sedikit cerita tentang Kak Indah, dulu sebelum menikah dengan Mas Mirza, Kak Indah adalah seorang gadis yang ceria, cerdas, namun juga agak tomboy. Beberapa bulan sebelum dilamar, Kak Indah mulai mengenakan hijab, dan sedikit banyak telah menghilangkan imej gadis tomboy pada dirinya, dan mulai rajin shalat.

Hingga akhirnya dia menikah dengan Mas Mirza, yang berasal dari keluarga pengusaha yang Islami. Ayah dan Ibu Mas Mirza seorang Haji sekaligus seorang pengusaha busana muslim yang cukup sukses. Sedangkan kakek Kar Mirza dari pihak bapak Kak Mirza adalah seorang ulama terpandang yang merupakan pendiri dan pemilik pondok pesantren terkenal di wilayah Bogor.

Sedangkan mama, walaupun saat kekantor atau keluar rumah selalu mengenakan hijab, namun dia sangat jarang shalat, kecuali saat bersilaturahmi dengan besannya saja dia ikut shalat berjama’ah. Dan saat aku menanyakan soal itu, mama hanya tersenyum, lalu membelokan arah pembicaraan. Namun sempat juga aku mengingat perkataan mama yang seperti ini: “Ah, yang penting kita hidup itu tidak menyakiti orang lain, tidak menyakiti diri sendiri, dan tidak merusak lingkungan…

” begitu katanya. Dan saat aku menanyakan kenapa mama mengenakan jilbab, dia menjawab “Yah, sekedar untuk fashion aja… beberapa tahun belakangan ini kan hijab menjadi tren yang masiv di negeri ini, sekedar ikut-ikutan saja supaya enggak dipandang ini dan itu karena di KTP kita kebetulan sudah tercantum sebagai muslim…

Dan yang aku tau juga, mama adalah tipikal seorang PNS yang idialis dan memiliki komitmen. Untuk itu mama tidak ingin terperosok dengan urusan-urusan yang berbau KKN dan pungli, walaupun sebagai pegawai dibidang pemerintahan yang mencangkup pelayanan masyarakat, dimana posisi mama sebenarnya memiliki akses untuk mendapatkan uang banyak dengan cara “tidak sehat”, namun mama tidak pernah melakukan itu, walau untuk keputusannya itu terkadang mama harus berseteru dengan beberapa pihak, bahkan dengan rekan kerjanya sendiri.

Sekitar 10 menit kemudian Kak Indah telah kembali bergabung dengan kami untuk makan siang, namun kali ini Kak Indah hanya mengenakan daster berbahan kaos dengan warna hijau muda bermotif snoopy.

Rambut Kak Indah yang hitam lurus dengan panjang sebatas bahu, kontras dengan kulitnya yang putih. Matanya yang lebar itu melotot saat melihat aku hanya melampirkan t’shirtku diatas pundak, dan alisnya yang tebal dan berbentuk indah alami juga ikut naik keatas.

“Hey, itu baju dipakai dong… mau makan koq telanjang begitu… bulu ketek kemana-mana tuh… merusak selera aja…” tegur Kak Indah. Satu lagi kebiasaan kak Indah yang juga belum hilang, yaitu cerewet.

“Ya, elah… aku kan gak pakai baju juga karna baru selesai bersihin kamar kakak… ngeringin keringet dulu.. masih gerah…” alasanku, namun tetap juga t-shirt ku itu kukenakan.

“Ayo… sudahlah… kalian ini dari dulu kalau sudah ketemu, pasti kayak anjing sama kuncing… Eh, iya in… gimana kabar keluarga besar masmu…? itu adiknya Mirza yang dari istri kedua bapak mertuamu, katanya kan mau nikah, koq adem-ayem aja kabarnya sampai sekarang..?” tanya mama, sambil menuangkan nasi kedalam piring.

“Oooww… Anisah… diundur keliatannya… biasalah efek pandemi… Wah, ini sayur asem campur oncom masakan andalan mama ya.. mmm.. kesukaan aku nih…” ujar Kak Indah, sambil menyendok sayur asem kedalam piring.

“Iya, sengaja mama masak mulai pagi tadi untuk kamu… mama pikir pagi-pagi kamu sudah tiba disini…” ujar mama, sambil mulai menyantap makanannya.

“Oh iya in… bagaimana, sudah ada tanda-tanda mama bakalan mendapatkan cucu enggak…?” tanya mama, disela-sela kami bertiga tengah asik menikmati nasi sayur asem dengan ikan gurame goreng.

“Belum rejeki ma…” jawab kak Indah sambil terus menikmati santapannya.

“Mmm… sudah 5 tahun lho in kamu menikah… ya sudah, kamu harus sabar aja ya sayang…” ucap mama, seraya menenggak air putih dari gelasnya, karna sepertinya mama telah menyelesaikan makan siangnya.

“Oh iya in, kalau boleh mama tau, sebetulnya apakah ada kendala diantara kalian berdua mengenai kenapa kamu belum juga diberikan momongan… ada baiknya kamu terbuka dengan kami in, bagaimanapun kamu adalah bagian dari keluarga ini, sebelum kamu mengenal suamimu, kamilah orang yang paling dekat dengan kamu…

Mmm.. soalnya selama ini kalau mama tanya, kamu cuma menjawab belum rejeki lah… Allah masih berencana lain lah… dan lain-lain. Maksud mama, mama cuma ingin tau, apakah secara teknis kalian memungkinkan untuk punya anak atau tidak… barangkali saja kita bisa membantu mencari solusi…” terang mama, kali ini sambil menyantap irisan buah melon.

Sepertinya kak Indah juga telah merampungkan makannya, itu kulihat dari nasi diatas piringnya yang sudah kosong. Dan diapun menarik nafas panjang seusai menenggak air putih.

“Sebenarnya sih, hasil konsultasi kami dengan dokter kami masih memungkinkan untuk punya anak… mmm.. hanya saja…” terang kak Indah, lalu melirik kearahku sejenak. Hmm.. sepertinya dia kurang nyaman dengan keberadaanku untuk melanjutkan ceritanya.

“Enggak apa-apa in, biar kita semua tau persoalannya, kamu jangan terus menganggap adikmu itu sebagai anak kecil terus, dia sudah dewasa… sudah mahasiswa… bukan lagi anak SMP yang dulu sering kamu isengain…” tegur mama, saat aku bermaksud hendak beranjak menghindar sementara. Akhirnya niat itu aku urungkan.

“Oke deh… ya itu tadi, secara teknis kami masih memumgkinkan untuk punya anak, kualitas sperma mas Mirza dan juga rahim aku sehat-sehat saja, dalam artian berfungsi dengan baik… cuma sedikit kendalanya adalah, seringkali disaat kami berhubungam suami istri, sperma yang seharusnya disemprotkan kedalam rahim aku tidak mampu sampai kesasaran yang tepat…

“Tidak sampai kesasaran maksudnya gimana sih… apa disaat ejakulasi semburan sperma suamimu kurang kenceng gitu, seperti meler aja ya…?” tanya mama.

“Ya enggak juga sih ma, masalahnya… mmm.. anu suamiku terlalu pendek, jadi saat ejukulasi, semburan spermanya tidak mampu menjangkau rahim, ditambah lagi dengan kontruksi lorong vagina aku juga termasuk panjang, sehingga semakin sulit untuk terjadi pembuahan secara alami… sebetulnya sih bisa saja kita melakukan cara lain secara teknologi kedokteran, tapi..

Yah, tau sendirilah… mas Mirza itukan agamanya kuat, dia belum mau kita menempuh cara itu… dia selelu bilang… Allah mungkin memiliki rencana lain yang lebih baik untuk kita… begitu katanya. Selain itu juga, Mas Mirza selalu berusaha melakukan terapi untuk memperpanjang ukuran penis, namun hasilnya..

Yah, masih belum terlalu signifikan… mamun dokter kami juga mengatakan, tidak menutup kemungkinan juga dengan cara alami masih bisa hamil, disaat tertentu sperma mas Mirza masih memungkinkan untuk menjangkau rahim dengan tehnik-tehnik hubungan senggama yang ideal dan efektif, kemungkinan itulah yang membuat kami masih bisa berharap untuk mendapatkan anak dengan cara alami…

“Emang sekecil apa sih ukuran burungnya mas Mirza kak…?” tanyaku penasaran.

“Ya kira-kira segini lah…” jawab kak Indah sambil mengacungkan ibu jari tangannya, sebagai acuan bahwa sebesar itulah ukurannya.

“Sebesar itu sudah dalam keadaan ereksi in…?” tanya mama.

“Ya sudah ma… kalau lagi mengkerut malah cuma sebesar ini…” jawab Kak Indah, sambil menunjuk buah melinjo berkulit merah campuran sayur asem yang masih tersisa dipiringnya.

Mama terdiam sejenak sambil menatap kak Indah yang berada didepannya, aku yang duduk disamping kak Indah hanya berpura-pura memain-mainkan sendok diatas piring, sementara pikiranku membayangkan batang penis yang panjangnya tak lebih dari 5 cm saat ereksi, dan hanya sebesar buah melinjo saat menciut.

“Mmm… ya sudah in… untuk saat ini mama belum bisa berbuat apa-apa… mama cuma bisa berdo’a semoga kamu mendapat jalan keluar yang baik, dan segera dapat momongan…” ucap mama.

“Amiiin… makasih ma…” jawab kak Indah.

Setelah itu, kamipun mengobrol ngalor-ngidul tentang segala hal, bahkan sampai putusnya hubunganku dengan Ririn pun tak luput dari obrolan kami, namun tentu saja mengenai hubungan khusus aku dan mama sama sekali tidak termasuk dalam pembahasan.

POV Indah

Kulihat di jam dinding kamar menunjukan pukul 11 malam lewat 20 menit. Rupanya selepas shalat isya tadi aku tertidur. Ya, sehabis shalat tadi aku masih sempat chattingan via WA dengan Mas Mirza, setelah itu aku bersosialisasi sebentar, juga via WA, kali itu dengan teman-teman di grup WA alumni SMA, namun tak lama kemudian aku merasa ngantuk, lalu tak ingat apa-apa lagi, mungkin waktu itu sekitar jam 8 malam.

Ah, seharusnya aku membawa botol minuman kekamar ini, sehingga saat aku merasa haus seperti sekarang ini tak perlu lagi aku harus turun kebawah.

Akhirnya aku putuskan juga untuk keluar kamar dan turun kebawah untuk sekedar mendapatkan air minum untuk menuntaskan dahaga ini.

Ah, satu gelas penuh kutenggak habis air mineral yang kuambil dari galon dispenser ini.

Hmm.. sepertinya aku mendengar ribut-ribut dari kamar mama. Seperti orang sedang bersetubuh. Ah, paling-paling mama sedang menonton film porno dikamarnya. Setauku, semeninggalnya ayah, mama sering menonton film porno dikamarnya, karena kebetulan aku pernah mengintipnya melalui lubang kunci. Kasihan juga mama, diusia tiga puluhan sudah ditinggal mati papa, usia dimana masih membutuhkan dekapan hangat seorang lelaki dalam hidupnya.

Tapi, kenapa suara itu begitu jelas, seperti… Ah, lebih baik aku coba mengintip. Kumelangkah mendekati kamar mama. Suaranya semakin jelas, kuyakin itu bukan berasal dari suara video. Apakah mama memiliki pacar atau teman laki-laki, dan sekarang mereka tengah memadu kasih, atau kata kasarnya mereka sedang berbuat mesum.

Hmm.. pintu kamar itu bukan saja tidak terkunci, bahkan juga tidak tertutup rapat, masih ada selah sekitar satu senti antara kusen dan bibir daun pintu, itu artinya kalau aku senggol sedikit saja, tanpa harus menekan handle pintunya, maka akan terbukalah daun pintunya itu. Rasa penasaran membuatku nekat untuk melakukan itu, sekedar ingin tau saja siapa laki-laki pacar mama yang datang malam hari dan enak-enakan berasik masuk didalam kamar.

Ngeeek… engsel pintu yang kurang pelumas menimbulkan suara berderit yang lumayan nyaring seandainya didalam ruangan itu tak segaduh sekarang.

Ya ampun… seorang laki-laki sedang menggagahi mama dengan posisi misionery, beruntung posisinya membelakangi aku sehingga dia tak melihatku, begitupun mama yang wajahnya terhalang tubuh laki-laki itu.

Tapi.. Gila… Apa aku tak salah lihat… Bukankah laki-laki itu si Bagus. Ya aku yakin, walaupun dia membelakangiku, aku yakin benar itu adalah Bagus.

Astaga.. hampir tak percaya aku melihat ini, mana mungkin ini bisa terjadi. Sungguh bejat sekali mereka.

“Iya… terus gus.. anakku sayang… entotin memek mamamu yang kuat sayang… bikin mamamu bunting sayang…”

Astaga, kini seratus persen sudah aku yakin bahwa laki-kaki itu adalah Bagus, dan perempuan itu adalah mama. Ah, sungguh gila mereka. Kata-kata mama itu membuatku bergidik mendengarnya.

Tapi mengapa aku tak punya nyali untuk menggerebeknya, aku hanya bisa melihat dengan melongok dari sisi daun pintu yang hanya terbuka sebesar muatnya kepalaku dapat melongok. Ah, penis adikku itu sangat besar sekali, menghujam-hujam dengan tandas dan bertenaga ke vagina mama. Ah, kenapa justru ada perasaan aneh yang menjalar ditubuhku, tepatnya persaan nafsu.

Sampai dikamar pikiranku menerawang tak karuan. Apakah tadi aku hanya bermimpi, dan sekarang aku telah terbangun dari mimpi itu. Tapi, ah.. rasanya itu bukanlah mimpi. Entah sudah berapa lama mereka melakukan kebiasaan itu, dan kata-kata yang keluar dari mulut mama itu, benar-benar shok aku dibuatnya.

Tapi aku juga tak bisa membohongi diriku, kalau tadi aku juga sempat terkesima dan bernafsu melihat batang penis Bagus yang begitu besar menghujam divagina mama. Ah, betapa nikmatnya seandainya… Ah, aku harus buang jauh-jauh perasaan menjijikan itu, hanya orang tak bermoral yang berhubungan badan dengan saudara kandung.

Hmm.. aku pun masih bingung, harus berbuat apa aku pada mereka besok. Marah, lalu melabrak mereka, atau diam berpura-pura tidak tau..? Kalau laki-laki itu adalah orang lain, mungkin aku putuskan untuk tutup mata, tutup telinga, alias pura-pura tidak tau, tapi yang terjadi sekarang ini adalah antara mamaku dan adikku, mereka adalah anak dan ibu kandung.

POV Dian (mama)

Sekitar pukul 3 pagi aku terjaga. Bagus, anakku masih tertidur diatas tubuhku, dengan batang penisnya juga masih bersarang didalam vaginaku. Ya, tadi malam sekitar pukul 10 Bagus menyusup kedalam kamarku ini, setelah dia yakin anak perempuanku Indah telah tertidur lelap didalam kamarnya. Yang aku ingat, sekitar pukul setengah dua belas malam kami menyudahi permaian setelah Bagus menaburkan benih-benihnya didalam rahimku, dan setelah itu kami tertidur dengan masih dalam posisi yang sama saat pergumulan terakhir tadi malam.

“Gus, bangun sayang… udah jam 3 pagi, kamu harus pindah kekamarmu sebelum kak Indah bangun untuk shalat subuh beberapa jam lagi…” bisikku, sambil kutepuk-tepuk pekan pipinya.

“Iya ma… Bagus sudah bangun koq…” jawabnya, beberapa saat kemudian dia bangkit dari tubuhku, mencabut batang penisnya yang masih tertanam didalam vaginaku.

Ah, dia malah berbaring disampingku dan kembali memejankan matanya.

Aku melangkah kearah kamar mandi untuk buang air kecil, kurasakan sesuatu yang mengalir dipaha hingga kakiku, yang kuyakin itu adalah sperma anakku yang sempat bermalam didakam liang vaginaku, yang kini meluber keluar saat “penyumbatnya” dicabut.

Setelah pipis segera kuraih dasterku yang teronggok dilantai, kemuduan kukenakan.

Hmm… dia malah pules lagi. Aku duduk sejenak diatas ranjang untuk kembali membangunkannya, tapi perhatianku tertuju pada pintu kamar yang terbuka sekitar 30cm. Apakah semalam Bagus seceroboh itu menyusup kekamarku tanpa mengunci pintu bahkan tanpa menutupnya kembali pula, padahal dia tau sekarang Indah menginap disini.

“Gus… bangun gus… kamu harus pindah.. cepat gus…” ujarku, sambil mendorong-dorong lengannya. Kali ini cara membangunkan seorang ibu kepada anak laki-lakinya, bukan lagi seorang kekasih yang membangunkan pujaan hatinya.

“Iya ma… Bagus sudah bangun…” jawabnya, namun dengan mata yang masih terpejam.

“Iya, kamu cepetan pindah dong gus… sebentar lagi kakakmu bangun… bisa kiamat kalau dia sampai tau kamu tidur disini dalam keadaan telanjang pula… cepat sayang…” omelku, kali ini dia bangkit juga akhirnya.

“Gus, semalam waktu kamu masuk, pintu itu tidak kamu kunci ya…?” tanyaku, saat dia tengah mengenakan celana pendeknya.

“Wah iya… Bagus lupa ma… terburu-buru sih, maklum udah kebelet…” jawabnya, dengan mata masih setengah terbuka.

“Ceroboh kamu gus.. itu sekarang malah terbuka, jangan-jangan tadi malam…”

“Tertiup angin mungkin ma…” jawabnya enteng, seraya melangkah keluar kamar.

“Angin dari mana…?” kesalku. Namun dia telah menghilang dabalik pintu kamarku.

Ah, mengapa perasaanku jadi tidak enak saat mengingat pintu kamar yang terbuka itu.

Kurebahkan lagi tubuhku diatas ranjang, beberapa menit kemudian aku sudah tak ingat apa-apa lagi.

Pukul setengah enam aku terbangun, setelah mandi sekalian keramas aku keluar kamar dengan mengenakan daster berwarna hitam bercorak kembang-kembang.

Kulihat Indah duduk disofa sambil menonton tivi. Ah, kenapa wajahnya ditekuk seperti itu, terlihat murung dia. Semakin tidak enak saja perasaanku. Jangan-jangan wajah murungnya itu ada hubungannya dengan pintu kamar yang terbuka tadi mala.

“Selamat pagi in… gimana, nyenyak tidurnya semalam…?” sapaku kepada Indah, yang dijawabnya hanya dengan anggukan kepala. Ah, semakin resah saja pikiranku.

Saat memasak nasi goreng untuk sarapan pagi, pikirankupun masih gundah, dan kegundahan itu semakin beralasan saat kami menyantap sarapan pagi diruang makan, Indah tak mengeluarkan kata-kata sepatahpun, yang membuatku dan Bagus sesekali saling pandang kebingungan. Bahkan saat Indah menunduk, aku sempat melotot kepada Bagus, seolah ingin berkata “ini semua karena kecerobohan kamu, lupa menutup pintu…

Selesai makan, Indah pergi begitu saja meninggalkan kami, dan langsung duduk disofa depan tivi.

“Kita harus selesaikan ini semua gus…” bisikku kepada Bagus, seraya ku bangkit dan melangkah menghampiri Indah, meninggalkan Bagus yang masih melongo mendengar perkataanku tadi.

Kudekati Indah dengan duduk disampingnya, disofa yang sama.

“Ada apa sih in… koq dari tadi kamu murung aja…?” tanyaku membuka percakapan, kulihat Bagus menyusul, namun dia duduk di kursi single yang masih bagian dari set sofa ini juga.

Untuk beberapa saat Indah masih terdiam, sebelum akhirnya.

“Aku masih bingung mau ngomong apa ma… aku masih… mmfffhh… aku masih shok dengan apa yang aku lihat tadi malam…” ujar Indah, jelas sudah, sekarang aku yakin bahwa Indah sudah melihat apa yang aku dan Bagus lakukan dikamarku.

“Lihat apa sayang…?” masih aku berpura-pura bodoh, atau sekaligus ingin kepastian apakah yang dimaksudnya itu benar dengan apa yang ada dipikiranku.

“Mama enggak usah berpura-pura bodoh… kalian semua… sungguh keterlaluan… bagaimana mungkin kalian ibu dan anak kandung bisa berbuat seperti itu… dimana moral kalian… bejat.. sungguh bejat…” umpat Indah dengan emosi. Dari matanya tampak mulai berkaca-kaca. Hmm.. kalau sudah seperti ini, sepertinya memang sudah jelas, dan kuputuskan untuk tidak lagi berpura-pura bodoh.

“Baiklah in… sepertinya kamu sudah tau semuanya… sekarang lebih baik mama harus berkata apa adanya… memang sudah beberapa hari ini mama dan adikmu sudah melakukan hubungan layaknya suami istri. Mungkin bagimu dan juga orang-orang diluar sana ini merupakan perbuatan tak bermoral dan bejat… sebagaimana yang kamu katakan tadi barusan…

Tapi ketahuilah in, yang kami lakukan ini sama sekali tidak mengusik apalagi merugikan pihak lain, juga tidak merugikan mama dan Bagus.. kami mekakukannya dengan sadar, atas kemauan kami sendiri tanpa adanya pemaksaan satu sama lain, bahkan kami melakukan ini dengan penuh rasa cinta, dan yang tak kalah penting, kami melakukan ini dengan penuh tanggung jawab dan akan konsekuen dengan segala akibatnya, namun tentu saja akibat-akibatnya itu sudah kami pikirkan matang-matang, sehingga kami yakin bahwa kami akan bisa mengatasinya, dan yang pasti mama juga yakin bahwa semuanya akan baik-baik saja, terutama kehormatan keluarga kita ini, mama bisa menjamin akan tetap terhormat dimata masyarakat, termasuk dimata keluarga besar suamimu tentunya…

“Tapi yang kalian lakukan itu dosa ma…” protes Indah.

“Jangan pikirkan soal dosa, yang mama pikirkan cuma hal yang logis, bukan sesuatu yang belum tentu kebenarannya… dan secara logis pula mama pikir apa yang mama lakukan ini tidak ada salahnya… karena seperti yang mama katakan tadi, tidak ada pihak yang merasa dirugikan, baik mama maupun Bagus, bahkan kami merasa bahagia dengan melakukan ini…

“Baiklah ma… kalau itu memang sudah keputusan mama, dan mama menganggap itu adalah benar… Aku akan berusaha menutup mata dan telinga seolah tadi malam aku tidak pernah melihat apa-apa dikamar mama…” ucap Indah, setelah mereguk habis segelas air putih yang diberikan Bagus, lalu dia meletakan gelas kosongnya diatas meja didepan sofa.

“Gus, coba tolong kamu ambilkan anggur seperti yang kemarin kita minum… di kamar mama, tepatnya didalam raknya masih ada satu botol lagi… rak yang ada kacanya itu lho.. kamu ambil aja, bawa kesini… oh iya, sekalian kamu bawa gelas dua…” pintaku pada Bagus.

Tak sampai dua menit, botol anggur beserta 2 buah gelas kosong sudah berada diatas meja depan sofa.

POV. Indah

Apa yang dikatakan mama memang tidak bisa disalahkan kalau tolak ukurnya adalah logika. Tapi dalam agama, itu adalah suatu hal yang berdosa. Semenjak aku menjadi istri mas Mirza, sedikit demi sedikit aku mulai mempelajari agama atas bimbingan suamiku itu, walau sejujurnya aku melakukan semua itu lebih sekedar karena rasa cintaku pada Mas Mirza.

Karena itulah, aku juga tidak bisa menentang prinsip-prinsip mama secara militan dengan dalil-dalil agama yang ada, karena secara keyakinan aku juga tidak sepenuhnya percaya dengan yang kuanut. Masih ada pemikiran-pemikiran logis didalam hati kecilku yang belum dapat membenarkan begitu saja beberapa kebijakan-kebijakan yang selama ini diajarkan oleh mas Mirza.

“Segelas minuman anggur barangkali dapat sedikit menenangkan pikiranmu in…” ujar mama, sambil menuangkan cairan berwarna kemerahan dari botol seukuran botol sirup kedalam gelas bekas air putih yang barusan kuminum, kemudian mama juga menuangkan kedalam dua gelas lainnya.

“Ini cuma anggur, oleh-oleh teman mama dari Belanda, tidak bikin mabuk koq, tapi setidaknya mampu membuat pikiran kita lebih lepas, rileks, dan juga tidak tegang… ayo diminum…” tawar mama, sambil mengangkat gelas berisi anggur.

Entah mengapa, tanpa banyak berpikir akupun langsung meraih gelasku, lalu kutenggak habis minuman yang memiliki sensasi rasa manis dan pahit itu, seperti halnya yang dilakukan mama dan Bagus. Hmm.. kerongkongan dan dada ini terasa hangat. Beberapa saat kemudian pikiranku memang serasa lebih rileks, tidak semerawut seperti sebelumnya.

“Bagaimana in, kamu lebih tenang sekarang…?” tanya mama, yang kujawab hanya dengan anggukan pelan.

“Sukurlah… mama harap, sekarang kamu juga bisa lebih bijak dalam berpikir…” ujar mama, sambil menuangkan lagi anggur kedalam gelas miliknya, namun kutolak saat menawarkannya padaku, yang aku bilang sudah cukup.

“Mengenai masalahmu yang hingga sekarang masih belum juga diberikan momongan…” ucap mama, seraya menenggak setengah gelas anggur yang baru dituangnya itu. Aku masih menunggu kelanjutan pembicaraan yang entah mengapa tiba-tiba mengarah ke urusanku yang belum juga punya anak.

“Mama punya solusi in… ya mudah-mudahan sih kamu menerimanya…” lanjut mama, namun kembali, cuma sampai disitu mama kembali terdiam seolah menunggu reaksiku.

“Solusi seperti apa…?” penasaranku.

“Yang pasti solusi dengan cara yang logis dan tepat sasaran…”

“Iya, teknisnya seperti apa… kalau pakai bantuan dukun aku tidak mau…” ketusku, karna beberapa teman pernah menyarankan seperti itu padaku.

“Dukun..? Ah, Indah.. Indah… kamu seperti tidak mengenal mamamu saja… sejak kapan mama percaya dengan segala dukun dan hal-hal yang tidak masuk akal lainnya itu… kan mama sudah bilang ini solusi dengan menggunakan cara yang logis… bukan cuma jompa-jampi dukun atau doa’a-do’a yang belum pasti kebenarannya…

“Lalu…?” tanyaku.

“Mmm.. begini in, seperti yang kemarin kamu ceritakan, masalah utamanya adalah penis suamimu yang ukurannya terlalu pendek itu, dan yang kedua juga karna lorong vagina kamu yang terlalu panjang, karna kamu termasuk tinggi besar, pinggulmu juga besar, ya wajarlah kalau lorong vagina kamu juga panjang, sama seperti mana.

“Terus…?” penasaranku.

“Ya terus… mmm.. Adikmu ini memenuhi semua kriteria yang kamu butuhkan itu… batang penis dia cukup besar dan panjang lho in… malah termasuk over size… dan kualitas spermanyapun sepertinya juga sangat baik.. kental dan banyak…” terang mama, sambil pandangannya tertuju pada gelas kosong yang dengan iseng diputar-putar ditangannya.

“Maksud mama apa…?” aku mulai sadar kemana arah pembicaraan mama itu, sehingga aku sedikit agresif meresponnya.

“Tenang sayang… nyantai aja kenapa sih… cobalah berpikir dengan bijak… apa kamu tidak kawatir kalau nantinya suami kamu kawin lagi dengan mencari istri kedua yang lebih imut dan mungil, yang typenya seperti Yuni shara atau Dewi persik, dan tentu lorong vaginanya juga lebih pendek… Ingat in, bagi keluarga besar suamimu itu, poligami adalah hal yang lumrah untuk mereka…

Bapak mertuamu istrinya dua, lalu kakaknya Mirza yang sulung itu istrinya juga dua, kakeknya Mirza malah 3 istrinya… belum lagi dari keluarga sepupu-sepupunya… jadi bukan hal yang mustahil kalau kamu juga bakalan dimadu kalau terus menerus belum juga memberikan momongan…” agak ngelantur juga mama ini, mungkin pengaruh anggur itu, walau kuakui isi pembicaraannya itu banyak benarnya juga sebetulnya.

Kulihat Bagus juga seperti salah tingkah karena merasa dirinya juga akan dilibatkan dengan masalahku. Bahkan dia sempat ingin beranjak namun ditahan oleh mama.

“To the point ajalah in… maksud mama tuh begini… mmm… biarkan Bagus yang akan menghamili kamu… “tegas mama.

“Mama tuh udah ngaco… sebaiknya disudahi saja pembicaraan ini…” ucapku, seraya aku hendak berdiri namun tangan mama menahannya hingga aku duduk kembali.

“Dengar dulu in… ini demi kabaikan kamu.. demi anak perempuan mama… skenarionya begini… mmm… oh iya in, kapan terakhir kamu haid…?”

“Baru seminggu lalu selesai…” jawabku dengan malas.

“Nah, itu sangat kebetulan sekali… berarti sekarang ini masih termasuk masa-masa subur… oh iya, dalam seminggu ini, apa mas Mirza menggaulimu…?”

“Sering, karna itu bagian dari ihktiar kami untuk mendapatkan anak… terakhir, malam sebelum kepergian Mas Mirza kami malah melakukannya beberapa kali… memangnya kenapa..?” terangku, hmm.. entah mengapa aku harus menceritakannya selengkap itu.

“Ah, thanks god… mengapa begitu klop sekali… ini kesempatan yang baik in.. percayalah… jadi begini, selama suamimu di Semarang, biar Bagus yang membuahi rahim kamu… nanti begitu suamimu pulang, mudah-mudahan beberapa minggu kemudian kamu positif hamil… nah, sampai disitu suami kamu taunya itu adalah hasil “kerja” dia sebelum berangkat ke Semarang…

“Bagaimana in… mama harap kamu mengambil keputusan bijak… mmm.. kecuali kamu memang sudah rela, atau yang kalian sebut ikhlas apabila suami kamu mendapatkan anak dari perempuan lain, yang tentu saja suami kamu akan lebih sayang kepada istri yang memberinya anak, lalu akan mengacuhkan kamu pada akhirnya…

“Dan apabila yang menaburkan benih itu adalah adikmu, tentu anak yang akan kamu lahirkan wajahnya tak akan berbeda jauh dengan kamu, karna toh wajah Bagus juga hampir mirip dengan kamu.. dan mereka paling-paling akan mengira gen kamu lebih dominan dari Mirza, sehingga anaknya lebih mirip kamu ketimbang bapaknya…

Hmm.. seandainya aku menerima tawaran itu, artinya Bagus akan menyetubuhiku, sebagaimana yang dilakukannya pada mama tadi malam. Ah, betapa perkasanya batang penis Bagus yang besar dan panjang itu menghujami vagina mama. Dan itu akan terjadi padaku bila aku menyetujui ajakan mama. Kulihat kearah Bagus untuk beberapa detik, namun dia tampak salah tingkah.

“Bagaimana in… mama mau dengar jawaban bijakmu…” tanya mama. Namun aku hanya terdiam seraya memejamkan mata. Ah, aku bingung untuk memutuskan ini.

“Mmm.. barangkali dengan satu gelas anggur lagi bisa membuat otakmu bekerja dengan lebih efektif in…” ucap mama, seraya mengangkat botil anggur bersiap untuk dituangkan kedalam gelasku.

“Cukup ma… tidak perlu… baik, akan kita coba usul mama itu…” jawabku, ah, hampir tak percaya akhirnya aku menerima ide gila itu.

“Yess… berarti kamu setuju ya in… yess… thanks god…” girang mama, seraya memeluk dan menciumku.

“Tunggu dulu ma… bagaimana dengan Bagus… mmm… apa dia setuju…” tanyaku malu-malu, sambil sesekali melirik kearah Bagus yang tingkahnya juga tak jauh beda denganku yaitu salah tingkah dan ragu.

“Oh iya… itu harus kita tanyakan… karna kita harus memastikan bahwa semua ini tidak ada unsur pemaksaan… mmm.. bagaimana gus, apa kamu bersedia menggauli kakakmu seperti kamu juga ngentotin mama…?” tanya mama.

Bergidik aku mendengar omongan mama pada kalimat yang terakhir itu, kata yang hanya dapat didengar dikawasan kumuh, yang keluar dari mulut para preman dan gelandangan.

“Ya, Bagus sih bagaimana kak Indah saja… kalau kak lndah bersedia, Bagus juga akan dengan senang hati melakukannya…” jawab Bagus. Lega juga aku mendengarnya.

“Tuh, kamu dengar kan in… dengan senang hati katanya… mmm… kalau gitu ya sudah tunggu apalagi… Ayo gus, diajak tuh kakakmu kekamar mama…” ujar mama.

“Ya enggak harus sekarang juga kali ma… mmm.. kan masih bisa nanti… kenapa harus langsung begitu sih… kita kan juga perlu adabtasi, dan… mmm…” protesku.

“Ooww… iya, mungkin kalian butuh pengenalan dulu ya… butuh yayang-yayangan dulu… ayo gus, beri kakakmu sedikit pemanasan, sekalian kamu ajari dia… biar dia enggak kaku …” ujar mama. Sial, diajari katanya, dipikirnya aku masih gadis perawan yang tidak tau seks, usia perkawinanku saja sudah 5 tahun, dan waktu SMA dulupun beberapa kali aku gonta-ganti pacar, sebelum akhirnya cintaku tertambat pada Mas Mirza, sedangkan Bagus, seorang remaja yang termehek-mehek hanya karna diputusi oleh pacarnya, dan baru sekali itu pula dia pacaran.

Sambil senyum-senyum malu Bagus duduk disampingku. Sejurus kemudian tangan kirinya merangkul pundakku, seraya mulutnya mencium dan menjilat pada leherku.

“Mmmmm… aaaahhhhhh…” desahku, saat mulut Bagus mengecup dan menggigit-gigit kecil leherku.

Kini mulut Bagus mulai menyusuri rahang, pipi, hingga bibirku. Aku membuka mulut, memberi akses baginya untuk memasukan lidahnya kedalam mulutku. Lidah kami saling bersentuhan. Aku yang sebelumnya masih merasa canggung, kini mulai merespon dengan mengemut lidahnya yang masuk kedalam mulutku, hingga akhirnya kamipun saling berpagutan dengan buas, bahkan tanganku sampai merangkul tengkuk adikku itu.

Ah, sungguh tak pernah sedikitpun aku membayangkan bakal berciuman dengan penuh nafsu seperti ini dengan adikku sendiri, dan dari dulu pun aku tak pernah memiliki rasa apapun secara seksual dengan Bagus, bagiku dia adalah adik manis yang selalu kusayang, walau sering juga aku goda dan kujahili. Dulu dia sering kuciumi pipinya, bahkan sampai menangis karna terkadang aku terlalu gemas sehingga mencium sambil mencubiti pipinya.

Ah, caranya dia mencumbu bagaikan Don juan dalam cerita-cerita roman, cumbuan yang menghanyutkan. Seolah dia tau apa yang kuinginkan, dan tau sisi-sisi mana yang bakal membuatku terhanyut. Kini tangan kanannya menyusup dari bawah dasterku dan merayapi pahaku, dan berhenti pada selangkanganku. Sepertinya dia mencari-cari bagian atas celana dalamku, untuk kemudian dengan nakalnya tangan kanannya itu menelusup masuk didalam celana dalamku, dan..

“Mmmmmffffhhhh…” aku mendesah tertahan karna memang mulutku sedang saling berpagutan dengan mulut Bagus.

Kulihat mama mendekati Bagus. Ah, ternyata mama menarik celana pendek Bagus, sehingga batang penis Bagus yang besar dan panjang itu terpampang jelas dihadapanku, tidak seperti tadi malam dimana aku hanya dapat mengintip dengan jarak beberapa meter.

Asataga, betapa besar dan panjangnya batang penis adikku ini, sungguh bagaikan bumi dan langit bila dibandingkan dengan mas Mirza suamiku.

“Ayo sayang… kamu kenalan dulu dong dengan kontol adikmu…” ujar mama, seraya memegang pegelangan tangan kananku, lalu diarahkannya telapak tanganku pada batang penis Bagus. Spontan tanganku menggenggam batang penis yang kutebak mendekati 20cm itu. Wooww… mantap sekali depagangnya, keras dan besar.

Terakhir aku pernah memegang benda yang sama ini, waktu Bagus masih TK saat dia selesai mandi. Waktu itu ukurannya masih sebesar buah melinjo, yang dengan usil aku tarik ujung titit kulupnya, dia hanya tertawa terkekeh-kekeh merasa geli. Ah, sungguh beda sekali dengan yang sekarang, besar, panjang dengan urat-uratnya yang bertonjolan dibeberapa bagian.

Hmm.. kini mama juga mulai “menggerayangiku” dengan mencoba melepas celana dalamku.

“Nah, begini kan lebih enak… kamu bisa lebih leluasa mengobel-ngobel memek kakakmu…” ucap mama setelah berhasil melepas celana dalamku, sekaligus menyingkap keatas daster berbahan kaos yang kukenakan. Hmm.. kalau aku perhatikan mulut mama ini tampak begitu enteng saja mengucapkan setiap kata-kata yang seharusnya termasuk vulgar dan cabul untuk didengar, kata yang tak pernah sekalipun keluar dari mulutku dan mas Mirza selama kami menjadi pasangan suami istri.

Ah, auratku dan Bagus kini sudah dalam keadaan terumbar sepenuhnya, bahkan kini tangan Bagus semakin leluasa memasukan jari tengahnya keliang vaginaku, lalu mengocok-ngocoknya dengan inten. Sama halnya dengan yang aku lakukan pada batang penisnya, yang semakin gemas aku mengurut-urut dan meremasnya.

Kulihat mama tersenyum dengan apa yang kami kakukan, seolah dia begitu bangga sekali melihat kedua anak kandungnya melakukan hubungan seks tak lazim ini.

“Memek kakakmu dijilatin dong gus… masa’ dari tadi cuma dikobel-kobelin aja sih… emangnya kamu enggak tergoda dengan memek yang begini indah, dengan bulu jembutnya yang tertata rapi ini…” saran mama, yang kini duduk disamping Bagus, sehingga sofa ini kami duduki bertiga.

Seperti yang disarankan mama, Bagus menghentikan aktifitas jari tengahnya diliang vaginaku, sekaligus juga menyudahi pagutan mulut kami. Dan sejurus kemudian adik kandungku itu telah jongkok dibawahku, sambil kedua tangannya merentangkan masing-masing pahaku, lalu.. Ah.. setelah memandangi dan mengecup lembut vaginaku, kini lidahnya mulai beraksi menjilati bibir vagina, klitoris, hingga liang vaginaku.

“Mmmm… zzzzzzzhh… uuuhhhhhh…” desahku dengan mata separuh terpajam, sambil ku gigit sendiri bibir bagian bawahku, sementara kedua tanganku memegangi kepala Bagus.

Jujur, suamiku belum pernah melakukan seperti ini padaku selama aku menjadi istrinya. Yang dia lakukan untuk foreplay sebelum melakukan senggama biasanya hanya sekedar mengelus-elus vaginaku dan menciumi bibirku, leher, hingga payudaraku, dan tak lama setelah itu barulah kami melakukan hubungan badan.

Dengan apa yang dilakukan adikku ini, benar-benar membuatku terkesima, karena begitu rakusnya dia, menjadikan vaginaku seolah adalah santapan lezat yang layak konsumsi, mulai dari diciumi aromanya, dijilati, dikenyot-kenyot, hingga disedot dengan kencang sampai membuatku terpekik beberapa kali.

“Aaaaauuuww… aauuuww… mmmmmm… aaahhhh… gila kamu gus… uuuhhhh…” pekikku, saat mulut Bagus menyedot-nyedot vaginaku dengan lumayan kuat. Fuh, benar-benar terlena sekaligus terkejut-kejut aku dibuatnya dengan aksi adikku ini, bahkan yang sebelumnya aku meremehkan dia, dan menganggap aku lebih berpengalaman soal seks karena merasa sudah lima tahun menikah sepertinya akan terpatahkan.

“Apa suamimu belum pernah melakukan ini padamu sayang…?” tanya mama, yang duduk disampingku sambil tanggan kirinya merangkul pundakku. Yang aku jawab hanya dengan gelengan kepala karena konsentrasiku mamang masih terfokus pada nikmat yang kini tengah kurasakan.

“Adikmu paling jagoan kalau soal jilat menjilat dan sedot menyedot in… itu sih belum seberapa… nanti kamu bakalan rasakan betapa dahsyatnya dia…” ucap mama, kali ini sambil tangan kanannya meremas-remas payudaraku yang masih terbungkus oleh daster.

“Mmm… apa kamu enggak kepingin juga mencicipi kontol adikmu… ehem… kontol adikmu bukan kontol yang ukurannya sebesar ibu jari kamu lho in…” tawar mama.

“Mencicipi bagaimana ma… mmmhh… uuuhhhh…” tanyaku, dengan masih konsentrasiku sebagian besar tertuju pada aksi oral Bagus.

“Ya, ngemut-ngemut atau ngisep-ngisepin kontol adikmu lah…” jelas mama, yang aku jawab dengan menganggukan kepala pelan, walau sebenarnya aku belum pernah melakukan itu, namun itu justru membuat aku penasaran untuk mencobanya.

“Gus… kakakmu mau nyicipin kontol kamu tuh… gantian gus… kamu kan udah nyicipin memek kakakmu, sekarang biar kakakmu yang ganti nyicipin kontol kamu…” pinta mama.

Seperti yang dipinta mama, Bagus menyudahi aksi oralnya, seraya bangkit dan duduk disamping kanan mama, setelah terlebih dulu mengecup bibirku. Yah, mulut yang sebelumnya digunakan untuk menjilat dan menyedot-nyedot vaginaku itu saling berkecupan dengan mulutku untuk beberapa saat.

“Tuh in, adikmu sudah siap… tunggu apalagi, koq malah keliatan bingung gitu… tinggal kamu jongkok aja dibawahnya Bagus… ayo sana, nanti kalau masih bingung biar mama ajarin…” ujar mama. Terus terang aku memang agak canggung untuk memulainya, mungkin karena belum pernah melakulannya itulah yang menjadi sebab, kalau memgenai caranya tentu saja aku juga tau, toh aku juga pernah nonton film porno, dimana adegan oral seks selalu ada dalam film-film itu.

Seperti yang disarankan mama, akupun jongkok dibawah Bagus yang duduk dengan paha dibuka, seolah memperlihatkan batang penisnya yang berdiri tegak. Ah, betapa gagahnya penis besar dan panjang yg mengacung tegak bagaikan tugu monas.

Akhirnya kupegang juga batang penis itu, dan dengan ragu mulai kulum ujung kepala penisnya. Kucoba memasukannya lebih dalam seperti pada film-film porno namun serasa sulit. Ukurannya yang terlalu besar sehingga membuatku hanya sanggup memasukan sepertiga bagiannya saja, yang kemudian kugerakan maju mundur dengan lambat dan agak tersendat-sendat.

“Wah, kakakmu perlu ditraining dulu sepertinya nih…” ucap mama, seraya berjongkok disampingku.

“Coba kamu kasih kontol adikmu ke mama…” pinta mama, yang segera kuturuti dan menggeser tubuhku untuk memberi ruang bagi mama.

“Kamu perhatikan mama ya sayang…” ujar mama, sambil memegang batang penis Bagus.

Sejurus kemudian lidah mama mulai beraksi menjilati penis Bagus, mulai dari ujung topi bajanya hingga kantung pelirnya, bahkan kini kantung pelirnya diemut dan dikenyot-kenyot dengan antusias, lalu kembali lidahnya itu merayap keatas, lalu hap.. dilahapnya batang penis Bagus hingga separuhnya masuk kedalam mulut mama.

Mama melakukan itu sambil sesekali matanya melirik kearahku. Lalu kepala mama mulai bergerak maju mundur mengocok-ngocok batang penis Bagus dengan mulutnya. Beberapa saat kemudian wajah mama semakin turun kebawah, itu artinya dia menelan habis batang penis sepanjang itu kedalam mulutnya, sungguh luar biasa apa yang dilakukan mama, bahkan bibirnya itu telah bersentuhan dengan buah pelir Bagus yang menandakan seluruh batang penis adikku itu telah tertelan seluruhnya.

Beberapa saat kemudian mama melepaskan kulumannya, kulihat batang penis Bagus telah basah oleh ludah mama yang agak kental.

“Kalau kamu sudah mahir… kamu juga bisa melakukannya dengan tanpa tangan kita harus memegang… lihat mama…” ujar mama, seraya kekedua tangannya memegang masing-masing paha Bagus.

Kemudian mulut mama kembali menelan batang penis Bagus, namun kali ini kedua tangannya hanya berpegangan pada paha Bagus. Seperti halnya tadi kepalanya bergerak naik turun, lalu diakhiri dengan mencaplok habis batang penis Bagus hingga menyisakan buah pelirnya saja diluar.

“Oke… coba sekarang kamu yang lakukan…” pinta mama, setelah memberikan contoh padaku tadi.

Seperti yang dipinta mama, akupun mulai menjilati batang penis Bagus yang sudah basah oleh ludah mama. Entah mengapa aku tak merasakan jijik dengan adanya ludah mama yang membaluri batang penis Bagus, Bahkan saat aku juga menjilati dan mengenyot-ngenyot pada bagian kantung pelir, rasanya aku juga sempat menelan air liur mama yang melekat disitu.

“Wooww… kamu memang cepat memahami pelajaran in…” ucap mama, saat dilihatnya aku begitu lihai melakukan hal yang sebelumnya dia contohkan tadi. Dan semakin percaya diru saja aku melakukannya, bahkan kini aku mulai mengulum batang penisnya dan mengocok-ngocok dengan menggerakan kepalaku turun naik.

“Ayo… terus sayang… dikit lagi tuh… semangaaatt… yeeeee…” sorak mama, memberi samangat.

Setelah beberapa saat masih belum juga berhasil, kini mama membantu mendorong kebawah kepalaku, sehingga kurasakan batang penis Bagus menembus masuk hingga rongga leherku.

“Iyaaa… sedikit lagi… mmmhh… okeee… hiyaaaaa… berhasil…” sorak mama, setelah batang penis Bagus berhasil kutelan seluruhnya. Sepertinya mataku berkaca-kaca karena kurasakan tenggorokanku disogok oleh benda asing yang berukuran besar.

Setelah itu aku mulai rileks dan lebih menikmati permainan. Kulihat Bagus menikmati aksi blowjobku. Itu dapat kupastikan dengan erangan dari mulutnya, serta matanya yang separuh terpejam, sedangkan kedua tangannya mengusap-usap kepalaku.

“Wah, anak mama sekarang udah pinter ngisepin kontol adiknya ya…” ujar mama sambil mengelus-elus rambutku.

“Gimana sayang… apa kamu mau langsung ngentot sama adikmu… biar memekmu dipejuin sama adikmu… biar kamu cepet hamil… memek mama juga sering dipejuin lho in, sama adik kamu… biar nanti kita hamil bareng-bareng… kan seru tuh in…” ucap mama, yang membuat aku merasa merinding mendengar deretan kata-katanya itu.

“Iya ma…” jawabku pelan, toh vaginaku juga sudah mulai basah, dan terangsang untuk segera merasakan rojokan batang penis besar adikku itu.

“Iya apa…?” tanya mama lagi.

“Ya, yang mama bilang tadi itu…” jawabku.

“Iya, yang mana…? yang jelas dong ngomongnya…” desak mama lagi. Hmm.. aku mencium indikasi mama ingin mempermainkan aku kalau kulihat dari gerak-geriknya itu.

“Kenapa sih ma… ya itu tadi, Bagus niduri aku… mmm.. aku sudah siap…” jawabku dengan sedikit kesal.

“Ngomong yang jelas dong sayang… mmm… seperti kalau mama ngomong itu lho.. kamu enggak usah sungkan-sungkan atau ja’im begitu deh, lagian disinikan cuma ada kita aja… iya enggak gus…?” ucap mama, kali ini dengan tangan kirinya merangkul pundakku. Aku sebenarnya paham dengan apa yang dimaksud mama, tapi mulut ini rasanya masih berat untuk mampu mengucapkan kata sevulgar itu.

“Iya dong ma… Bagus aja paling suka tuh ngentotin memek mama… ngentot ibu kandung itu memang nikmat sekali sih ma…” ucap Bagus, sambil mengusap-usap “bazoka”nya sendiri. Gila omongan si Bagus, sungguh cabul dan tak ber akhlak. Ah, untuk apa pula aku memikirkan soal akhlak dalam kondisiku seperti sekarang ini.

“Tentu dong sayangku… kekasih hati mama… mama juga bahagia memek mama dientotin sama anak kandung mama… memek mama ditaburi oleh peju anak kandung mama sendiri.. ah, sesuatu banget gitu lho… apalagi kalau nanti mama sudah hamil… lalu melahirkan anak… ah, sungguh anugerah yang indah sekali mendapatkan anak dari hasil ngentot dengan anak kandung sendiri…

“Iya deh ma… aku juga sudah gak sabar nih, ingin ngerasain memek aku dientot sama adik kandungku…” ucapku. Astaga ternyata mampu juga aku mungucapkan kosa kata itu, walaupun jantung ini berdegup kencang karenanya. Dan kulihat ekspresi mama tampak senang sekali dengan apa yang sudah aku lakukan itu.

“Kamu ngentot sama adik kandungmu sendiri supaya apa sayang…?” tanya mama lagi.

“Mmm… supaya hamil dong ma… supaya aku bisa punya anak dari hasil ngentot dengan adik kandungku…” astaga, mengapa bibir ini begitu mudah mengucapkan itu, dan mengapa aku justru menyukainya. Kini justru ada emosi tertentu yang mendorongku untuk melakukan itu lagi.

“Wooww… so sweet sekali kamu sayang… ya udah, sekarang kamu ajak adik kandungmu itu untuk ngentot dikamar mama…” ucap mama, seraya akupun berdiri dan kuraih tangan Bagus untuk kuajak berdiri.

“Ayo adikku sayang… sekarang kamu entotin memek kakakmu ini ya sayang… kakak kan juga pingin ngerasain kontol kamu… emang cuma mama kamu saja…” ucapku, saat kami sudah sama-sama berdiri, kuikuti dengan mengecup bibir Bagus, dan untuk beberapa saat kami saling berpagutan.

“Ayo, anak-anaku yang baik… kita langsung kekamar mama saja ya… mari kita berjinah bersama dengan gembira…” ajak mama, sambil menggandeng tanganku dan juga Bagus.

Dan kami bertiga pun melangkah menuju kamar mama, dengan mama berada ditengah sambil masing-masing tangannya merangkul pinggul kami.

Kami bertiga sudah berada dikamar mama, tempat dimana semalam aku melihat Bagus menggenjot mama diatas ranjang ini.

Mama membantu melucuti daster yang kukenakan, dilanjutkan dengan melepaskan beha yang masih membungkus payudaraku, sehingga kini aku telanjang bulat karna memang sebelumnya celana dalamku sudah dilepas. Kulihat Bagus terpaku memandangi tubuh bugilku, yang membuatku salah tingkah dibuatnya.

“Biasa aja kali gus…” ucapku pada Bagus, yang membuatnya sedikit terkaget.

“Wooww… body kak Indah oke banget lho… apalagi teteknya ini, bulat, padat dan gemesin… mana putingnya merah lagi… ih, jadi gemes …” puji Bagus, seraya meremas-remas payudaraku. Tentu saja itu membuatku berbunga-bunga, walaupun aku sadar kalau lekuk-lekuk tubuhku memang nyaris sempurna. Bukannya aku kepedean atau Ge-eR, tapi teman-temanku SMA juga kerap mengatakan itu, terutama disaat kami renang dengan mengenakan setelan bikini swim-suit.

Menyusul diriku yang sudah bugil, Baguspun juga segera melucuti t-shirtnya, dan mencampakannya begitu saja kelantai. Dan ternyata mama juga melucuti seluruh pakaiannya, hingga praktis kami semua telanjang bulat. Padahal aku mengira mama hanya akan mengantarkan kami kekamarnya, lalu meninggalkan kami berdua didalam kamar ini.

“Mmm… Apakah Mama juga akan berada disini ma…? mmm.. maksud aku mama enggak nunggu diluar…?” tanyaku kepada mama, walaupun dengan agak ragu.

“Ya, mama akan tetap menemani kalian dong sayang… mama akan menyaksikan anak-anak tercinta mama saling mengentot.. enggak apa-apa kan… tenang aja deh sayang, pokoknya Bagus akan terlebih dulu ngentotin memek kamu, sampai kamu puas… untuk kali ini, mama sih sisa-sisanya aja deh…” terang mama.

“Ya sudah kalau memang begitu sih ma…” ujarku.

Sementara itu, Bagus yang sepertinya masih terpesona dengan kemolekan tubuhku, membuat tangannya tak pernah berhenti menggerayangi sekujur area sensitifku, bahkan kini mulai mengenyoti puting susuku bagai anak bayi.

“Ayo, kalian naik keatas ranjang… mau tunggu apa lagi sih… Bagus.. aduh kamu itu, koq malah netek terus sama kakakmu sih… kakakmu kan mau ngerasain sodokan kontol kamu… iya enggak in…” ujar mama, sambil menepuk pantat Bagus. Dan sejurus kemudian, mama mendorong tubuhku hingga aku terjerembab diatas ranjang dengan posisi telentang.

“Agak bergeser kesana sayang…” pinta mama padaku, agar menggeser tubuhku menuju ketengah ranjang. Diikuti dengan mama yang juga naik keatas ranjang, lalu mama yang kini sudah duduk disampingku juga menarik tangan Bagus dengan maksud memintanya untuk juga naik.

Begitu Bagus naik, serta merta mama menggenggam batang penisnya, dan kemudian dikulumnya dengan rakus.

“Oke… Sekarang kamu entot kakakmu… biar dia merasakan batang kontol yang sesungguhnya…” ucap mama, setengah berbisik.

Seperti yang dipinta mama, Bagus duduk bersimpuh diantara kedua pahaku yang memgangkang. Agak berdebar juga perasaanku membayangkan batang penis adikku yang besar dan panjang itu bakalan dihujamkan kedalam liang vaginaku yang selama ini hanya pernah menerima hujaman penis seukuran ibu jari.

Sepuluh batang penis mas Mirza jika digabungpun belum tentu akan sebesar kepunyaan Bagus yang sedang berdiri tegak seperti sekarang ini.

Saking tegangnya, sampai-sampai tanpa sadar tangan kananku memegang tangan mama, dan mamapun menyikapinya menggenggam tanganku, seolah ingin memberi ketenangan padaku.

“Pelan-pelan aja ya gus…” pintaku pada Bagus yang telah mengarahkan ujung kepala penisnya tepat dimuka vaginaku yang menganga.

“Tenang saja in… percayalah, kontol adikmu akan membawamu melayang-layang kesurga yang indah…” ucap mama, sambil tersenyum, dengan tangan kirinya mengusap-usap rambutku.

Ah, aku rasakan batang penis Bagus mulai menelusup masuk kedalam liang vaginaku. Sepertinya baru ujung kepalanya saja, tapi rasanya otot-otot vaginaku bagai mengembang ketat menyesuaikan diri dengan ukuran benda yang melaluinya. Semakin kuat saja tangan mama kuremas.

“Wah, memek kak Indah sempit banget nih… kontol Bagus serasa dijepit… mmm.. zzzz… aaahhhh…” ucap Bagus, sambil matanya separuh terpejam, sepertinya dia menikmati itu.

“Wah, kamu dapat rejeki nomplok ya gus… dapet lobang memek yang masih sempit… beruntung sekali kamu..” ujar mama.

“Iya ma… rejeki anak soleh… he.. he.. he…” ujar Bagus, cengengesan.

“Iya lah, anak soleh kayak kamu memang sudah selayaknya untuk dapat rejeki ngentotin kakak kandungnya ya… hi.. hi.. hi…” ucap mama.

“Ngentot ibu kandungnya juga ma… he.. he.. he…” sambung Bagus.

“Pasti dong… anak soleh seperti kamu memang sudah sepantasnya mendapatkan itu semua gus.. itu namanya berkah yang wajib disukuri… hi.. hi.. hi…” balas mama.

Hmm.. guyonan-guyonan mereka ini memang sungguh vulgar dan nyleneh, namun entah mengapa aku justru suka mendengarnya.

Selang beberapa saat, tiba-tiba Bagus menggenjot penisnya dengan kuat, yang tentu saja membuatku terpekik kaget karena merasa sedikit nyeri.

“Uuuuugghhhhhh… mamaaaa… memek aku… memek aku jebol nih maaa… aaeeng… Bagus jahaaat.. aku bilang pelan-pelan juga…” pekikku, dengan manja, sambil tangan kiriku menepuk-nepuk ranjang. Ya, ampun liang vaginaku benar-benar serasa dihujami benda asing yang besar. Sungguh keterlaluan anak ini, padahal sebelumnya sudah aku ingatkan untuk pelan-pelan.

“Cup.. cup.. sayang… Bagus, kamu jangan kasar gitu dong sayang… kan, memek kakakmu belum pernah dientotin sama kontol yang gede kayak punya kamu itu… tau sendiri kan, kontol suaminya itu cuma seupil… pelan-pelan dong ngentotnya sayang, biar kakakmu beradabtasi dulu, nanti kalau sudah terbiasa pasti dia juga akan minta dientot dengan ganas dan brutal…

“Ya enggak dengan ganas dan brutal juga kali ma…” protesku.

“Mmm… nanti deh, mama akan tunjukin bagaimana Bagus ngentotin memek mama dengan ganas dan brutal… pasti kamu akan terkesima… tapi yang penting, sekarang biar Bagus ngentotin memek kamu dulu… biar dia mejuin memek kamu… supaya kamu cepat hamil…” terang mama.

“Oke gus… sekarang kamu boleh entotin memek kakakmu lagi… tapi pelan-pelan dulu aja lho…” perintah mama.

“Oke ma… sory ya kak, soalnya tadi Bagus gemes banget sih sama memek kakak yang sempit ini…” ucap Bagus, seraya mulai digoyangkan pantatnya maju mundur dengan irama yang lambat.

“Mmmmm… aaaahhhh… iya gus… kalau begini enak gus rasanya… mmmm.. nikmaaattt… aaaaaahhhhh… ternyata enak ya ma dientot sama kontol gede… aaaahhh…” desahku.

Kini mama berbaring disampingku, dan.. Ah, ternyata mama menjilati puting susuku dengan lembut, yang membuatku semakin terlena menikmati permainan ini.

Bagaimana tidak, vaginaku mendapatkan sentuhan batang penis yang besar dan panjang oleh adikku, secara bersamaan ibuku menjilati puting payudaraku, dan.. ah, kini mama justru mengulum dan mengenyot-ngenyotinya.

“Aaahhh… memek kakak legit banget kak… uuuhhh… kontol Bagus terasa dijepit… uuhhh… “oceh Bagus, sambil pantatnya bergerak maju mundur.

“Iya gus… kontol kamu juga enak banget… baru kali ini aku ngerasain dientot dengan kontol gede seperti ini… ooohh.. Bagus.. adikku sayang… terus entotin kakakmu sayang… uuuuuhhhh… “gumamku, sepertinya aku mulai ketularan mereka dalam melontarkan kata-kata yang mesum.

“Iya kak… pokoknya Bagus akan entotin terus memek kakak… sampai hamil ya kak… sampai bunting… aaaaghhh…” racau bagus.

“Iya gus.. he’eh gus… buntingin kakakmu gus… entotin kakakmu sampai hamil, adikku sayaang… uuuuuhhhh… entotin kakakmu terus ya gus… mmmhhh… hhh… nikmat nya…” sambungku, sambil kedua tanganku merangkul kepala mama yang masih “netek” padaku.

Setelah beberapa saat, mama menghentikan kulumannya pada buah dadaku, namun kali ini lidahnya merayap menjilati leherku, dan… Ah, ternyata mama mencium bibirku, akupun hanya diam saja, namun saat lidahnya itu mencoba menelusup masuk kedalam mulutku, aku memalingkan wajah kesamping.

“Jangan ma…” protesku.

Aku tidak pernah membayangkan akan berciuman apalagi berpagutan bibir dengan sesama jenis, kalau hanya sekedar mama mencium bibirku mungkin aku masih bisa terima, tapi kalau harus berpagutan dan saling berpilin lidah, tentu saja aku merasa canggung.

“Enggak apa-apa sayang, kamu nikmatin aja… nanti kamu pasti suka…” ucap mama.

“Tapi aku enggak bisa jadi lesbi ma…” tolakku.

“Mama juga bukan seorang lesbian sayang… tapi ini rasa sayang dan cinta antara ibu dan anak… mama cinta dan sayang sama kamu, makanya mama sanggup berciumam dengan kamu walau kita sesama jenis… kamu juga cinta sama mama kan sayang…?” terang mama.

“Iya ma.. pastilah aku cinta dan sayang sama mama… tapi…”

“Sudahlah, kalau memang kamu sayang dan cinta sama mama, itu artinya kita saling sayang dan saling mencinta… mari kita ungkapkan rasa cinta dan sayang itu dengan cara ini… mmmm. mmmffff…” sambung mama, yang kemudian langsung memagut mulutku.

“Tapi ma… mmmmfffffffhh…”

Akhirnya akupun pasrah, kami saling berpagutan, bahkan mama memain-mainkan lidahnya didalam rongga mulutku, lidah kami saling berpilin, ludah kamipun saling bertukar, bahkan karena posisi mama yang diatas sehingga ludah mama banyak yang terpaksa harus kutelan.

Beberapa saat kemudian mama menghentikan aksinya, menatapku, seraya berkata.

“Gimama, kamu suka sayang…? “tanya mama, yang aku jawab dengan anggukan kecil.

Dengan jawabanku itu mama tersenyum, lalu kembali memagut mulutku, kali ini aku meresponnya dengan antusias, bahkan tangan kananku merangkul leher mama.

Sementara Bagus masih terus menghujamkan penisnya pada liang vaginaku dengan intensitas gerakan yang masih seperti tadi.

“Buka mulut kamu sayang…” pinta mama, setelah menghentikan pagutannya.

Sebagaimana yang dia perintahkan, aku buka mulutku, walau sebenarnya aku masih belum mengerti apa maksud mama menyuruhku membuka mulut, sebelum akhirnya mulut mama yang tepat berada diatasku melepehkan ludahnya kedalam mulutku.

“Kalau kamu sayang sama mama, kamu boleh meminumnya sayang…” ujar mama.

Glek, tanpa rasa ragu apalagi jijik aku telan ludah mama yang berada dimulutku sampai habis.

“Mmmmhh… Kamu memang anak mama yang pinter sayang…” ucap mama, disusul denggan mengecup bibirku.

“Kamu masih mau lagi kan…?” tawar mama, yang aku jawab dengan senyuman dan anggukan kecil.

“Tapi kali ini, biar adikmu yang meludahi mulutmu ya sayang…” ujar mama, hmm.. aku kira mama lagi yang akan meludahi mulutku, namun aku tetap menyetujui saran mama itu.

“Gus… tuh kakakmu mau mencicipi ludah kamu… ayo kamu ludahin dia sekarang…” pinta mama, kepada Bagus.

Bagus menghentikan sejenak genjotannya, seraya agak menundukan badannya sehingga posisi wajahnya sekitar 20cm diatas wajahku, lalu mulutnya itu agak dimonyongkan sedikit, sebelum akhirnya keluarlah cairan bening dengan sedikit busa putih menetes pelan karena memang teksturnya yang agak kental, yang kemudian tertampung didalam mulutku, sengaja tidak langsung kutelan, barulah setelah Bagus menghentikan “asupannya” kutelan sekaligus seluruhnya.

Baru selesai kumenelan ludah “cairan spesial” itu, tiba-tiba Bagus melumat mulutku dengan rakus, sehingga kamipun saling berpagutan dengan liar.

“Sudah ah… kamu konsentrasi ngentotin memek kakakmu saja, biar mama yang memanjakan mulut kakakmu…” ujar mama, sambil melerai kening Bagus.

Seperti yang dipinta mama, Bagus kembali dengan posisi semula, menggenjot vaginaku dengan posisi duduk.

“Gus… mungkin kamu bisa sedikit menaikan tempo genjotanmu… sepertinya memek kakakmu sudah mulai bisa beradabtasi dengan kontol kamu tuh… bukan begitu in…?” tanya mama.

“Mmm… boleh.. tapi jangan terlalu kenceng sekali ya gus… mmm.. maksudnya jangan dengan cara ganas dan brutal seperti yang dikatakan mama tadi…” kawatirku.

“Ooww… tentu saja tidak seperti itu sayang, walaupun mama yakin kamu nanti juga pasti akan selalu minta yang itu kepada adikmu ini…” terang mama.

Kini Bagus mulai menggenjot pantatnya kembali, namun kali ini dengan irama yang lebih cepat dari sebelumnya. Hmm.. ternyata memang lebih nikmat dan mantap.

“Gimana sayang.. lebih nikmat..?” tanya mama

“Iya ma.. rasanya jauh lebih nikmat… lebih mantep…” jawabku, yang dibalas oleh mama dengan kembali memagut mulutku, dan tangan kananku kembali merangkul lehernya.

“Kamu jilatin memek mama ya sayang…” bisik mama ditelingaku, setelah melepaskan pagutannya.

Belum sempat aku menjawab iya atau tidak, mama langsung bangkit dan mengangkangi wajahku.

“Ayo sayang, kamu jilatin memek mamamu…” pinta mama, sambil kedua tangannya menyibak bibir vaginanya, sehingga isi vaginanya yang merah merekah mengarah tepat didepan wajahku, bahkan nyaris menempel dengan mulutku.

Entah apa yang merasukiku, hingga akhirnya kujulurkan juga lidahku. Daging lunak yang kenyal dengan rasa sedikit asin itu kini mulai kujilati dengan inten, lidahku bergerak-gerak lincah disekujur liang vagina mama.

“Aaaaaahhhhh… iya sayang… terus jilatin memek mamamu sayang… aaaaahhh… jilatan lidahmu nikmat sekali in… uuuhhhh… lebih dalem sayang… masukin saja lidahmu kedalam lobang memek mama… lobang yang dulu mengeluarkan kamu kedunia ini… uuuhhhh… kenali lobang memek mamamu sayang…

Yang sebelumnya aku masih agak canggung dan terkesan memaksakan diri, kini aku justru bernafsu, bukan hanya kujilat, bahkan aku mulai menyedot-nyedot vagina mama, atau sesekali kupagut layaknya orang berciuman.

Shhllufftt… shhluufft… cloobb… zzhhrruuffftt… zzhhrruufftt…

“Mmmmm… uuuuhhhhh… sekarang jilatin itil mama sayang… kenyot-kenyotin itil mama… sedooott… uuuhhhh… iyaaaa… sedaaaap… enak kan memek mama sayang… kamu sekarang doyan makanin memek kan sayang… uuuuuuhhhh…” racau mama, dengan agak histeris, yang membuatku semakin semangat dan bergairah, ditambah lagi dengan sodokan batang penis Bagus diliang vaginaku yang semakin mantap dan tandas membuatku serasa terbang kealam surgawi, hingga akhirnya aku merasakan puncak kenikmatan yang sungguh mengesankan dan belum pernah kurasakan sebelumnya.

“Aaaaahhhhh… aku keluar maaa… aaaaauuuugghhhhhh… mmmmmmffffffhhh…” erangku, lalu kembali kubenamkan mulutku pada vagina mama, sehingga pekikanku tertahan dan hanya pinggulku yang bergerak-gerak liar mengimbangi sodokan penis Bagus. Hingga beberapa saat kemudian akupun terdiam dalam kepuasan.

“Gus… sekarang kamu entotin mama… entotin mama yang ganas dan brutal… biar kakakmu melihat bagaimana ngentot yang sesungguhnya…” pinta mama, seraya melompat dari tubuhku, dan berbaring telentang tepat disampingku.

Seperti yang dipinta mama, Bagus segera mencabut penisnya dari dalam vaginaku, dan dengan cepat telah berpindah kedepan selangkangan mama yang terbuka lebar.

“Iya, langsung dientot aja sayang… langsung tancepin kontol kamu kememek mama…”

Bless… dengan mudah saja Bagus memasukan batang penisnya kedalam vagina mama yang memang sudah basah dengan cairan birahi bercampur air lidahku.

“Langsung kamu gempur yang kuat sayang… entot yang brutal… biar kakakmu tau… hiyaaaaa…” histeris mama.

“Oke ma… rasakan ini pelacur sialan… huuhhh… huuhhh… huuhhh… huhhhh… huuhhh… huuuhhh

Huuhh…” ujar Bagus. Wooww.. Bagus memaki mama dengan kata pelacur sialan. Dan astaga, dia menggenjot penisnya dengan kecepatan dan kekuatan luar biasa. Kulihat tubuh besar mama sampai bergoyang-goyang seirama hantaman penis Bagus. Wah, bisa jebol kalau begitu vagina mama dibuatnya. Sial, mama justru sangat menikmatinya.

“Ayo terus bangsat… entot mama kandungmu ini lebih brutal lagi… anak sialaaaan… aaaahhhh… hancurkan memek mamamu bangsaaatt… entot teruuuuss… entotin mamamuuuuu… uuuuuhhh…” Umpat mama, yang tampaknya semakin histeris saja. Ah, benar-benar persetubuhan yang brutal dan mendebarkan.

Brroottt… brroott… brrooott… brroott…

Plak.. plak… plak… plak…

“Iya perempuan lacur… nih rasakan kontol anakmu… dasar pelacur kotor doyan dientotin anaknya… huhhh… huhhh… huhh.. huhh…” balas Bagus dengan tak kalah kotor umpatan yang keluar dari mulutnya. Kulihat tubuh kekar Bagus tampak berkilat karna peluh yang membasahi tubuhnya. Ah, betapa gagahnya dia.

“Aaaaaaahhhhh… guuusss… mama keluar sayang… aaahhhhh… ngentoooottt… ngentooott… enak bangeeeetttt… aaaaaahhhhh… bajingaaaaaannn…” pekik mama. Wooww.. sungguh orgasme yang memukau, dan liar.

Selang beberapa saat, mamapun hanya terdiam tak berdaya. Tubuhnya tampak lunglai tanpa perlawanan, hanya bergerak-gerak mengikuti gempuran penis Bagus. Namun setelah itu Baguspun menghentikan gerakannya.

“Ma… mama nungging ma… Bagus mau entotin lobang pantat mama…” pinta Bagus. Astaga, apa aku tidak salah dengar. Bagus meminta untuk anal seks dengan mama. Apakah memang mereka sering melakukan itu. Ah, bisa jadi memang itu merupakan salah satu kegemaran mereka, dan biasa mereka lakukan.

Tak lama setelah itu, mama yang sudah tergeletak malas berusaha merubah posisi tubuhnya, hingga kini mama berposisi menungging disampingku, dengan wajahnya miring kearahku.

Bagus yang berada dibelakang mama memandangi sejenak kearah anus mama. Diremas-remas dan sesekali ditampar-tampar buah pantatnya, dan.. Ah, tanpa rasa jijik Bagus menjilati liang anus mama, ya, lubang yang semestinya adalah akses keluarnya kotoran itu dijilatinya dengan rakus.

Kulihat mama tersenyum kearahku.

“Ini termasuk sesi yang tak pernah kami lewatkan in… anal-seks, atau ngentot lubang anus, benar-benar nikmat dan melenakan… suatu saat pasti kamu juga akan menikmatinya nanti… dan mama yakin kamu akan keranjingan minta dianal sama adikmu…” terang mama, tentu saja perkataan mama itu membuatku terkejut sekaligus penasaran.

“Oke ma… siap ya ma…” ujar Bagus, sambil mengarahkan batang penisnya tepat didepan anus mama.

“Iya gus… kamu bisa langsung entot dubur mama sayang… tapi ingat, saat kamu klimaks nanti, kamu harus keluarkannya didalam memek kakakmu… karna misi utama kamu membuat kak Indah hamil…” terang mama.

“Siap ma… Bagus paham deh…” ujar Bagus, bersamaan dengan itu Bagus menghujamkan penis besarnya kedalam lubang pelepasan mama. Kulihat mama meringis sebentar saat tusukan awal batang penis Bagus memembus anusnya, namun setelahnya mama hanya tersenyum kearahku.

“Zzzzzz… aaaahhh… legitnya lubang anus mama… uuuuhhh… pantat gede kayak gini memang paling enak dientot lobang bo’olnya… uuuhhhh…” oceh Bagus, sambil menggoyangkan bokongnya maju mundur, namun kali ini lebih halus dan rileks, tidak brutal seperti tadi. Hmm.. sepertinya Bagus begitu menikmati, itu dapat dilihat dari ekspresinya yang sesekali memejamkan mata dengan menggigit bibir bagian bawahnya.

“Aaaaaaahhh… kayaknya aku udah mau keluar nih ma…” ucap Bagus, setelah sekitar lima menit menganal mama.

“Cepat gus, seperti yang mama bilang tadi… kamu keluarin didalam memek Kak Indah…” ucap mama, bersamaan dengan itu mama memajukan tubuhnya kedepan sehingga dengan sendirinya batang penis Bagus yang berada didalam liang anusnya tercabut keluar.

“Tunggu sebentar gus…” ucap mama, seraya mengambil sebuah bantal yang ada disitu, yang kemudian diletakannya dibawah pantatku, dengan sendirinya posisi vaginaku menjadi menyembul keatas.

“Ini posisi yang ideal untuk dipejuin… oke gus.. sekarang bisa kamu mulai…”ujar mama.

Bless… sekali sodok, batang penis yang sebelumnya berpenetrasi didalam lubang pembuangan mama, kini telah berada didalam vaginaku.

Hanya beberapa kali genjot, Bagus mengerang keras, yang mengindikasikan dirinya telah mencapai puncak kenikmatan.

“Aaaaaaahhhh… Bagus keluar kak… uuuuuuuuhhhhh…” erang Bagus. Yang bersamaan dengan itu kurasakan semburan sperma adikku ini menyirami rahimku. Ah, sungguh beda sekali dengan semburan sperma mas Mirza yang hanya meleleh, lalu kemudian keluar lagi melalui sela-sela vaginaku. Semburan Bagus ini begitu mantap dan dapat kurasakan dengan jelas hangatnya air mani menyirami rahimku.

“Semoga cepat hamil ya sayang…” ucap mama, sambil menepuk-nepuk pelan perutku.

“Dan ingat ya gus… jangan cabut kontol kamu dulu sebelum setengah jam… mama tidak mau peju kamu ada yang terbuang percuma… untuk sementara biarkan kontol kamu yang menyumbatnya…” terang mama.

“Beres ma…” jawab Bagus.

“Gimana gus… enak memek kakakmu…?” tanya mama, disela-sela istirahat kami.

“Enak dong ma…” jawab Bagus, yang kini berbaring diatas tubuhku, sehingga sesekali kami melakukan ciuman-ciuman lembut yang menambah kemesraan kami.

“Enak mana sama memek mama…?” goda mama, yang berbaring disamping kami.

“Waduh, gimana ya… sulit jawabnya.. masing-masing punya kelebihan tersendiri… mmm.. kalau memek kak Indah sempit menggigit, sedangkan memek mama, legit dan ada empot-empotnya gitu…” terang Bagus.

“Ah, bisa aja kamu… tapi kalau kamu disuruh pilih, mau pilih yang mana…?” tanya mama lagi.

Bagus anak bungsu, dan kami memang memperlakukannya dengan sedikit manja sedari kecil, sehingga sampai sekarangpun bila dengan mama dan aku terkadang sikapnya masih manja seperti anak-anak, namun itu sebatas dengan aku dan mama saja, diluar itu dia adalah lelaki yang selalu bersikap dewasa, terutama sejak ditinggal papa, sehingga dia merasa memiliki tanggung jawab moral sebagai pelindung dirumah menggantikan sosok papa.

“Aduh.. mama ada-ada aja deh… mau jawab gimana nih… mmm.. baiklah, berhubung kak Indah sudah punya suami, aku tentu pilih mama aja dong… sekarang kan aku suami mama…” terang Bagus.

“Iya dong… mulai pertama kamu ngentotin mama, semenjak itu pula kamu adalah suami mama…” ujar mama.

“Wah, ternyata suami istri nih… berarti aku apanya dong… selingkuhannya ya… hi.. hi.. hi… maaf ya ma, aku sudah nyelingkuhin suami mama… hi.. hi.. hi..” godaku. Dan kamipun tertawa bersama didalam kebahagiaan keluarga.


Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)